BUMN Karya, Rumah DPR dan IPO
Jarum jam di tangan baru saja melebarkan jarak ke pukul 13.00 Wib (7/2/2011). Pergantian suasana di ruang rapat Komisi VI DPR mulai terjadi. Jajajaran direksi PT Semen Gresik Tbk dan PT Semen Padang baru saja meninggalkan ruang tersebut.
Tak lama berselang, Deputi Bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin memimpin jajaran direksi BUMN karya untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR.
Sebanyak 14 direksi BUMN beserta staf dan jajarannya, Senin lalu hadir memenuhi undangan tersebut. Kursi yang biasa digunakan oleh mitra kerja Komisi VI saat menggelar rapat bersama penuh terisi, sementara kursi anggota dewan seperti biasa, terlihat lowong.
Berdasarkan catatan, RDP tersebut dihadiri 35 orang anggota legisltaif. Sementara jumlah anggota Komisi VI lebih dari 50 orang. Sejumlah direksi yang tak kebagian tempat duduk, memilih mengambil tempat di kursi undangan yang berada di podium ruang tersebut.
Melihat kondisi ini, anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno mempersilahkan direksi yang berada di podium, menempati kursi anggota dewan yang kosong.
Sejawat Hendrawan, Arya Bima Wakil Ketua Komisi VI DPR yang juga bertindak selaku pimpinan rapat, sempat berseloroh. “Mungkin jajaran direksi BUM karya yang tidak kebagian tempat duduk, bisa duduk di kursi pimpinan. Mumpung masih ada tiga yang lowong,” katanya.
Inilah kali pertama, Komisi VI DPR mengelar rapat secara lengkap dengan 14 BUMN karya yang terdiri dari sembilan BUMN di bidang jasa konstruksi dan lima BUMN yang bergerak di jasa konsultan.
Paparan dimulai oleh Sumaryanto Widayatin. Sesaat setelah selesai, dia meminta direksi BUMN karya besar, seperti PT Wijaya Karya Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Adhi Karya Tbk, dan PT Waskita Karya menyampaikan materi lebih awal.
Meski semua BUMN karya ini memperoleh sorotan yang sama, anggota dewan memberi respons lebih atas kinerja Adhi Karya.
Dalam materi yang disampaikan, Direktur Utama Adhi Karya Bambang Triwibowo mengungkapkan sejumlah target yang ingin diraih perseroan pada 2011.
Perseroan dengan kode saham ADHI ini mematok angka pendapatan senilai Rp9,15 triliun pada 2011 atau tumbuh hampir 51% dibandingkan dengan proyeksi 2010 sebesar Rp6,06 triliun.
Demikian pula dengan kinerja laba bersihnya. Perseroan ini mematok kenaikan laba bersih 9,82% menjadi Rp203,56 miliar pada 2011 dibandingkan dengan Rp185,36 miliar pada 2010.
“Kami juga memperoleh banyak penghargaan atas kinerja yang telah kami capai,” kata Bambang dengan bangga.
Tengok saja penghargaan perseroan yang sempat diperlihatkan Bambang, di antaranya Indonesia’s Most Admired Company, Indonesia’s Most Trusted Company Award, Indonesia GCG Award 2009, dan Indonesian Financial Reporting Award (IFRA) 2008.
Rupanya, deretan angka dan target yang fantastis Adhi Karya itu tidak menarik bagi sejumlah anggota Komisi VI.
Rentetan penghargaan yang diraih Adhi Karya justru menganggu telinga anggota DPR.
Saat memperoleh kesempatan mengajukan pertanyaan, beberapa anggota Komisi VI justru mengkritik capaian kerja Adhi Karya.
Anggota dewan menyoroti kinerja Adhi Karya yang memperoleh kontrak renovasi rumah anggota DPR di Kalibata Jakarta Selatan. Semestinya, per 1 Januari 2011 renovasi perumahan DPR itu sudah tuntas.
Meski ada beberapa anggota yang malu-malu menyebut nama Adhi Karya, beberapa diantaranya secara terang-terangan menyebut deretan penghargaan yang dicapai Adhi Karya tidak sesuai dengan hasil kinerjanya.
“Banyak penghargaan yang diraih, hanya dari Tuhan saja yang nggak dapat. Tapi untuk merenovasi satu rumah DPR saja bocor di mana-mana,” kata salah satu anggota dewan.
Mungkin saja Bambang sempat terkejut menerima kritik ini. Dia tidak mengira, di depan Deputi Menteri BUMN dan jajaran direksi BUMN karya lain, sejumlah anggota dewan menyampaikan keluh kesahnya mengenai renovasi rumah tersebut.
Persoalan renovasi rumah anggota DPR di Kalibata ini sebenarnya bukan hal baru. Pada 2010, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pernah menyampaikan adanya dugaan penggelembungan (mark up) anggaran proyek renovasi rumah.Namun dugaan itu dibantah oleh pihak Adhi Karya yang menyebut pihaknya hanya sebagai kontraktor dan pelaksana proyek dalam pembangunan tersebut.
Lalu, jika persoalan renovasi rumah itu masih saja dilemparkan DPR, apakah memang terbukti atau sekedar sensasi ?
Namun soal renovasi rumah dan kritikan terhadap Adhi Karya hanya sekedar pemanasan karena selanjutnya fokus rapat beralih kepada rencana strategis dan aksi korporasi sejumlah BUMN karya.
Komisi VI ternyata tak memberikan lampu hijau untuk rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) dua BUMN jasa konstruksi yakni PT Waskita Karya dan PT Hutama Karya (HK) yang dijadwalkan berlangsung pada tahun ini.
Penolakan dari Senayan karena adanya masukan dari sejumlah anggota DPR yang meminta Kementerian BUMN melakukan pengelompokan (grouping) seluruh perusahaan jasa konstruksi.
Perusahaan jasa konstruksi di bawah kendali Kementerian BUMN sampai saat ini cukup banyak dan memiliki bisnis usaha yang sama, yakni di bidang pelaksana, pengadaan barang maupun pembangunan infrastruktur dan perumahan.
Ada sembilan BUMN yang bergerak di bidang kontraktor, dan lima BUMN lainnya bergerak di jasa konsultan.
“Setelah proses itu dilakukan, baru kita bicara rencana IPO Waskita Karya dan Hutama Karya,” kata Arya Bima.
Bagi Waskita dan HK, proses itu bisa kian menjadi lama karena seperti kata Bima,
kedua perusahaan belum menyampaikan permohonan secara resmi kepada DPR untuk melangsungkan IPO tahun ini.
Padahal, kedua BUMN punya prospek kinerja yang lumayan. Direktur Utama Waskita Karya M. Choliq menyampaikan keyakinanannya laba bersih BUMN itu tahun ini akan lebih tinggi dari proyeksi awal apabila perusahaan tersebut dapat melangsungkan IPO tahun ini.
Berdasarkan rencana kerja dan anggaran perseroan (RKAP) 2011, Waskita mematok laba bersih senilai Rp201,22 miliar, tumbuh 69,29% dibandingkan dengan proyeksi 2010 sebesar Rp118,86 miliar.
Hal senada disampaikan Direktur Utama Hutama Karya S. Subagyono. Menurut dia, perseroan telah meraih kontrak baru yang diincar perseroan itu pada 2011 senilai Rp10,97 triliun, naik 14,99% dibandingkan dengan 2010 senilai Rp9,54 triliun.
“Target penjualan 2011 kami perkirakan mencapai Rp7 triliun, tumbuh dua kali lipat dibanding 2010 sebesar Rp3,29 triliun. kami juga berharap diikutsertakan dalam IPO tahun ini,” kata Subagyono.
Sayangnya, Komisi VI nampaknya bergeming dengan pemaparan itu. Arya Bima mengaku prospek menjanjikan itu tidak dapat dijadikan pertimbangan DPR memberi lampu hijau IPO keduanya.
Di sisi lain, BUMN karya dan jasa kontruksi sebenarnya juga menghadapi rencana perombakan komisaris dan direksi yang kabarnya telah berhembus di Kementerian BUMN.
Rencana perubahan manajemen diperkirakan terjadi di Adhi Karya, Waskita, Wijaya Karya dan PT Pembangunan Perumahan Tbk.
Perombakan tersebut terkait dengan usia beberapa direksi yang sudah memasuki masa pensiun, di samping adanya beberapa pejabat perusahaan pelat merah tersebut yang telah menjabat dua periode.
Menteri BUMN Mustafa Abu Bakar belum lama ini membenarkan adanya rencana perombakan direksi pada sejumlah BUMN. Dia mengatakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk itu akan segera digelar.
“Ada [ beberapa direksi BUMN] akan habis masa jabatan, jadi kami akan mencari calon direksi untuk menggantikan yang saat ini. Kami akan melakukan fit and proper test untuk menjaring nama calon direksi. Namun kami belum bisa menyebutkannya,” tuturnya.
Aaah mengurus BUMN memang ternyata tak semudah perkiraaan banyak orang. Intrik dan proses politik jamak terjadi asal tak menghalangi keberpihakan terhadap kepentingan publik.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Tak lama berselang, Deputi Bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin memimpin jajaran direksi BUMN karya untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR.
Sebanyak 14 direksi BUMN beserta staf dan jajarannya, Senin lalu hadir memenuhi undangan tersebut. Kursi yang biasa digunakan oleh mitra kerja Komisi VI saat menggelar rapat bersama penuh terisi, sementara kursi anggota dewan seperti biasa, terlihat lowong.
Berdasarkan catatan, RDP tersebut dihadiri 35 orang anggota legisltaif. Sementara jumlah anggota Komisi VI lebih dari 50 orang. Sejumlah direksi yang tak kebagian tempat duduk, memilih mengambil tempat di kursi undangan yang berada di podium ruang tersebut.
Melihat kondisi ini, anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno mempersilahkan direksi yang berada di podium, menempati kursi anggota dewan yang kosong.
Sejawat Hendrawan, Arya Bima Wakil Ketua Komisi VI DPR yang juga bertindak selaku pimpinan rapat, sempat berseloroh. “Mungkin jajaran direksi BUM karya yang tidak kebagian tempat duduk, bisa duduk di kursi pimpinan. Mumpung masih ada tiga yang lowong,” katanya.
Inilah kali pertama, Komisi VI DPR mengelar rapat secara lengkap dengan 14 BUMN karya yang terdiri dari sembilan BUMN di bidang jasa konstruksi dan lima BUMN yang bergerak di jasa konsultan.
Paparan dimulai oleh Sumaryanto Widayatin. Sesaat setelah selesai, dia meminta direksi BUMN karya besar, seperti PT Wijaya Karya Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Adhi Karya Tbk, dan PT Waskita Karya menyampaikan materi lebih awal.
Meski semua BUMN karya ini memperoleh sorotan yang sama, anggota dewan memberi respons lebih atas kinerja Adhi Karya.
Dalam materi yang disampaikan, Direktur Utama Adhi Karya Bambang Triwibowo mengungkapkan sejumlah target yang ingin diraih perseroan pada 2011.
Perseroan dengan kode saham ADHI ini mematok angka pendapatan senilai Rp9,15 triliun pada 2011 atau tumbuh hampir 51% dibandingkan dengan proyeksi 2010 sebesar Rp6,06 triliun.
Demikian pula dengan kinerja laba bersihnya. Perseroan ini mematok kenaikan laba bersih 9,82% menjadi Rp203,56 miliar pada 2011 dibandingkan dengan Rp185,36 miliar pada 2010.
“Kami juga memperoleh banyak penghargaan atas kinerja yang telah kami capai,” kata Bambang dengan bangga.
Tengok saja penghargaan perseroan yang sempat diperlihatkan Bambang, di antaranya Indonesia’s Most Admired Company, Indonesia’s Most Trusted Company Award, Indonesia GCG Award 2009, dan Indonesian Financial Reporting Award (IFRA) 2008.
Rupanya, deretan angka dan target yang fantastis Adhi Karya itu tidak menarik bagi sejumlah anggota Komisi VI.
Rentetan penghargaan yang diraih Adhi Karya justru menganggu telinga anggota DPR.
Saat memperoleh kesempatan mengajukan pertanyaan, beberapa anggota Komisi VI justru mengkritik capaian kerja Adhi Karya.
Anggota dewan menyoroti kinerja Adhi Karya yang memperoleh kontrak renovasi rumah anggota DPR di Kalibata Jakarta Selatan. Semestinya, per 1 Januari 2011 renovasi perumahan DPR itu sudah tuntas.
Meski ada beberapa anggota yang malu-malu menyebut nama Adhi Karya, beberapa diantaranya secara terang-terangan menyebut deretan penghargaan yang dicapai Adhi Karya tidak sesuai dengan hasil kinerjanya.
“Banyak penghargaan yang diraih, hanya dari Tuhan saja yang nggak dapat. Tapi untuk merenovasi satu rumah DPR saja bocor di mana-mana,” kata salah satu anggota dewan.
Mungkin saja Bambang sempat terkejut menerima kritik ini. Dia tidak mengira, di depan Deputi Menteri BUMN dan jajaran direksi BUMN karya lain, sejumlah anggota dewan menyampaikan keluh kesahnya mengenai renovasi rumah tersebut.
Persoalan renovasi rumah anggota DPR di Kalibata ini sebenarnya bukan hal baru. Pada 2010, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pernah menyampaikan adanya dugaan penggelembungan (mark up) anggaran proyek renovasi rumah.Namun dugaan itu dibantah oleh pihak Adhi Karya yang menyebut pihaknya hanya sebagai kontraktor dan pelaksana proyek dalam pembangunan tersebut.
Lalu, jika persoalan renovasi rumah itu masih saja dilemparkan DPR, apakah memang terbukti atau sekedar sensasi ?
Namun soal renovasi rumah dan kritikan terhadap Adhi Karya hanya sekedar pemanasan karena selanjutnya fokus rapat beralih kepada rencana strategis dan aksi korporasi sejumlah BUMN karya.
Komisi VI ternyata tak memberikan lampu hijau untuk rencana penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) dua BUMN jasa konstruksi yakni PT Waskita Karya dan PT Hutama Karya (HK) yang dijadwalkan berlangsung pada tahun ini.
Penolakan dari Senayan karena adanya masukan dari sejumlah anggota DPR yang meminta Kementerian BUMN melakukan pengelompokan (grouping) seluruh perusahaan jasa konstruksi.
Perusahaan jasa konstruksi di bawah kendali Kementerian BUMN sampai saat ini cukup banyak dan memiliki bisnis usaha yang sama, yakni di bidang pelaksana, pengadaan barang maupun pembangunan infrastruktur dan perumahan.
Ada sembilan BUMN yang bergerak di bidang kontraktor, dan lima BUMN lainnya bergerak di jasa konsultan.
“Setelah proses itu dilakukan, baru kita bicara rencana IPO Waskita Karya dan Hutama Karya,” kata Arya Bima.
Bagi Waskita dan HK, proses itu bisa kian menjadi lama karena seperti kata Bima,
kedua perusahaan belum menyampaikan permohonan secara resmi kepada DPR untuk melangsungkan IPO tahun ini.
Padahal, kedua BUMN punya prospek kinerja yang lumayan. Direktur Utama Waskita Karya M. Choliq menyampaikan keyakinanannya laba bersih BUMN itu tahun ini akan lebih tinggi dari proyeksi awal apabila perusahaan tersebut dapat melangsungkan IPO tahun ini.
Berdasarkan rencana kerja dan anggaran perseroan (RKAP) 2011, Waskita mematok laba bersih senilai Rp201,22 miliar, tumbuh 69,29% dibandingkan dengan proyeksi 2010 sebesar Rp118,86 miliar.
Hal senada disampaikan Direktur Utama Hutama Karya S. Subagyono. Menurut dia, perseroan telah meraih kontrak baru yang diincar perseroan itu pada 2011 senilai Rp10,97 triliun, naik 14,99% dibandingkan dengan 2010 senilai Rp9,54 triliun.
“Target penjualan 2011 kami perkirakan mencapai Rp7 triliun, tumbuh dua kali lipat dibanding 2010 sebesar Rp3,29 triliun. kami juga berharap diikutsertakan dalam IPO tahun ini,” kata Subagyono.
Sayangnya, Komisi VI nampaknya bergeming dengan pemaparan itu. Arya Bima mengaku prospek menjanjikan itu tidak dapat dijadikan pertimbangan DPR memberi lampu hijau IPO keduanya.
Di sisi lain, BUMN karya dan jasa kontruksi sebenarnya juga menghadapi rencana perombakan komisaris dan direksi yang kabarnya telah berhembus di Kementerian BUMN.
Rencana perubahan manajemen diperkirakan terjadi di Adhi Karya, Waskita, Wijaya Karya dan PT Pembangunan Perumahan Tbk.
Perombakan tersebut terkait dengan usia beberapa direksi yang sudah memasuki masa pensiun, di samping adanya beberapa pejabat perusahaan pelat merah tersebut yang telah menjabat dua periode.
Menteri BUMN Mustafa Abu Bakar belum lama ini membenarkan adanya rencana perombakan direksi pada sejumlah BUMN. Dia mengatakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk itu akan segera digelar.
“Ada [ beberapa direksi BUMN] akan habis masa jabatan, jadi kami akan mencari calon direksi untuk menggantikan yang saat ini. Kami akan melakukan fit and proper test untuk menjaring nama calon direksi. Namun kami belum bisa menyebutkannya,” tuturnya.
Aaah mengurus BUMN memang ternyata tak semudah perkiraaan banyak orang. Intrik dan proses politik jamak terjadi asal tak menghalangi keberpihakan terhadap kepentingan publik.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Comments