Efek VOA di Batam & Bintan

Kebijakan Ditjen Imigrasi tentang dihapuskannya Visa on Arrival (VoA) untuk masa berlaku 7 hari bisa menghantam bisnis wisata di Pulau Batam dan Bintan yang selama ini banyak mendapatkan kunjungan wisman dari Singapura untuk liburan akhir pekan.
"Kalangan industri di Batam cemas menghadapi perayaan Imlek dan Valentine pekan depan yang diharapkan menjadi masa panen karena kunjungan wisman dari Singapura mulai menyusut,” kata Wuryastuti Sunario, Ketua Care Tourism, hari ini.
Menurut dia, kebijakan VoA atau visa saat kedatangan untuk masa 7 hari dengan biaya US$10 per 26 Januari 2010 telah dihapuskan. Ditjen Imigrasi kini memberlakukan masa berlaku visa selama 30 hari dengan biaya sebesar US$25 yang dapat diperpanjang hingga 60 hari. Akibatnya bagi wisman khususnya dari Singapura yang ingin menghabiskan liburan akhir pekan di Batam dan Bintan harus mengurungkan niatnya.
Wuryastuti mengungkapkan berdasarkan data dari Bintan Resort, pada tahun 2009, Bintan menerima 410.454 wisman, meningkat 3,2% dibanding tahun 2008.Sedangkan lama tinggal rata-rata adalah adalah 2,7 hari dengan rincian, wisatawan internasional rata-rata tinggal 3,41 hari, expatriat dari Singapura tinggal rata-rata 2,09 hari sedang wisatawan Singapura tinggal rata-rata 1. 98 hari di Bintan.
Dari wisatawan yang berwarganegara lain non ASEAN yang membutuhkan VoA adalah yang dari Jepang, Korea, China, Inggris, Australia, USA, Jerman, Perancis, Hong Kong, Taiwan dan Belanda. “Industri pariwisata di Bintan maupun pelayanan ferry akan mengalami kerugian yang sangat besar karena ternyata lama tinggal wisatawan di Riau rata-rata kurang dari 3 hari saja,” kata Wuryastuti.
Tadinya industri pariwisata di Batam maupun di Bintan mengharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisman pada Imlek dan Valentine's day yang jatuh pada akhir pekan (week-end) minggu depan. Namun dengan peraturan baru VoA harapan tersebut akan sirna.
Masalah tarif tunggal VoA mencuat pada Rapat Kerja Daerah Asita (Associations of Indonesian Toursb & Travel Agencies di Hotel Le Grandeur, Jakarta, Rabu. Selain kebijakan tersebut diberlakukan tanpa sosialisasi terlebih dulu, Pemkot Batam juga tengah menggelar program Visit Batam Year 2010.
Ketua Asita DKI Jakarta, Herna Danuningrat mengungkapkan koleganya, ekspatriat di Singapura yang biasa menghabiskan waktu akhir pekan di Batam kini enggan berkunjung karena biaya tinggi yang ditimbulkannya “Dia biasa datang dengan anggota keluarga. Jadi kalau untuk kunjungan akhir pekan saja sudah harus mengeluarkan biaya VoA untuk 5-6 orang dia keberatan. Padahal mereka suka wisata kuliner di Batam yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat Batam,” kata Herna.
Wakil ketua Asita DKI Jakarta, Rudiana mengatakan masalah VoA mengemuka di Rakerda II karena mereka prihatin dengan dampaknya bagi industri wisata di Kepulauan Riau itu. Kenaikan biaya itu sendiri seharusnya melalui sosialisasi dahulu dari pihak imigrasi dan harus diikuti dengan peningkatan pelayanan keimigrasian tanpa ada antrian.
“Datang ke Kamboja untuk VoA juga dikenakan US$30 tapi karena pelayanannya bagus dan wisman diberi kemudahan maka biaya sebesar itu tidak membuat mereka menjadi enggan datang. Jadi lagi-lagi kordinasi, sinergi dan sosialisasi jangan diabaikan karena pariwisata menjadi bisnis yang menyangkut citra dan sangat kompetitif,” tandasnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Batam Guntur Sakti di Batam, pekan lalu, pada Antara mengatakan kebijakan tarif tunggal menjadi kontra produktif dengan upaya pemerintah menggalakkan penyerapan wisman di Batam. Padahal, pemerintah kota menetapkan 2010 menjadi tahun kunjungan wisata.
Akibat penetapan VoA tarif tunggal, pemerintah kota pesimis dapat mencapai target kunjungan wisatawan 1,2 juta selama 2010. Padahal, kata dia, kebanyakan turis datang ke Batam untuk tinggal sekitar tiga hari. Bahkan ada yang datang pagi, pulang sore. Tetapi tetap harus bayar visa US$25 dolar, katanya.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi