Analisa Bank Mandiri

Manajemen PT Bank Mandiri Tbk baru-baru ini mengumumkan proyeksi laba bersih 2009 yang belum diaudit melampaui Rp6 triliun. Menurunnya kredit seret dan kenaikan net interest margin (NIM) diproyeksi terus terjaga.
Baru-baru ini, bank beraset terbesar nasional itu mengadakan pertemuan analis untuk menunjukkan rencana lima tahun ke depan, inisiatif strategis untuk mencapai rencana tersebut, dan indikasi kinerja yang belum diaudit.
Di forum tersebut, bank pelat merah tersebut juga memaparkan implikasi peraturan baru, yakni PSAK 50 & 55 terhadap kinerja industri bank.
Manajemen mengungkapkan rencana lima tahun memperkuat posisi menjadi lembaga keuangan berpangsa pasar 14%-15%. Pihak manajemen berniat menggandakan kapitalisasi pasar senilai US$23 miliar dengan membidik rasio pegembalian ekuitas (ROE) minimal 25% dan rasio kredit bermasalah (NPL) di bawah 3%.
Analis PT Citigroup Securities Indonesia Salman Ali menilai laba Bank Mandiri yang belum diaudit senilai Rp6,7 triliun pada 2009 tercatat melampaui proyeksi Citigroup sebesar Rp6,2 triliun, dan bahkan 6% melampaui konsensus sebesar Rp6,35 triliun.
Angka unaudit yang sejalan degnan target manajemen ‘di atas Rp6 triliun’ tersebut dinilai banyak disumbang faktor menguatnya pendapatan bunga bersih dari margin bunga bersih positif.
“Variasi positif yang timbul menurut kami adalah membaiknya NIM melampaui ekspektasi pada triwulan IV/2009 dan biaya kredit yang lebih rendah dari ekspektasi,” tuturnya dalam laporan riset per 11 Maret.
Proyeksi laba bersih akhir 2009 sebesar Rp6,7 triliun tersebut, lanjutnya, mengimplikasikan laba triwulan IV/2009 sebesar Rp2,1 triliun atau naik 24% secara triwulanan dan 54% secara tahunan.
Di sisi lain, lanjutnya, penurunan bunga dari kepemilikan SBI yang hampir 30% dari deposito berdampak negatif terhadap imbal hasil aset. Sebagian ditutup dengan tingkat deposito lebih rendah, mengikuti persetujuan membatasi deposito berjangka sebesar 7,5% dari Agustus ke November, dan 7% dari November ke depan.
“Kami mengasumsikan pendapatan bunga bersih pada triwulan IV tidak berubah dari posisi triwulan III, sebagian besar disumbang NIM. Pencadangan diasumsikan sebesar Rp450 miliar, sedikit menurun dari posisi dua triwulan sebelumnya di level Rp550 triliun,” papar Salman.

Percaya diri
Terpisah, analis PT AAA Securities Henry S, Pranoto menilai manajemen percaya diri mencapai target perbankan korporasi, dan secara bersaman menjadi bank ritel pilihan konsumen terutama di bidang kartu kredit, pinjaman pribadi, kepemilikan rumah, perbankan syariah, dan menjadi bank mikro terbesar kedua.
Dari data yang belum diaudit, pinjaman bruto Bank Mandiri mencapai Rp198,5 triliun pada 2009, berarti meningkat 13,8% dibandingkan dengan kinerja tahun lalu. Angka ini sedikit di bawah perkiraan AAA Securities sebesar Rp202 triliun atau tumbuh 16% secara tahunan.
“Kami melihat bahwa penurunan pertumbuhan kredit terutama disumbangkan sektor korporasi yang hanya tumbuh Rp1,06 triliun sepanjang triwulan IV/2009 dibandingkan dengan posisi yang sama pada 2009 sebesar Rp6.87 triliun,” paparnya dalam laporan riset per\8 Februari.
Lebih likuidnya pinjaman luar negeri dan pasar modal, lanjutnya, membuat pinjaman bank kurang diminati dibandingkan dengan instrumen lain yang memberikan bunga lebih rendah dan lebih longgarnya agunan dan perjanjian.
NPL dilaporkan terjaga di bawah 3% atau lebih rendah dari perkiraan broker tersebut. Dengan kebijakan mempertahankan provisi pada level 200%, Bank Mandiri dipercaya mencatat pendapatan provisi akhir 2009.
“Ini adalah salah satu alasan juga bahwa Bank Mandiri memiliki laba bersih lebih dari Rp6 triliun, sementara perkiraan kami berdiri di Rp5,9 triliun,” papar Henry.
Di tengah rencana ekspansi ke bisnis bermargin tinggi (mikro kredit), yang secara tradisional memiliki tingkat NPL sekitar 5-6% per tahun, manajemen Bank Mandiri tetap konservatif untuk urusan NPL
Henry menilai kredit mikro Bank Mandiri tidak akan menjadi beban di masa mendatang karena total kredit mikronya kurang dari 10% dari total pinjaman mereka. Berdasarkan paparan rencana manajemen dan hasil non-audit untuk 2009-2010, Henry memutuskan menurunkan tingkat NPL.
“Kami menurunkan asumsi NPL, menurunkan pertumbuhan kredit serta meningkatkan asumsi ROE kami karena bank telah menunjukkan pengelolaan NPL lebih baik dan rencana mereka agresif menembus bisnis bermargin lebih tinggi yakni kredit mikro,” ujarnya

Premium
AAA Securities meningkatkan rekomendasi menjadi beli dengan target harga Rp5.800, yang menyiratkan 3,07-2,68 kali dari PBV 2010-2011 dan 16,12-13,87 kali PER 2010-2011. Rekomendasi serupa jiuga ditetapkan Citigroup dengan risiko menengah.
Salman menargetkan harga Bank Mandiri berkode BMRI tersebut sebesar Rp5.770 berdasarkan PER 2011 sebesar 13,5 kali, premium 10% terhadap rerata PER lima tahun ke depan sebesar 12,3 kali untuk empat bank di indeks MSCI.
“Posisi premium itu kami berikan menyusul adanya potensi lonjakan laba, kekuatan laba BMRI, dan penggunaan 2011 sebagai basis karena kami mengekspektasikan laba menjadi normal pada 2011 setelah melampaui periode volatil pada 2008-2010,” ujarnya.
Faktor yang memperkuat ekspetkasi kinerja Bank Mandiri di antaranya adalah suku bunga yang mendekati posisi terendah dan strategi perseroan mendiversifikasi kredit ke sektor konsumsi dan pembiayaan mikro berimbal hasil lebih besar.
Perseroan juga memiliki stok besar piutang-piutang yang akan dihapuskan, yang bisa menyediakan potensi kenaikan kinerja ke depan. Besarnya cabang dan menurunnya rasio utang terhadap deposito akan membantu mengendalikan biaya pendanaan.
“BMRI menjadi pilihan kami karena potensi kenaikan imbal hasil asetnya. Perseroan memiliki NIM terendah di antara empat bank yang kami monitor menyusul besarnya utang kredit korporasi dengan yield rendah dan kepemilikan besar di SBI tiga bulanan,” ujar analis sekuritas asing tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi