Gudang Garam & revisi cukai

(by Arif Gunawan S.)

PT Gudang Garam tahun lalu menggusur posisi PT HM Sampoerna Tbk sebagai produsen rokok terbesar nasional. Tahun ini, sistem cukai baru membuat emiten tersebut membentengi bisnis kreteknya.
Data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyebutkan pangsa pasar Gudang Garam naik 200 basis poin (bp) dari 23% menjadi 25% pada sepuluh bulan pertama 2009. Di sisi lain, HM Sampoerna menguasai 24% pangsa pasar.
Jika Phillip Morris tidak digabung dengan HM Sampoerna, Gudang Garam menjadi produsen rokok kretek dan non-kretek terbesar nasional. Perusahaan berbasis di Kediri Jawa Timur ini memproduksi 51,2 miliar batang rokok per Oktober 2009, atau naik 13,8% secara tahunan.
Namun, peta industri rokok terus berubah terutama setelah pemerintah merevisi peraturan pajak rokok pada tahun ini, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009. Peraturan itu efektif berlaku sejak 1 Januari 2010.
Analis CLSA Asia Pacific Markets Swati Chopra menilai peraturan tersebut akan mendorong Gudang Garam mempertahankan produksinya di lini SKT yang membagi margin lebih tinggi, dan secara bersamaan mencoba memperkuat pasar rokok mild.
"Gudang Garam mengalihkan produknya ke lini bermargin lebih tinggi dengan harga murah, yakni SKT. Produk ini memiliki lebih banyak kandungan tar dan nikotin dibandingkan dengan SKM, namun lebih murah karena cukai lebih rendah," tuturnya dalam laporan riset per 7 Januari.
Dengan struktur cukai sekarang, lanjutnya, margin rokok SKT mencapai 54%, jauh melampaui margin SKM yang hanya 38%. Tidak heran, produk SKT Gudang Garam tumbuh lebih tinggi dari produk SKM, yakni sebesar 25,9% secara tahunan dibandingkan dengan SKM yang naik hanya 11,5%.
Swati mencatat situasi suku bunga rendah dan pajak cukai seperti sekarang seharusnya membantu kinerja Gudang Garam. Dia mengestimasikan tiap 1% kenaikan harga SKM, laba perseroan naik 5%, sedangkan 1% kenaikan volume SKM akan menaikkan laba sebesar 2,2%.
"Kami memasang estimasi 11%-42% melampaui konsensus, karena kami memperkirakan margin saat ini bertahan dan pertumbuhan volume terefleksikan tahun ini. Proyeksi laba bersih naik 6%-11% dan Gudang Garam masih menjanjikan karena tahun lalu masih menjadi saham termurah ketiga di antara saham konsumsi yang disoroti CLSA," ujarnya.

Industri
Terpisah, analis PT Citigroup Securities Indonesia Ella Nusantoro menilai kebijakan cukai yang baru itu akan menguntungkan perusahaan rokok besar, karena kenaikan cukai lebih besar dikenakan pada produsen rokok skala kecil.
Perusahaan rokok tier 1 yang memproduksi lebih dari 2 miliar batang per tahun, kini harus membayar cukai Rp310 per batang untuk produk SKM (sigaret kretek mesin) dan SPM (sigaret putih mesin) atau naik 6,9%. SKT (sigaret kretek tangan) terkena pajak Rp215 per batang atau naik lebih tinggi dari SKM dan SPM tier I, sebesar 7,5%.
"Perusahaan rokok tier 2, yang produksinya di bawah 2 miliar batang per tahun menghadapi kenaikan pajak sebesar 9,5% untuk rokok SKM menjadi Rp230/ batang, 17,6% untuk rokok SPM menjadi Rp200 per batang, dan 16,7% untuk rokok SKT menjadi Rp105 batang," paparnya dalam riset per 7 Desember.
Berdasarkan pembelian pita cukai, lanjutnya, kenaikan cukai berujung pada mahalnya harga rokok SPM, dengan kebanyakan produk SPM membayar pajak 20% lebih besar dibandingkan dengan produk SKM yang pajaknya hanya naik 7%, serta produk SKT yang pajaknya naik 10%.
Bisnis mencatat SPM tidak menjadi bisnis utama Gudang Garam. Para pemain rokok SPM terutama adalah Philip Moris (Marlboro), BAT (Lucky Strike, Ardath, Kansas, Dunhill), dan Bentoel (Country).
Swati menilai pemerintah memang berupaya menciptakan arena usaha yang setara (level playing field) dengan menaikkan cukai SKT lebih tinggi dari SKM. Kebijakan baru itu juga membuat kenaikan cukai pemain kecil lebih besar dalam beberapa tahun terakhir.
"Mulai tahun ini, cukai untuk produsen kecil naik hingga 40%-60%, sedangkan pemain besar mencapai 6%-11%. Kebijakan itu diambil untuk mencegah pemain besar memanfaatkan situasi dengan mengoperasikan perusahaan-perusahaan kecil, guna menghindari pajak," paparnya.
CLSA mencatat cukai sejauh ini menyumbang 75% biaya produksi di perusahaan rokok, namun kondisi itu diperkirakan tidak menjadi kendala industri rokok. Lembeknya peraturan kesehatan membuat 78% perokok di Indonesia mulai menghisap rokok pada usia 19 tahun.
Akibatnya, industri rokok menyumbang 10% pemasukan pajak pemerintah dan membuka 6-7 juta lapangan kerja, dan cukai rokok Indonesia layak masuk ke Guiness book of record sebagai cukai terendah di dunia.
Pemerintah Indonesia tahun lalu menargetkan setoran cukai Rp54,5 triliun, atau naik 6% secara tahunan. Hingga November, mereka telah meraup 91% target tersebut senilai Rp45,6 triliun, dan tahun ini menargetkan pendapatan cukai naik 5% menjadi Rp57 triliun, atau 8% total pendapatan pajak RI.
Bagi Gudang Garam dan perusahaan rokok sejenis yang bermain di segmen rokok kretek, peraturan cukai baru tersebut tidak banyak menjadi kendala sama seperti 16 tahun terakhir ketika industri ini tumbuh rata-rata 3,4% per tahun.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi