Semen Gresik dan pertumbuhan anorganik

Produsen semen terbesar nasional PT Semen Gresik (Persero) Tbk mengawali Tahun Kelinci ini dengan sasaran baru: Menggenjot laju pertumbuhan anorganik.

Fokus ke pertumbuhan anorganik tersebut diputuskan setelah tahun sebelumnya perseroan memilih menggenjot pertumbuhan internal guna mendongkrak produksinya, yakni melalui pembangunan pabrik dan peningkatan efisiensi.

Rencana akuisisi itu mulai dimatangkan sejak akhir tahun lalu, hingga dimasukkan ke dalam rencana kerja anggaran perusahaan 2011. Bukan hanya akuisisi perusahaan internal, tapi juga akuisisi produsen semen di kawasan, seperti di Malaysia atau Vietnam.

Bersamaan dengan itu, perseroan juga menargetkan peningkatan produksi semen dari proyeksi 24 juta ton per 2001 menjadi 26,5 juta ton per 2015. Akuisisi tersebut diharapkan berbanding lurus dengan penguasaan pangsa pasar domestik yang kini mencapai 45%.

Selain akuisisi, seperti dikatakan Direktur Utama Semen Gresik Dwi Sutjipto baru-baru ini, rencana memperbesar bisnis itu juga akan ditempuh dengan penjajakan kerja sama dengan produsen semen luar negeri dalam bentuk joint venture.

Mayoritas saham Semen Gresik sendiri dimiliki pemerintah sebanyak 51% saham. Perseroan memiliki 3 anak usaha yakni PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, dan PT Semen Gresik yang beroperasi masing-masing di Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat.

Selama beberapa tahun terakhir, perseroan praktis menjadi penguasa pangsa pasar semen terbesar di Indonesia. Pada akhir 2010 kapasitas semen perseroan mencapai 19,5 juta ton, atau sekitar 37% dari kapasitas total industri yakni 51,5 juta ton.

Analis Valbury Scurities Nico Omer Jonckheere menilai keputusan Semen Gresik menggenjot pertumbuhan anorganik merupakan hal yang positif. Akan tetapi, harus dihitung berapa besar kontribusi akuisisi tersebut dapat meningkatkan kinerja perseroan.

Pasalnya, dengan atau tanpa akuisisi, Semen Gresik sudah cukup menarik bagi investor, karena memiliki pangsa pasar terebesar serta membagikan dividen yang terbilang tinggi. Dari sektor industri, semen juga merupakan salah satu subsektor yang prospektif.

Apalagi, agenda pemerintah untuk memperkuat infrastruktur juga terus tumbuh. Apabila realisasi pembangunan infrastruktur berjalan lancar, pertumbuhan konsumsi semen dengan sendirinya juga akan meningkat.

"Sektor semen ini masih menjanjikan bagi investor. Semen ini kan salah satu komponen penunjang properti, dan pada tahun ini industri properti juga diperkirakan meningkat. Belanja konstruksi pada tahun ini juga diperkirakan naik 10,75%," katanya, pekan ini.

Nico memprediksi pendapatan perseroan dapat meningkat hingga Rp16 triliun-Rp17 triliun dengan laba bersih Rp3,5 triliun-Rp3,8 triliun. Dengan pencapaian tersebut, harga sahamnya yang berkode SMGR diperkirakan dapat menembus Rp11.300 per unit.

"Prediksi itu belum memperhitungkan rencana akuisisi mereka. Kalau akuisisi bisa terealisasi dan ternyata berkontribusi besar, maka kinerja akan lebih baik lagi, sehingga harga sahamnya juga akan naik," katanya.

Analis J.P. Morgan Securities Indonesia Liliana Bambang dalam laporan riset yang dirilis per 3 Januari mengatakan investor menilai akuisisi produsen semen domestik kurang baik karena regulasi di Indonesia menetapkan industri semen tertutup bagi pelaku baru.

Artinya, munculnya kekuatan penetrasi baru ke pasar semen belum tentu serta-merta berdampak positif bagi kinerja perseroan. Akan tetapi, apabila akuisisi tersebut dapat meningkatkan kapasitas produksi, maka hal tersebut akan berdampak positif.

Dengan demikian, lanjutnya, perseroan harus mempertimbangkan dengan benar rencana tersebut. Dia mengingatkan dalam setiap akuisisi yang akan dilakukan semua perseroan harus dilihat dari sisi manfaat dan kemudahannya.

Liliana mempertahankan peringkat overwight atau baik untuk dibeli bagi emiten berkode saham SMGR itu. Dia memprediksi harga sahamnya akan naik menjadi Rp10.200 pada Juni 2011 dari 9.850 pada 3 Januari 2011.

Target itu dibuat dengan estimasi price to earning ratio (P/E) 2011 pada 15,1 kali, sejalan dengan valuasi pergerakan indeks harga saham gabungan. "Kami percaya SMGR diposisikan untuk pemeringkatan ulang, yang ditopang perkiraan pertumbuhan semen yang positif."

Dalam penetapan target harga itu, Liliana sudah memasukkan faktor resiko berupa harga batu bara yang lebih rendah dari pada perkiraan harga jual rata-rata, fluktuasi nilai tukar rupiah dan harga bahan baku, gangguan struktur industri, serta keterlambatan kapasitas ekspansi.

Liliana mengingatkan perseroan harus hati-hati apabila harga batu bara ternyata lebih tinggi dari perkiraan. "Risiko lainnya adalah adalah apabila pertumbuhan volume penjualan lebih rendah dari yang diharapkan," katanya.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi