Lim Bian Khoen + Aktivis Sejati = Sofjan Wanandi


Anda sudah pernah membaca buku "Sofjan Wanandi Aktivis Sejati"? itu buku semi otobiografi yang boleh dikata bagus juga untuk menambah koleksi bacaan anda.

Buku itu karya Abun Sanda, jurnalis harian Kompas, kini jadi pejabat teras dalam struktur harian yang dibikin Jacob Oetama tersebut.

Buku "Sofjan Wanandi Aktivis Sejati" diterbitkan pada Maret 2011 juga oleh PT Kompas Media Nusantara dengan tebal xxiv + 584 halaman.

“Saya sama sekali tidak terlibat dalam penyusunan buku ini. Soal pemberian judul pun semua pekerjaan tim penyusun,” ungkap Lim Bian Khoen.

Nama itu terdengar asing. Tetapi, jika sudah menyebut nama Sofjan Wanandi, banyak orang mengenalnya bahkan mengetahui persis sepak terjangnya dalam menggerakkan roda ekonomi bangsa.

Ya, Lim Bian Khoen atau Khoen adalah nama kecil Sofjan Wanandi. Pria berdarah Padang yang lahir di Sawahlunto Sumatera Barat pada 3 Maret 1941.

Usianya kini memasuki 70 tahun, namun semangatnya masih membara. Jabatan periode kedua sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih mentereng disandangnya.

Cara bicaranya masih lugas, keras, dan tegas. Sangat pas dengan latar belakangnya sebagai seorang aktivis mahasiswa di zamannya.

Sosok satu ini terlibat dalam berbagai transformasi yang terjadi di Indonesia. Sebagai tokoh angkatan 66, Sofjan pernah terlibat dalam aksi demonstrasi menggeser kekuasaan Presiden Soekarno.

Ketika era Soeharto muncul dan berkuasa, semua mengenal Sofjan Wanandi memiliki kedekatan dengan keluarga presiden kedua RI tersebut.

Kiprahnya di dunia usaha moncer di era emas pemerintahan Soeharto. Tapi siapa sangka, setelah itu dia banyak berseberangan dengan Bapak Pembangunan dan sempat dituduh subversif hingga lari ke pengasingan.

Dia pula yang terlibat melengserkan Soeharto dari kekuasaannya melalui gerakan reformasi 1998.

Sosoknya bukanlah tipikal pengusaha yang mencari aman. Setidaknya itu yang dicatat oleh jurnalis dan presenter televisi, Rosiana Silalahi.

“Dia memang aktivis. Kadang saya berpikir dia tetaplah aktivis dan menjadi pengusaha adalah sambilan saja. Lihat saja, ketika banyak pengusaha keturunan lebih memilih mendukung secara diam-diam, Sofjan justru bersikap terbuka menentukan arah politiknya,” kata Rosi.

Garis aktivis yang begitu kuat, menempa bapak tiga putera ini berani menyampaikan pendapatnya secara terbuka dan blak-blakan.

Kritik yang dilontarkan kerap membuat sejumlah kalangan, terutama pejabat pemerintah “kecut nyali”.

Direktur Pelaksana Bank Dunia yang pernah menjabat Menteri Keuangan periode 2005-2010 Sri Mulyani Indrawati satu yang memberi pandangannya.

Mbak Ani, begitu biasa ia disapa memang tidak mengenal Sofjan Wanandi secara pribadi.

Hubungan yang terjalin saat dirinya menjabat menteri keuangan di era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, dimana pengusaha, termasuk Sofjan Wanandi merupakan mitra aktif pemerintah.

“Kritik Sofjan kerap kali bikin orang kecil hati, tidak meng-encourage, seolah-olah tidak ada yang benar dari kami [pemerintah],” aku Sri Mulyani yang juga memberi catatan jika sosok satu itu irit pujian.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memberi label koleganya sebagai tukang kritik, meski hubungan pertemannya dengan Sofjan Wanandi terukir lebih dari 40 tahun.

Perkawanan Jusuf Kalla dan Sofjan Wanandi terjalin saat aktif menjadi pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Sofjan Ketua KAMI Jakarta, sementara Kalla Ketua KAMI Makasar.

Kalla melihat Sofjan Wanandi berketetapan hati pada gayanya yang selalu berbicara meletup, kritis dan menyampaikan pendapat secara langsung.

“Ia tidak khawatir kalau kritiknya itu membuat banyak pihak tidak nyaman. Ia selalu berjalan dengan kebenaran yang dia yakini,” tutur Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI)

Oleh kawan sejawat, sesama pengusaha, Khoen ibarat telah ditahbiskan tampil sebagai wakil mereka.

Pendiri Barito Pacific Prajogo Pangestu dan pendiri Salim Grup Sudono Salim mengakui sosok Sofjan sangat pas menyuarakan aspirasi pengusaha.

“Bagi para pengusaha, kami butuh juru bicara yang paham dengan apa yang dibicarakannya dan pelobi ulung. Itu semua ada di diri Sofjan Wanandi,” kenang Prajogo.

Soal lobi-lobi, Sofjan memang dikenal jago. Pergaulannya cukup luas, dia mudah akrab dengan duta besar negara asing yang bertugas di Indonesia, kawannya tersebar di lima benua.

Catatan mengenai Sofjan Wanandi terangkum dalam buku bertajuk Sofjan Wanandi Aktivis Sejati terbitan PT Kompas Media Nusantara.

Buku yang dikemas dalam kurun waktu 3 bulan ini, tak satu pun memampang tulisan dan gagasan Sofjan Wanandi. Semua tulisan merupakan catatan para kolega dan sahabatnya.

Ada sekitar 128 tokoh internasional maupun nasional yang berasal dari kalangan akademisi, politikus, jurnalis senior, pelaku bisnis, tokoh masyarakat, hingga pejabat pemerintahan yang memberi pandangan pada sosok aktivis satu ini.

Sofjan hanya berharap buku setebal 584 halaman ini menjadi pegangan bagi generasi muda, terutama warga keturunan, agar tampil berani di panggung politik dan ekonomi bangsa.

“Tidak hanya di belakang layar. Sampai sekarang ini jarang saya lihat anak muda warga keturunan yang berani tampil. Kalau saya bisa, tentu mereka juga bisa,” pesannya saat diminta komentar mengenai bukunya ini.

Pesan khas Sofjan Wanandi yang juga dikenang oleh keluarga besarnya, ibunda, kakak, adik, serta anak-anaknya yang turut menilai sosok tegas, pemberani dan memiliki relasi cukup luas itu.

Meski energinya masih melimpah ruah, putera ketiganya Paulus Wanandi memahat catatan khusus untuk sang ayah, agar segala kiprah di panggung politik dan bisnis mulai dikurangi.

“Sudah saatnya ayah mengambil rehat. Ia dapat melakukan banyak hal yang baik untuk negaranya tanpa harus terlibat langsung. Keluarganya juga membutuhkan dia, begitu pula cucu-cucunya,” tulis Paulus dalam buku itu.

Dan Sofjan pun bereaksi, “Saya sempat terenyuh membaca itu,” kata Om Khoen.

(Please read Bisnis Indonesia Daily Newspaper)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi