Adu kuat United Tractors vs Hexindo Adiperkasa


Di tengah ekspektasi positif bisnis batu bara dan kelapa sawit menyusul kenaikan harga minyak mentah dunia, perusahaan alat berat justru mengindikasikan penurunan kemampuan beroleh laba pada tahun lalu.

Dua emiten alat berat yakni PT United Tractors Tbk dan PT Hexindo Adiperkasa Tbk secara bersamaan melaporkan penurunan margin laba bersih dan margin laba operasional, meski pendapatan dan labanya menguat.

United Tractors, misalnya, per akhir Desember 2010 mencatat laba bersih Rp3,87 triliun atau naik tipis 1,44% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp3,82 triliun. Perseroan berhasil menjual alat berat merek Komatsu sebanyak 5.404 unit, naik 73,7% dari akhir tahun sebelumnya 3.111 unit.

Terlihat mengilap, memang. Namun para periode tersebut margin laba bersihnya justru anjlok 20,52% dari 13,06% pada 2009, menjadi 10,38% pada 2010. Margin ini menggambarkan kemampuan perusahaan mencetak laba bersih, yang ditelisik dari penjualan dikurangi semua biaya dan pajak.

Margin laba operasi yang biasa digunakan untuk mengukur ringkat keuntungan perusahaan dari kegiatan operasi utamanya juga menurun 23,2% dari 18,01% pada 2009, menjadi 13,83%. Artinya, kegiatan batu bara dan jual beli mereka justru tidak sehebat tahun sebelumnya.

Hal serupa juga ditunjukkan Hexindo yang pada 2010 mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 42,21% menjadi US$30,15 juta dari periode yang sama 2009 sebesar US$21,2 juta. Pendapatan juga naik 56,49% menjadi US$359,28 juta, dari posisi 2009 senilai US$229,57 juta.

Di balik angka-angka yang bertumbuh tersebut, perusahaan alat berat ini pada hakikatnya membukukan penurunan kemampuan beroleh laba dan meraup keuntungan dari aktivitas operasinya.

Ini terlihat dari penurunan margin laba bersih dan margin laba operasi masing-masing sebesar -19,16% dan -17,11%. Jika margin laba bersih Hexindo pada 2009 mencapai 9.23%, tahun lalu hanya tercatat 8.39%. Di sisi lain, margin laba usaha per 2010 hanya 10.71%, merosot dari posisi 2009 sebesar 12.92%.
Namun, fakta ini banyak tersilap dalam rilis kinerja keuangan perseroan maupun riset perusahaan sekuritas.

Analis PT Kresna Securities Stanley dan Yohan Kurniawan, misalnya, menilai pendapatan, laba kotor, laba usaha, dan laba bersih United Tractors relatif tidak berbeda jauh dengan estimasi yang telah dipatok. Mereka optimistis kenaikan harga batu bara dan membaiknya cuaca akan memperbaiki penjualan anak usaha grup Astra ini.

"Kami mengestimasi volume penjualan Komatsu naik 17 secara tahunan dan volume kontrak pertambangan tumbuh 11,5%-12,3%, volume penjualan batu bara naik 37,6%, dan margin membaik dari 18,2% menjadi 18,4% tahun ini,"papar keduanya dalam laporan riset per 25 Februari.

Optimisme serupa juga dikemukakan analis PT Valbury Asia Securities Budi Rustanto dalam memproyeksikan kinerja Hexindo tahun ini, yang masih mengekspektasikan pertumbuhan positif bisnis emiten berkode saham HEXA tersebut.

Beberapa katalisnya adalah permintaan alat berat yang diproyeksikan relatif tinggi dari sektor kehutanan, konstruksi, pertambangan dan perkebunan, peningkatan kapasitas produksi dan rencana produksi alat berat medium di Indonesia.

Sejauh ini, penjualan alat berat emiten berkode UNTR ini didominasi sektor pertambangan sebesar 60% dan sektor perkebunan 20%. Dari total penjualan perseroan, bisnis alat berat menyumbang 46,3% total pendapatan 2010 yang mencapai Rp37,32 triliun.

Dalam laporan yang dirilis United Tractors, penjualan alat berat merek Komatsu berhasil mencapai Rp10,80 triliun. Pangsa pasar Komatsu sejauh ini juga berada di level 46%.

Namun, ada satu pos yang menjelaskan mengapa laba bersih perseroan naik tipis dan bahkan marginnya melemah. Tahun lalu, United Tractors menanggung lonjakan beban penjualan sebesar Rp8 triliun, dari Rp22,57 triliun (2009) menjadi Rp30,528 triliun (2010).

Kondisi ini berimbas kepada tipisnya kenaikan laba kotor "anak emas" PT Astra International Tbk ini sebesar 1,85% dari sebelumnya Rp 6,671 triliun menjadi Rp 6,795 triliun pada akhir 2010.

Sejauh ini Hexindo tercatat memiliki margin laba kotor yang tidak jauh berbeda ketimbang UNTR, yaitu sebesar 18% dari total penjualan. Sementara itu margin laba kotor penjualan alat-alat berat anak usaha Astra Internasional tersebut berada di level 17,4%.

Bagi kedua perusahaan, posisi tersebut menunjukkan bahwa Hexindo dan UNTR berjalan pada level yang sama, meskipun dalam kenyataanya Komatsu meraih pangsa pasar yang lebih besar ketimbang Hitachi yang dipegang penjualannya oleh Hexindo.

Demikian pula beban pokok penjualan konsolidasi dari dua perusahaan itu juga berada di level yang hampir sama, yaitu sebesar 81,9% untuk Hexindo dan 81,8% untuk UNTR. Ke depan, kemungkinan UNTR menyalip margin laba kotor penjualan alat berat Hexindo bisa saja terjadi seiring dengan langkah perseroan menaikkan harga jual Komatsu.

Analis JP Morgan Aditya Srinath dalam riset yang dipublikasikan pada 21 Februari mengungkapkan bahwa UNTR menaikkan harga alat berat dari Jepang itu pada awal Februari sebesar 2%--3%.

Kondisi tersebut memungkinkan UNTR bisa mencatat rasio kinerja yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi dari lini usaha lain seperti dari kontraktor tambang dan usaha tambang batu bara yang berpotensi meraup berkah dari kenaikan harga minyak dunia.

Sementara itu bagi Hexindo, dengan portofolio bisnis yang ada saat ini, satu-satunya cara adalah dengan memperbesar pangsa pasar dan bermain di margin penjualan alat berat. Mereka sejauh ini bergantung pada penjualan alat berat, yang nilainya mencapai US$221,96 juta, menyumbang 68,8% penjualan.

Sisanya disumbang penjualan suku cadang dan layanan purna jual dengan kontribusi masing-masing 19,2% dan 12%. Pendapatan operasional emiten berkode HEXA tersebut naik 29,77% dari US$29,66 juta pada akhir 2009 menjadi US$ 38,49 juta per 31 Desember 2010. Sejauh ini, Hitachi menguasai pangsa pasar sebesar 19% dari total pasar alat berat nasional.

(pls read Bisnis Indonesia Newspaper)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi