Menanti Tugu Pratama & Jasindo IPO

Bukan kebetulan bila dikatakan dua perusahaan asuransi yang terkait dengan kepemilikan negara PT Tugu Pratama Indonesia dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), berlomba untuk segera mencatatkan saham mereka di pasar modal.

Tugu Pratama dan Jasindo merupakan dua dari hampir 90 perusahaan asuransi kerugian di Tanah Air yang siap beralih wajah menjadi perusahaan terbuka pada tahun ini

Tugu Pratama menjadikan Juni-Juli sebagai target waktu sahamnya secara perdana diperdagangkan di pasar modal. Tak tangung-tanggung, anak usaha PT Pertamina (Persero) itu menargetkan Rp750 miliar dari mengharapkan rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO).

Di asuransi yang dahulu sahamnya pernah dimiliki pengusaha Bob Hasan, tercatat kini Pertamina menguasai 65% saham Tugu Pratama. Sisanya sebesar 17,60% dimiliki oleh PT Sakti Laksana Prima, Siti Taskiyah 12,15 %, dan Mohamad Satya Permadi 5,25 %.

Direktur Pemasaran Tugu Pratama M. Jusuf Adi mengatakan dana IPO rencananya akan digunakan untuk mengembangkan bisnis Tugu Pratama di level regional, seperti di negara-negara di Asia Tenggara.

Sejauh ini, Tugu Pratama merupakan pemain besar dalam bidang asuransi perminyakan dan gas. Mayoritas pasar pertanggungan risiko migas dikuasai Tugu Pratama dan bersaing dengan Jasindo. Tiap tahun kedua asuransi ini memimpin pasar oil & gas.

Jasindo yang per 27 Januari mengganti direktur utama dari Eko Budiwiyono kepada Budi Tjahjono, juga tak tinggal diam. Kementerian BUMN sendiri sudah pernah memasukkan Jasindo ke dalam pipeline yang akan diprivatisasi sejak lama.

Namun, rencana tinggal rencana. Sekretaris Perusahaan Jasindo Dewi Poedjiastuti mengatakan pemegang saham memutuskan rencana IPO Jasindo kembali ditunda hingga keputusan berikutnya.

Padahal secara internal, Jasindo sebenarnya sudah tak sabar untuk beralih status. Setidaknya aksi korporasi itu bertujuan menambah permodalan Jasindo yang per September 2010 baru mengumpulkan ekuitas Rp982 miliar.

Sejauh manakah prospek kedua asuransi ini kalau diperdagangkan sahamnya di pasar modal?

Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang menjelaskan prospektif atau tidaknya saham kedua asuransi tersebut sangat bergantung kepada seberapa besar persentase kepemilikan yang akan dilepas ke pasar.

Sejumlah faktor lainnya menjadi penentu bagi Jasindo dan Tugu Pratama bila mengharapkan proses IPO-nya bisa sukses. Bagaimana fundamental perusahaan dan seperti apa kebijakan pembagian dividennya tentu diperhatikan selalu oleh investor.

“Apakah nantinya akan dilepas pada harga premium atau discount price yang tentu tergantung pada valuasinya,” kata Edwin ketika dihubungi kemarin.

Secara rasio keuangan, Jasindo sejak 2005 mampu mencetak laba bersih yang positif dan terus naik dari Rp88 miliar menjadi Rp166 miliar pada 2009 dan per September 2010 telah Rp107 miliar.

Keuntungan Tugu Pratama pun demikian. Laba asuransi yang memiliki peringkat A+ (idn) dengan prospek Stabil atau tergolong dalam kategori Strong dari Fitch Rating itu memiliki laba Rp123 miliar (2009), naik dari Rp100,88 miliar (2008).

Dari sisi perolehan premi, Jasindo dan Tugu sejauh ini terlalu bergantung kepada pasokan sektor korporasi. Kedua perusahaan membutuhkan pengembangan bisnis, seperti memperluas sistem keagenan produk asuransi, serta mempertebal perolehan premi dari segmen ritel.

Namun Jasindo dan Tugu Pratama tentu harus juga mewaspadai sejumlah faktor seperti fakta kalau saham asuransi secara umum tidak likuid. Hal itu, kata Edwin, karena industrinya secara secara umum tidak menarik, jumlah saham yang dilepas pun kecil sehingga investor malas untuk masuk ke saham asuransi.

Sudah lebih dari satu dekade silam, saham-saham asuransi dikenal dengan kategori saham yang tak likuid, bahkan boleh dikatakan saham tidur. Saat ini ada 11 saham emiten asuransi yang diperdagangkan.

Dari 11 emiten saham asuransi tersebut, tercatat sembilan asuransi kerugian dan hanya satu asuransi jiwa (PT Panin Financial Tbk) dan satu reasuransi yaitu PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk.

Di sisi fundamental, kinerja keuangan emiten asuransi sebenarnya memang tak jelek-jelek amat. Rerata laba bersih dari 10 emiten asuransi naik 35,7% pada triwulan III/2010 menjadi Rp609,73 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp449,32 miliar.

Kenaikan laba bersih tersebut dibukukan oleh lima emiten asuransi, yaitu PT Asuransi Dayin Mitra, PT Asuransi Jasa Tania, PT Maskapai Reasuransi Indonesia, PT Lippo General Insurance, dan PT Panin Insurance.

Empat emiten asuransi mengalami penurunan laba, yaitu PT Asuransi Bina Dana Arta, PT Asuransi Harta Aman Pratama, PT Asuransi Multi Arta Guna, dan PT Asuransi Ramayana, sedangkan satu emiten lainnya, yaitu PT Asuransi Bintang masih merugi.

Sejumlah indikator menjadi tolak ukur terhadap kinerja asuransi, yang meliputi pendapatan premi, hasil investasi, dan hasil pengelolaan risiko (underwriting).
Total pendapatan premi emiten asuransi tersebut pada kuartal III/2010 mengalami pertumbuhan sebesar 25,75% menjadi Rp2,94 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp2,34 triliun.

Seluruh emiten pada periode tersebut mencatat kenaikan pendapatan premi. Pertumbuhan premi tertinggi dibukukan oleh Asuransi Harta Aman sebesar 39,64%, sedangkan terendah pada Asuransi Ramayana sebesar 9,96%.

Total hasil investasi emiten asuransi selama Januari-September 2010 mengalami kenaikan sebesar 40,67% menjadi Rp551,02 miliar dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp391,7 miliar.

Kenaikan hasil investasi tertinggi pada periode tersebut dicetak oleh Asuransi Dayin Mitra mencapai 782,98%, sedangkan penurunan paling tajam terjadi pada Asuransi Bintang sebesar 64,5%.

Total hasil underwriting emiten hingga kuartal III/2010 mengalami kenaikan mencapai 633,47% menjadi Rp329,79 miliar dari periode yang sama pada tahun lalu minus Rp61,82 miliar.

Kenaikan hasil underwriting tertinggi pada periode tersebut terjadi pada Maskapai Reasuransi Indonesia sebesar 43,19%, sedangkan satu emiten justru mengalami penurunan tipis sebesar 2,47% yaitu Lippo General Insurance.

Bagi Direktur Utama Marein Robby Loho, pertumbuhan yang cukup signifikan pada hasil underwriting tersebut relatif menjadi menopang pertumbuhan laba, meski hasil investasi sedikit mengalami penurunan.

Pertumbuhan hasil underwriting itu lebih didukung oleh upaya untuk melakukan seleksi ketat dalam menggarap bisnis pada segmen asuransi kerugian.

Tahun ini, menurut Humas Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Willy Suwandi Dharma kinerja bisnis industri asuransi kerugian terus membaik dan diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan positif bersamaan dengan kondisi perekonomian nasional yang juga mengalami pertumbuhan signifikan.

Namun, secara umum, pergerakan saham 11 emiten asuransi juga seakan tak kedengaran. Pada perdagangan 9 Februari, tercatat hanya tiga saham yaitu Panin Insurance (PNIN), Panin Financial ( PNLF) dan Marein (MREI) yang aktif diperdagangkan.

Saham PNIN tercatat naik 2% menjadi Rp510, PNLF naik 1,06% menjadi Rp190 dan MREI terkoreksi Rp50 menjadi Rp600. Saham Marein itu sebenarnya sempat melambung pada awal Januari di level Rp1.100 per lembar.

Meski begitu, Tugu Pratama dan Jasindo tak perlu berkecil hati, karena mayoritas saham asuransi mampu membukukan capital gains lumayan bagus (year to date). Karena itu, sebenarnya saham industri ini menarik dipertimbangkan sebagai portofolio investasi.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi