Mari berbagi risiko di sepak bola
Mochamamad Albico pasti membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk pulih. Pemain Persibo Bojonegoro dan eks timnas U-23 Suriah itu terkapar karena cedera serius di kepala dalam pertandingan Liga Premier Indonesia awal pekan ini.
Albico dilanggar pemain Bogor Raya dan dirinya mengalami retakan di bagian kiri tempurung kepala sehingga sempat tak sadarkan diri. Ironis, itu pertandingan perdana Albico di liga sepak bola yang baru tersebut.
Persibo Bojonegoro tak tinggal diam. Selain surat protes kepada pengelola liga, manajemen juga harus menanggung biaya besar untuk pengobatan dan pemulihan pemain.
Cedera dalam olahraga merupakan sesuatu yang jamak dan sepak bola tentu tidak terkecuali dari hal itu. Risiko cedera pemain bola bisa sangat mengganggu penampilan pemain, klub dan bahkan arus kas perusahaan pengelola klub.
Apalagi sepak bola profesional adalah sepak bola industri. Pemain adalah aset sekaligus investasi dan seorang manajer tentu seharusnya tak perlu diingatkan untuk mengamankan investasinya.
Di liga Eropa, transfer pemain dengan nilai yang bisa bikin dahi anda berkerut, bisa saja dibatalkan pada menit terakhir bila ternyata pemain yang bersangkutan gagal dalam tes kesehatan, karena dianggap memiliki penyakit yang bisa membahayakan diri sendiri ataupun juga faktor lain.
David Bechkam misalnya, gagal bermain sebagai pemain pinjaman di Tottenham Spurs- Inggris karena klausul asuransinya yang mencapai 148 juta euros, melarang gelandang LA Galaxy itu bermain di liga ‘keras’ seperti di Inggris.
Idola baru di Real Madrid, menurut Goal.com, Cristiano Ronaldo yang mengaku sering diganjal pemain lawan, mengasuransikan kakinya dengan nilai pertanggungan mencapai 100 juta pounds atau lebih dari Rp1,4 triliun.
Dan hebatnya, Los Blancos menanggung semua biaya asuransi Ronaldo yang nilai tersebut bahkan lebih besar dari biaya transfer yang harus dibayar Real Madrid senilai 94 juta pounds atau sekitar Rp1,3 triliun.
Real Madrid seakan memberi contoh bagaimana klub memperlakukan pemain sebagai aset investasi. Kala di Madrid, Beckham memiliki asuransi dan begitu pula kaki Michael Owen yang ditanggung risikonya dengan nilai 60 juta pounds.
Lionel Messi sang pemain terbaik dunia pun memiliki kaki yang dibalut asuransi dengan nilai pertanggungan mencapai 550 juta euro. Striker Barcelona itu harus membayar prermi hingga 400.000 euro per tahun.
Semua tak ingin ada anggapan sepak bola memang pembunuh. Tak hanya sang atlet sepak bola, tak jarang, cedera juga mengganggu orang biasa dan bahkan atlet olahraga lain kala pertandingan mengolah si kulit bundar. Tentu wafatnya manajer timnas U-23 almarhum Adjie Massaid tak harus diperdebatkan.
Di Indonesia, rasanya sulit mendengar ada klub yang memiliki skema asuransi dengan begitu jelas terhadap para pemainnya. Atau jangan-jangan memang belum ada minat dari perusahaan asuransi mencari bisnis di sepak bola?
Padahal, ‘sinyo-sinyo’ calon pemain naturalisasi semuanya menanyakan kepada Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI Iman Arif tentang fasilitas asuransi syarat utama bermain di Tanah Air.
Sayangnya di Liga Premier Indonesia (LPI), nuansa profesionalisme belum seutuhnya terlihat. Klub menghabiskan 60% dari belanja modalnya yang sekitar Rp18 miliar-Rp20 miliar hanya untuk belanja pemain, tanpa insurance coverage.
Sisa dana dipakai untuk kebutuhan operasional termasuk akomodasi dan transportasi pertandingan. Kalau ada kerja sama asuransi, mungkin Persibo tak perlu khawatir biaya perawatan cedera pemain seperti yang diderita Mochamamad Albico.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Albico dilanggar pemain Bogor Raya dan dirinya mengalami retakan di bagian kiri tempurung kepala sehingga sempat tak sadarkan diri. Ironis, itu pertandingan perdana Albico di liga sepak bola yang baru tersebut.
Persibo Bojonegoro tak tinggal diam. Selain surat protes kepada pengelola liga, manajemen juga harus menanggung biaya besar untuk pengobatan dan pemulihan pemain.
Cedera dalam olahraga merupakan sesuatu yang jamak dan sepak bola tentu tidak terkecuali dari hal itu. Risiko cedera pemain bola bisa sangat mengganggu penampilan pemain, klub dan bahkan arus kas perusahaan pengelola klub.
Apalagi sepak bola profesional adalah sepak bola industri. Pemain adalah aset sekaligus investasi dan seorang manajer tentu seharusnya tak perlu diingatkan untuk mengamankan investasinya.
Di liga Eropa, transfer pemain dengan nilai yang bisa bikin dahi anda berkerut, bisa saja dibatalkan pada menit terakhir bila ternyata pemain yang bersangkutan gagal dalam tes kesehatan, karena dianggap memiliki penyakit yang bisa membahayakan diri sendiri ataupun juga faktor lain.
David Bechkam misalnya, gagal bermain sebagai pemain pinjaman di Tottenham Spurs- Inggris karena klausul asuransinya yang mencapai 148 juta euros, melarang gelandang LA Galaxy itu bermain di liga ‘keras’ seperti di Inggris.
Idola baru di Real Madrid, menurut Goal.com, Cristiano Ronaldo yang mengaku sering diganjal pemain lawan, mengasuransikan kakinya dengan nilai pertanggungan mencapai 100 juta pounds atau lebih dari Rp1,4 triliun.
Dan hebatnya, Los Blancos menanggung semua biaya asuransi Ronaldo yang nilai tersebut bahkan lebih besar dari biaya transfer yang harus dibayar Real Madrid senilai 94 juta pounds atau sekitar Rp1,3 triliun.
Real Madrid seakan memberi contoh bagaimana klub memperlakukan pemain sebagai aset investasi. Kala di Madrid, Beckham memiliki asuransi dan begitu pula kaki Michael Owen yang ditanggung risikonya dengan nilai 60 juta pounds.
Lionel Messi sang pemain terbaik dunia pun memiliki kaki yang dibalut asuransi dengan nilai pertanggungan mencapai 550 juta euro. Striker Barcelona itu harus membayar prermi hingga 400.000 euro per tahun.
Semua tak ingin ada anggapan sepak bola memang pembunuh. Tak hanya sang atlet sepak bola, tak jarang, cedera juga mengganggu orang biasa dan bahkan atlet olahraga lain kala pertandingan mengolah si kulit bundar. Tentu wafatnya manajer timnas U-23 almarhum Adjie Massaid tak harus diperdebatkan.
Di Indonesia, rasanya sulit mendengar ada klub yang memiliki skema asuransi dengan begitu jelas terhadap para pemainnya. Atau jangan-jangan memang belum ada minat dari perusahaan asuransi mencari bisnis di sepak bola?
Padahal, ‘sinyo-sinyo’ calon pemain naturalisasi semuanya menanyakan kepada Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI Iman Arif tentang fasilitas asuransi syarat utama bermain di Tanah Air.
Sayangnya di Liga Premier Indonesia (LPI), nuansa profesionalisme belum seutuhnya terlihat. Klub menghabiskan 60% dari belanja modalnya yang sekitar Rp18 miliar-Rp20 miliar hanya untuk belanja pemain, tanpa insurance coverage.
Sisa dana dipakai untuk kebutuhan operasional termasuk akomodasi dan transportasi pertandingan. Kalau ada kerja sama asuransi, mungkin Persibo tak perlu khawatir biaya perawatan cedera pemain seperti yang diderita Mochamamad Albico.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Comments