Belanja iklan jajanan Mayora

Kudapan atau jajanan adalah sesuatu yang akrab bagi masyarakat hampir pada segala lapisan usia. Tentu ini peluang bagi pelaku usaha di segmen industri makanan dan minuman itu.

Sebagai salah satu pionir pelaku bisnis makanan dan minuman, PT Mayora Indah Tbk selama ini cukup menikmati besarnya pangsa pasar makanan olahan di Indonesia. Brand produk yang dihasilkannya juga relatif kuat.

Melalui sembilan segmen produk yaitu biskuit, permen, wafer, coklat, sereal, kopi, bubur instan, mie instan, serta minuman, emiten ini menyatakan diri sebagai salah satu pelaku industri makanan dan minuman olahan terbesar di Indonesia.

Namun demikian, hampir semua pengamat meyakini, kenaikan harga komoditas yang berlangsung terutama pada awal tahun ini diyakini memunculkan turbulensi bagi kinerja perseroan tahun ini. Meskpun, ada rencana dari Mayora untuk meningkatkan harga jual.

Analis PT CLSA Asia Pacific Markets Jessica Irene dan Swati Chopra dalam riset yang dipublikasikan 3 Maret 2011 menuliskan margin Mayora akan sangat mungkin tertekan akibat kenaikan harga komoditas yang menjadi bahan baku perseroan.

"Rencana perseroan untuk meningkatkan harga jual produknya rata-rata sebesar 5% hingga 10% pada semester I/ 2011 kami nilai tidak akan cukup untuk menutup kenaikan ongkos produksi," tulisnya.

Salah satu penyebab naiknya harga komoditas adalah terjadinya hujan akibat fenomena La Nina, sehingga menghambat produksi kopi. Situasi ini tidak saja harus dihadapi Mayora, tetapi juga industri sektor keseluruhan.

"Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor konsumer akan menghadapi dua masalah pada tahun ini. Di satu sisi adalah tekanan inflasi yang berdampak pada permintaan pasar. Sementara itu di sisi lain adalah naiknya biaya produksi," sambung Jessica.

Hingga akhir 2010, laba bersih emiten berkode MYOR ini diperkirakan akan mencapai Rp457 miliar, atau tumbuh sebesar 22% apabila dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya. Sebuah pencapaian yang tidak bisa dikatakan mengecewakan.

Akan tetapi, kenaikan laba bersih pada akhir 2010 itu tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan yang pernah dicatat pada akhir 2009 yang pertumbuhannya mencapai 89%, menjadi Rp372 miliar pada akhir 2009 dari akhir 2008 sebesar Rp196 miliar.

Untuk laba bersih akhir tahun ini diperkirakan sebesar Rp551 miliar atau tumbuh sekitar 20% dari akhir 2010, sedangkan akhir 2012 pertumbuhan laba bersih Mayora diperkirakan akan kembali naik di kisaran 43,37% menjadi Rp790 miliar.

Selain kenaikan harga komoditas, besarnya alokasi dana untuk belanja iklan juga menjadi salah satu penyumbang rendahnya pertumbuhan bisnis Mayora dari tahun-tahun sebelumnya. Besarnya dana tersebut menyebabkan terkikisnya laba operasional perseroan.

Memang tidak bisa dimungkiri, ketatnya persaingan di antara industri makanan dan minuman memaksa pelaku di sektor ini berlomba-lomba menggeber iklan atas produk-produknya. Jika dilihat di jam-jam tertentu, iklan-iklan produk makanan dan minuman begitu gencar.

Hal ini lantas mendorong Mayora melakukan hal yang serupa, dengan membelanjakan dana iklan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut riset tersebut, belanja iklan perseroan pada 2010 mencapai 10% dari penjualan.

"Kami berharap ke depannya Mayora bisa mengevaluasi mengenai belanja iklan, yang menurut kami idealnya berada pada level 8,5% dari total penjualan," tulis Jessica dalam risetnya.

Di luar belanja iklan yang tidak ideal, harus diakui kenaikan harga komoditas memang menyebabkan melambatnya kinerja Mayora. Kendati demikian, langkah perseroan melakukan ekspansi akan menjadi salah satu penopang kembalinya kinerja perusahaan ini.

Sebagaimana diketahui, Mayora pada 2011 mengalokasikan belanja modal sekitar US$70 juta. Dana tersebut akan digunakan untuk penambahan mesin produksi dan pembangunan gedung baru.

Selain itu, perseroan juga berencana meluncurkan tiga produk baru, yang merupakan varian dari produk sebelumnya. Untuk memperkuat pasar, Mayora akan melakukan ekspansi dengan masuk ke negara lain, dari pasar saat ini di Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Jessica menilai apabila dilihat dari sisi Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit, coklat, maupun kopi terbesar, pilihan memperbesar pasar itu adalah keputusan tepat. Dari berpendapat Mayora akan mampu mengambil margin lumayan besar dari pasar ekspor.

"Di samping juga, dengan ongkos tenaga kerja di Indonesia yang masih relatif murah akan membuat perseroan mampu memasang harga yang kompetitif pada produk-produk yang diekspor," tulis Jessica.

Apakah kemudian rencana ekspansi perseroan ke pasar ekspor dapat memitigasi risiko tertekannya margin akibat kenaikan harga komoditas, sehingga dapat menutup kenaikan ongkos produksi? Kita lihat.

(Bisnis Indonesia)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi