Posts

Showing posts from October, 2017

Alexis, Sebuah Kisah Zaman Now

Image
“Apa itu Alexis?” tanya Wakil Presiden Jusuf Kalla, ketika menjawab pertanyaan wartawan di kantor Wapres di Jakarta, Selasa (31/10/2017). Pak JK memang tokoh nasional yang termasuk media darling karena selalu mau menjawab pertanyaan wartawan. Namun, kali ini beliau memang tidak tahu tentang Alexis, hotel yang tutup karena Pemprov DKI Jakarta menolak memperpanjang tanda daftar usaha pariwisata (TDUP). Perpanjangan izin Alexis sudah diupayakan sejak Juli 2017, namun belum ada respons dari Pemprov DKI Jakarta. Per hari ini, Hotel dan Griya Pijat Alexis, sudah resmi tidak beroperasi sementara. Dampaknya, 1.000 karyawan terpaksa dirumahkan. “Ya itu kita tanya sama Gubernur DKI,” kata pak JK, tersenyum. Alexis, nama yang sering disebut-sebut karena masuk dalam bahan pertarungan kandidat Pilkada DKI 2017. Sang pemenang pilkada, Anies Baswedan pun jadi Gubernur dan setelah dilantik, dia pun langsung tegas terhadap operasional Alexis. Berita di media pun menyeruak pada Senin 30 Okt

Harapan Baru untuk Anies-Sandi, Pemimpin Baru Jakarta

Image
Penantian itu menuju akhir. Jika tak ada halangan, hari ini (16/10) Presiden Joko Widodo akan melantik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno selaku pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta periode 2017-2022. (http://kabar24.bisnis.com/read/20171016/15/699790/ketemu-presiden-jokowi-kata-anies-baswedan-lebih-banyak-guyonan) (http://kabar24.bisnis.com/read/20171016/15/699793/anie-baswedan-pidato-singkat-di-serah-terima-jabatan) Kita tahu bersama, pemilihan kepala daerah DKI 2017 begitu panas dan membuat masyarakat di ibukota terbelah sikap. Pro kontra gonta-ganti bermunculan, dan tentu saja masih menyisakan hingga kini. Tanpa itu pun, sebenarnya mengurus DKI bukanlah mudah. Jakarta atau sering disebut J-Town dan Big Durian memiliki kompleksitas persoalan yang tak mudah. Gubernur silih berganti, persoalan lama belumlah sepenuhnya teratasi. Apresiasi tetap harus diberikan kepada para pemimpin DKI sebelumnya seperti Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tja

Memahami Hubungan Anak Milenial, Pulsa, dan Game Online

Image
Dua bulan lalu, setiap disuruh, dia selalu minta upah. “Bi, Rp30.000 ya,” kata anak saya. Uang sebanyak Rp30.000 itu bukanlah untuk dia jajan, apalagi untuk tabungan. Uang sebanyak itu untuk anak Sekolah Dasar, menurut saya sih sudah demikian banyak. Maklum dulu zaman saya SD, uang jajan hanyalah Rp25-Rp100. Itupun kadang-kadang kalau gak bawa bekal dari rumah. Bahkan saya pernah beberapa kali ke lapangan tenis, bantuin mengambil bola. Lumayan dulu bisa dapat Rp150 dari ibu-ibu dan bapak-bapak yang main tenis. Kini, cerita uang jajan dengan nilai ratusan rupiah jelas hal yang muskil. Bagi anak saya, uang Rp30.000 itu nilai harian biasa. Kecil bahkan. Namun, bagi anak saya, uang senilai Rp30.000 bukan dia minta secara tunai. “Pulsa ya,” ujarnya. “Mau uang Rp50.000 atau pulsa Rp50.000,” kata saya, coba menawar. Siapa tahu, dia memilih uang tunai Rp50.000, biar nanti Rp30.000 jajan, terus Rp20.000 disimpan untuk tabungan. “Pulsa Rp50.000,” jawabnya, tegas dan yakin. Yap, z

Jangan Hanya Andalkan Bunga Murah

Terjepit dan serba salah. Kondisi itu menggambarkan situasi di industri keuangan saat ini, suku bunga tinggi dikritik, suku bunga melandai dan cenderung rendah pun tetap saja menuai keluhan. Sejatinya, pergerakan suku bunga perbankan memang harus disikapi secara hati-hati. Dalam hal ini kebijakan suku bunga berada di tangan Bank Indonesia selaku otoritas moneter yang berfungsi menjaga nilai rupiah. Ketika nilai rupiah terhadap barang dan jasa naik atau terjadi inflasi, suku bunga bank yang tinggi diharapkan dapat menarik kembali uang beredar ke dalam sistem keuangan. Begitu pula sebaliknya, bunga rendah diperlukan untuk menggerakkan ekonomi. Dalam tataran praktis, suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai acuan bagi perbankan menetapkan suku bunga bagi penempatan dana simpanan maupun penyaluran dana pinjaman. Dalam 2 bulan terakhir, suku bunga acuan telah dipangkas sekitar 150 basis poin (bps). Di bank umum, respons terbesar terjadi di pemangkasan suku bunga deposito

Beri Napas Untuk Perbankan

Seperti belum berubah tiap tahun. Lagi-lagi persoalan ekspansi kredit perbankan yang belum optimal kembali menjadi sorotan. Berbagai persoalan seakan masih menjadi penghambat bagi bank untuk menyalurkan dana yang dihimpunnya, kembali kepada masyarakat sebagai pinjaman kredit. Biar bagaimanapun kredit perbankan masih menjadi penopang ekonomi nasional. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan selalu menyuarakan pentingnya memaksimalkan fungsi intermediasi perbankan. Terutama, kala pembangunan infrastruktur begitu berharap dari uang bank. Tahun ini, pemerintah berharap kredit baru dari perbankan bisa mencapai Rp370 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2%. Bahkan tahun depan, target kredit perbankan dinaikkan Rp113 triliun hingga mencapai Rp483 triliun untuk mendukung pertumbuhan 5,4%. Namun, fakta itu belum berubah. Kredit yang disalurkan perbankan pada tahun ini seakan seret, terganjal, belum terserap, dan berbagai alasan lain. Data Otorit