Anda suka belanja di Ramayana?

Jangan nilai buku dari kulit mukanya. Perumpamaan ini agaknya dianut PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, yang terus setia menggarap pasar kelas menengah ke bawah—segmen yang acap dianggap tidak potensial men-generate pendapatan.

Karena asumsi itu pula, warga kelas menengah ke bawah dan juga pangsa pasar di luar Pulau Jawa sering luput dari pandangan rencana ekspansi perusahaan yang sedang tumbuh. Tentu saja asumsi ini tidak sepenuhnya benar.

Justru, segmen pasar yang dianggap lemah dan tidak potensial itu dapat memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan perusahaan, asalkan mampu melihat celah dan menggarap peluang yang ada. Situasi ini juga berlaku untuk perusahaan yang bergerak di bidang ritel.

Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang menilai warga kelas menengah ke bawah memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi, meski daya belinya tentu tidak sekuat daya beli warga menengah atas.

“Fokus segmen dari Ramayana itu cukup baik ditengah persaingan yang ketat. Dia mampu melihat peluang dan memasarkan produknya kepada masyarakat menengah ke bawah. Dan fokus segmen ini sebaiknya tetap dipertahankan,” ujarnya di Jakarta, awal pekan ini.

Selain itu, dengan adanya rencana Ramayana untuk membuka sejumlah toko di luar Pulau Jawa juga dinilai sebagai langkah positif pengembangan bisnisnya. Dengan ekspansi itu, Edwin memperkirakan kinerja usaha perseroan bisa tumbuh 15%-20% pada tahun ini.

“Orang biasanya melihat potensi terkuat ada di Jawa, tetapi mereka lupa di luar Jawa, seperti Sumatra, potensinya juga cukup besar. Ramayana punya kelebihan untuk membuka pertokoan di daerah-daerah itu, termasuk di remote area, yang tidak terjangkau peritel besar,” jelasnya.

Namun, dari sisi pergerakan saham, sambungnya, emiten dengan kode RALS ini memang masih relatif datar. Untuk meningkatkan pergerakan harga saham, Edwin menyarankan agar Ramayana meningkatkan likuiditas sahamnya.

Dia juga memperkirakan harga saham perseroan bisa menembus level Rp1.000 pada akhir tahun ini. “Menambah likuiditas itu macam-macam, bisa menaikkan jumlah saham beredar, menambah corporate action, serta lebih terbuka lagi kepada publik,” katanya.

Seperti diketahui, Ramayana berencana menambah sejumlah toko di Balikpapan, Pekanbaru dan Palembang. Selain melakukan ekspansi, perseroan juga telah melakukan efisiensi kepada pekerja yang tidak produktif pada divisi supermarket.

Dengan langkah-langkah tersebut, biaya operasional terhadap rasio penjualan berkurang jadi 21% pada kuartal III/2010 dari capaian rata-rata dua kuartal sebelumnya, 24,3%. Program ini, menurut manajemen Ramayana, akan diteruskan tahun ini.

Optimisme serupa juga diungkapkan oleh Praska Putrantyo, analis PT Infovesta Utama. Dia memproyeksi harga saham RALS bisa sampai pada kisaran Rp900 – Rp1.000 dalam 3-6 bulan ke depan, dengan prediksi pertumbuhan pendapatan perseroan sekitar 15%.

Menurut Praska, peningkatan itu terjadi seiring dengan kenaikan indeks konsumsi, yang juga mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat. Dia merujuk pada pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang 6,1% dan PDB per kapita yang sudah di atas US$3.000.

“Untuk tahun ini kan diasumsikan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,4%, jadi lebih tinggi lagi. Dengan dasar-dasar itu, saya perkirakan industri ritel di Indonesia bisa tumbuh sekitar 15%, termasuk Ramayana,” jelasnya.

Sejalan dengan itu, lanjut Praska, saham RALS, masih potensial untuk menjadi pilihan bagi investor meski lebih bersifat jangka panjang. Hal ini melihat dari pergerakan harga saham RALS yang relatif stabil.

“Kalau harga sahamnya kan tidak yang naik secara besar, tetapi bergerak stabil, karena ada seasonal (musiman) juga. Nah, tipe saham seperti ini lebih cocok untuk investasi jangka panjang,” tambahnya.

Analis Danareksa Sekuritas Lydia Suwandi dalam risetnya yang diterbitkan 12 Oktober 2010 tetap merekomendasikan beli untuk saham emiten yang dimiliki Paulus Tumewu itu dengan target harga saham Rp1.060 pada akhir 2011.

Lydia juga menilai ekspansi ke luar Jawa yang direncakanan perseroan akan menggenjot pendapatan perseroan. Pasalnya, margin yang diperoleh Ramayana di luar Jawa akan lebih tinggi dari margin yang selama ini datang dari toko-tokonya di Pulau Jawa.

“Dengan menambah 3 toko saja di luar Jawa, dapat menambah keuntungan sekitar 4% yang terletak pada perbedaan harga jual. Misalnya kalau di Jawa marjin keuntungan hanya 30-32%, jika membuka di Papua bisa mencapai mencapai 50%,” paparnya.

Hingga akhir 2010, Lydia memperkirakan total pendapatan perseroan bisa mencapai Rp6,05 triliun dengan asumsi proyek penjualan naik pada Oktober-Desember 2010. Meski, target tersebut sedikit lebih rendah dari ekpektasi awalnya, Rp6,14 triliun.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi