Coking Coal dan Borneo Lumbung Energy

Awal tahun ini menjadi momen bagi pelaku bisnis batu bara nasional, termasuk PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk, untuk menggenjot kinerja perusahaan.

Ketatnya pasokan batu bara akibat tingginya curah hujan, serta musibah banjir yang melanda Australia membuat harga komoditas ini melambung di pasaran.
Coking coal adalah salah satu jenis batu bara yang belakangan ini harganya melejit. Naiknya harga didorong oleh kurangnya pasokan yang dibarengi oleh terus tumbuhnya permintaan batu bara jenis ini dari industri-industri di China maupun India.
Hal ini wajar lantaran batu bara jenis ini sangat dibutuhkan untuk memproduksi kokas sebagai reduktor dalam produksi besi dan baja.
Sebagai perusahaan yang memproduksi coking coal, Borneo Energy juga ikut menikmati tingginya permintaan batu bara jenis ini. Kondisi ini tercermin dari pergerakan saham emiten berkode BORN ini, yang mengalami kenaikan hingga 50,4% ke level Rp1.760 ada awal bulan ini, dari harga perdana Rp1.170 per saham pada akhir November 2010.
Borneo Energy memang menarik minat investor lantaran potensi dari perusahaan ini. Meskipun saat ini produksi yang dicatat rata-rata masih 2 juta ton per tahun, ke depan potensi bisnis emiten ini akan semakin besar, seiring dengan pengembangan yang dilakukan perseroan.
Analis PT CIMB Securities Erindra Krisnawan, dalam riset yang dipublikasikan pada 5 Januari 2011, menyebutkan Borneo menawarkan bisnis yang cukup menarik dan potensial untuk berkembang di masa mendatang.
“Borneo akan menaikkan kapasitas produksinya, sehingga pada tahun ini ditargetkan bisa mencapai 3,6 juta ton dan pada 2012 sebesar 5 juta ton. Ekspansi yang dilakukan sejalan dengan penambahan peralatan yang dilakukan pada kuartal I dan II tahun ini,” tulis Erindra.
Dalam riset itu juga disebutkan dengan produksi yang dicatat perseroan, rata-rata pertumbuhan per tahun bisa mencapai 44%.
Perkiraan yang sama juga dilontarkan oleh Wee-Kiat Tan, Josh S Du, Sara Chan, analis dari Morgan Stanley dalam riset yang dirilis pada 5 Januari.
Dalam rilis tersebut, analis itu mengungkapkan bisnis coking coal akan sangat menarik karena tidak banyak perusahaan batu bara yang memproduksi batu bara jenis ini.
“Banjir di Australia memang menjadi salah satu penyebab berkurangnya suplai batu bara jenis coking ke pasar. Namun, di luar itu, kami melihat permintaan coking coal memang naik, yang didorong oleh permintaan dari China dan India,” tulis analis Morgan Stanley.
Baru-baru ini pabrikan baja China mengumumkan akan melakukan peningkatan produksi pada tahun 2015. Perusahaan-perusahaan China yang dimaksud adalah Shanghai Baosteel Group Corporation yang akan meningkatkan produksi baja menjadi 50 ton pada 2012 dan 66 ton pada tahun 2015 atau naik 65% dari kapasitas produksi saat ini sebesar 40 ton.
Dua perusahaan lainnya adalah Wuhan Iron & Steel Corporation dan Anshan Iron & Steel Group Corporation yang meningkatkan kapasitas produksi masing-masing menjadi 50% dan 81%. Diperkirakan produksi baja China akan mencapai 724 ton pada tahun 2012 atau setara dengan CAGR 8% dari tahun 2009.
Naiknya produksi pabrikan-pabrikan baja itu, tentunya akan mendorong permintaan coking coal yang lebih besar lagi.
Di Indonesia, permintaan atas coking coal memang masih terbatas pada industri baja seperti PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Namun, permintaan coking coal dari BUMN produsen baja ini akan naik seiring dengan beroperasinya perusahaan patungan antara perseroan dan Pohang Iron Steel Company (Posco), pabrikan baja asal Korea Selatan.
Analis dari Morgan Stanley ini memproyeksikan pendapatan yang dicatat Borneo hingga akhir tahun ini bisa mencapai Rp7,25 triliun, atau melonjak 144,9% dibandingkan dengan pendapatan hingga akhir 2010 yang diperkirakan menyentuh level Rp2,96 triliun.
Laba bersih juga diperkirakan melonjak 370,78% pada tahun ini menjadi Rp1,7 triliun dibandingkan dengan pendapatan hingga akhir 2010 yang diproyeksikan Rp361,1 miliar. Padahal pada akhir 2009, Borneo masih mencatatkan rugi Rp99,8 miliar.
Angka yang kurang lebih sama juga diperkirakan oleh analis CIMB Securities Erindra Krisnawan. Dia memperkirakan hingga akhir 2011, pendapatan yang diraup Borneo bisa mencapai Rp7,26 triliun, atau naik 183,59% dibandingkan dengan pendapatan tahun lalu yang diperkirakan mencapai Rp2,56 triliun.
Untuk laba bersih, analis CIMB itu memperkirakan Borneo bisa meraup Rp2,09 triliun sepanjang tahun ini, atau melejit 865,4% dari akhir tahun lalu yang diperkirakan Rp217 miliar.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi