Mustafa dan Rightsizing

“I have so many home work.” Kalimat itu diucapkan Mustafa Abubakar ketika datang ke kantor redaksi kami, jam 10 pagi Rabu, 10 Februari 2010. Namun ucapan itu bukan kalimat keluhan nan curhat.

Mustafa seakan ingin memberi tahu kalau mengurus 141 perusahaan BUMN bukanlah urusan mudah. Penuh intrik, perlu ketegasan, independensi dan tentu saja niat baik. Dia datang hanya ditemani staf ahli khusus mas Eko, orang yang dulu saya kenal pertama kali sebagai corsec Bank Mandiri, bersama beberapa orang staf lainya.

Gaya bicara pak Mus, begitu saya memanggilnya, tak berubah sejak dulu, tenang, penuh canda, fokus , terstuktur dan tak banyak gaya. “Gaya bicaranya mantap,” kata Gus Pur alias mas Ipung Purboyo, salah satu mentor saya di Bisnis Indonesia.

Saya kenal pak Mus pertama kali pada 2005 di Banda Aceh. Kala itu saya meliput beliau sebagai Gubernur NAD, bersama Stewart D. Hall yang Dirut Bank Permata, membuka kantor cabang Permata Syariah di Banda Aceh.

Saya masih ingat acara itu di hotel milik pengusaha yang identik dengan Global Teleshop, jaringan pemasar elektronik. Hotel berbintang paling keren di Aceh setelah musibah tsunami dan dibangun hanya dalam 6 bulan.

Sikap yang ramah, masih melekat pada diri pak Mus ketika harus menjabat dirut Perum Bulog. Perusahaan yang penuh masalah dan beberapa pimpinan sebelumnya harus meringkuk di penjara. Bulog di bawah Mustafa kembali berkibar seperti dulu dipimpin Jusuf Kalla.

Masuk pasar Cipinang, pusat acuan harga beras Ibukota, lalu keliling Indonesia untuk mengecek cadangan beras pemerintah (CBP), ikut seremoni panen raya, isu ekspor beras, tata niaga gula, dan kestabilan harga menjadi tantangan yang dijalani dengan sukses oleh Mustafa.

Gaya bicara terstruktur dengan nada suara yang tenang itu tetap tak berubah ketika pada 15 Oktober 2009, dia mengatakan dirinya dipanggil pak Hatta untuk fit n proper menjadi Menteri Negara BUMN.

“Beng, mau nomor hape Mustafa gak,” kata saya kepada Bambang Jatmiko, jurnalis andal Bisnis Indonesia di kementerian BUMN.

“Boleh bos. Orangnya enak kan?”kata Ibeng, panggilan akrab saya buat Jatmiko. Dia memang terkenal akrab pula dengan Sofyan Djali, mantan menteri sebelumnya.
Rasanya kekhawatiran Ibeng tentu tak beralasan. Nama dia ternyata langsung masuk dalam relung benak pak Mus.

“Kalau bisa mas Bambang dipindahkan ke Medan Merdeka. Karena setiap acara apapun saya selalu ketemu dia,” kata Mustafa.

“Oh sudah pak, Bambang sekarang memang di press room BUMN,” ujar kami serempak.
Kembali soal pekerjaan rumah. “Saya sekarang punya dua lini. Yang pertama namanya Markas dan satunya Pasukan. Manntap kan..?” kata Mustafa bersemangat.

“Yang Markas ini tengah kami benahi, perlu refreshing di 6 jajaran deputi. Paling lambat akhir bulan februari ini,” ujarnya.

“Kalau Markas sudah diperbaiki, tentu pasukan yang 141 itu bisa diatur dengan baik. Namun saya punya strategi antara yaitu meningkatkan kinerja BUMN yang strategis.”

“Pertamina misalnya. Dia bisa cetak laba Rp25 triliun. Karen [dirut pertamina] bilang wah itu terlalu besar. Tapi RUPS nya saya pimpin langsung. Lalu mereka bahas angka satu demi satu dan ternyata bisa labanya 24 koma sekian trliun.”

“Dulu kita bisa bangga punya Pertamina, Bulog,dan PLN. Sayangnya Bulog terdegradasi dan Pertamina juga begitu.”

“Ini off the record ya. Pendapat saya pribadi Pertamina terdegradasi karena strategi yang tidak tepat. Petronas itu memotret 100% strategi pengembangan Pertamina dulu, dan sekarang mereka jauh di atas Pertamina,” tutur Mustafa.

“Saya kira ini terjadi pemihakan bidang-bidang dan wewenang sehingga tidak sehat. Ada BP Migas dan lainnya. Memang dulu sasaran kritiknya adalah regulator tidak boleh sekaligus jadi pemain,” katanya, dan kami cuma mengangguk.

Laba bersih Pertamina pada 2009 (prognosa) mencapai Rp15,39 triliun atau lebih tinggi 29% dari target RKAP Rp11,96 triliun. Target 2010, laba diperkirakan Rp25 triliun.

“Tapi sekarang saya kira semuanya sudah on the track. Kami bagi dalam 18 bidang. Yang teratas itu energi, banking dan telekomunikasi,”

“Ada 10 sektor unggulan yang saya katakan sudah go global atau go internasional. Mereka itu ada Bank Mandiri, Pertamina, Garuda, PT BA, Semen Gresik, Pupuk Sriwidjaja, PT PAL, PT Dirgantara, dan lainnya,”

“Ada juga sektor prioritas yaitu industri strategis atau BUMNIS. Memang ada kebijakan presiden untuk keberpihakan penggunaan produksi dalam negeri di alutsista,”

“Total aset BUMN pada 2009 diperkirakan meningkat 8,7% atau Rp77 triliun dari Rp1.978 triliun menjadi Rp2.150 triliun. Pada 2010, aset BUMN diperkirakan mencapai Rp2.505 triliun,”

“Laba BUMN pada 2009 mencapai Rp74 triliun, memang lebih kecil dari 2008 yang Rp78 triliun, tapi setidaknya melampaui target Rp70 triliun. Pada 2010, laba bersih BUMN ditargetkan Rp92,7 triliun,”

Mustafa pun memaparkan kerugian BUMN juga menyusut signifikan.Di handout biru yang dia bagikan terungkap di halaman 8, pada 2009 tersisa 20 BUMN yang masih merugi. Tahun ini diharapkan jumlah BUMN rugi hanya 8 perusahaan.

Nilai kerugian total juga berkurang drastis dari Rp13,95 triliun pada 2008 menjadi Rp1,17 triliun pada tahun lalu. Pada 2010, Mustafa bilang kerugian akan tersisa Rp183,1 miliar.

Prognosa kerugian itu luar biasa karena PLN yang selama ini menjadi kontributor rugi terbesar, diperkirakan mulai untung dengan pemberian margin oleh pemerintah sebesar 5%.

Pada 2009, PLN pun membukukan laba Rp6 triliun dan pada 2010 ini dengan peningkatan margin menjadi 8%, PLN diharapkan mencapai laba Rp10 trriliun hingga Rp12 triliun. Tentu asal jangan byar pet dan penyalaan bergilir.

Ada sejumlah BUMN yang disehatkan sejak 2009 yaitu, Merpati, PT Industri Sandang Nusantara, Kertas Kraft Aceh, Semen Kupang, PAL, Waskita Karya, Djakarta Lloyd, Perum PPFN, Balai Pustaka, Berdikari, Iglas, Primissima, Hotel Indonesia Natour, Varuna Tirta Prakasya, Perum PPD dan PT Industri Kapal Indonesia.

Kali ini Mustafa mempertunjukkan bagaimana kapasitasnya sebagai mantan dirut Bulog, dia memberikan kuliah strategis tentang industri gula.

Dia memaparkan kebutuhan gula kristal putih dan gula rafinasi pada 2009 mencapai 4,85 juta ton sementara produksi baru 2,62 juta ton. Jadi ada gap 2,22 juta ton.

“Pada 2014, kebutuhan akan gula mencapai 5,7 juta ton dan produksi baru 3,54 juta ton, jadi masih gap 2,16 juta ton.”

“Jadi memang perlu revitalisasi dan itu butuh investasi dengan total anggran mencapai Rp24,3 triliun,”

“Dephut sudah siap tawarkan lahan 400.000-500.000 hektare untuk penanaman tebu. Kami nanti akan ada MoU dengan 5 menteri soal gula ini.

Mustafa juga menjelaskan dengan sangat clear bagaimana kegiatan on farm dari gula. Dia ingin meningkatkan rendemen gula dari rata-rata kurang 8% menjadi minimal di atas 8%. Soalnya pabrik gula swasta mampu mencetak rendemen 10%-11%.

“Jadi ada gurauan kalo kualitas manajemen akan meningkatkan rendemen,” tuturnya coba berseloroh soal manajemen pabrik gula yang masih amburadul.

Di sisi off farm, kata Mustafa, ada pembangunan 10-25 pabrik gula baru termasuk milik swasta. BUMN yangberpartisipasi dalam program revitalisasi a.l. PTPN II, VII, IX, X, XI, XIV dan RNI dengan anggaran Rp6,3 triliun.

“Ambisi pribadi saya adalah kita bisa produksi gula putih dan raw sugar jadi tak perlu impor terus, tapi memang di hilir perlu pengaturan tata niaga gula dengan Depdag,” kata Mustafa sambil tersenyum.

Kami juga tersenyum karena paham bagaimana cengkeraman mafia gula yang terkenal dengan sebutan 8 Samurai Gula.

Di industri pupuk juga demikian, ada progam revitalisasi yang butuh anggaran Rp47,1 triliun atau lebih 7 kali lipat dari musibah dana Bank Century.

Caranya, kata Mustafa, ada 5 pabrik urea yang direvitalisasi. PT Pusri bangun 3 pabrik, PT Pupuk Kujang 1 pabrik, dan PT PKT dengan 1 pabrik.

Pasokan gas untuk Pupuk Kaltim diamankan dengan principle agreement dengan para pemasok gas seperti Total E&P Indoesia, Pearl Oil dan Inpex Corporation sejumlah 80 juta kaki kubik per hari (mmmscfd) mulai 2012 selama 10 tahun.

“Memang pada zaman pak Sofyan Djalil ada upaya holding dan belum selesai dan baru operasionalisasi di Pupuk Sriwidjaja. Nanti saya mau jadi investment holding jadi dia bisa bikin investasinya bagaimana dan strategui pemasarannya seperti apa.”

Bagaimana dengan perkebunan kelapa sawit atau industri CPO?

Pada 2009 ada 14 PTPN dan total produksi CPO mencapai 17,71 juta ton. Sebanyak 75% produksi diekspor terutama ke India, Eropa dan China. Sebagian besar ekspor itu malah masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk produk turunan dengan harga tinggi.

Karena itu pemerintah bikin kebijakan DMO, domestic market obligation. 2015 hanya boleh ekspor 50% dari total produksi dan 2020 hanya boleh 30%.

“Untuk PTPN ada upaya dibikin regrouping. Jadi yang pertama berdasarkan region, itu bisa tersisa 7-8 perusahaan saja,”

“Saya ingin mewacanakan regrouping berdasarkan komoditas. Jadi ada PTPN gula, sawit, teh, karet, atau mungkin nanti hanya ada 5 PTPN saja berdasarkan komoditas sehingga lebih kuat dan fokus”

Lalu bagaimana dengan sektor finansial, tentang holding asuransi atau dampak kebijakan single presence policy untuk bank-bank BUMN?

“Terus terang untuk asuransi belum saya pelajari tapi nanti pak Parikesit yang bisa menjelaskan. Tapi kalau soal SPP bank BUMN, itu memang berat. Kami sudah kirim surat kepada Bank Indonesia dan meminta agar ada pengunduran waktu aturan kepemilikan tunggal bagi bank BUMN,”

Saya tersenyum mendengar jawaban Mustafa yang nyaris sama dengan jawaban Sugiharto dahulu maupun Sofyan Djalil pada 2 tahun terakhir. Sugiharto sekarang menjadi Preskom Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, satu-satunya asuransi mutual di Tanah Air.

Banyak sebenarnya yang ingin saya tanyakan kepada Mustafa tapi jarum di jam dinding lantai 8 ini sudah menunjukkan pukul 12.30 wib. Bau soto betawi dan gado-gado menyeruak di luar ruang pertemuan.

“Ayo pak kita makan soto betawi. Bapak mau nasinya seberapa?”

“Saya pilih lontong saja, kalau nasi kan saya sudah kenyang selama menjadi dirut Bulog....hahahahahaha,” ujar Mustafa.

Oke pak Mus, jangan lupa PR-nya.

Karet, 10 Feb
Fahmi achmad

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi