Laba Emiten Telekomunikasi yang kian tergerus


Laba lima emiten telekomunikasi pada 2010 turun 2,12% menjadi Rp13,68 triliun dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp13,98 triliun akibat jenuhnya pasar seluler.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bisnis Indonesia Intelligence Unit (BIIU), dari lima emiten itu, sebanyak tiga emiten telekomunikasi tercatat mengalami pertumbuhan laba negatif, masing-masing operator CDMA PT Mobile-8 Tbk, yang sekarang bertransformasi menjadi PT Smartfren Telecom Tbk, menderita kerugian Rp1,4 triliun atau meningkat tajam dibandingkan dengan sebelumnya Rp724,39 miliar atau turun 93,51%.

Berikutnya yang juga turun cukup tajam adalah operator milik keluarga Bakrie-Bakrie Telecom-sebesar 89,86%. Laba emiten dengan kode saham Btel itu hanya mencapai Rp9,9 miliar pada 2010 dari sebelumnya Rp98,44 miliar pada 2009. Kondisi yang sama juga dialami oleh PT Indosat Tbk yang anjlok 56,8% Rp647,17 miliar pada 2010 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,49 triliun.

Peraih kue terbesar, PT Telkom hanya membukukan kenaikan laba tipis 1,2% menjadi Rp11,53 triliun, dibandingkan dengan sebelumnya Rp11,39 triliun. BUMN tersebut mencetak pendapatan Rp68,62 triliun, naik 1,4%. Bisnis seluler Telkom, melalui anak usaha Telkomsel menyumbang pendapatan Rp29,13 triliun, atau sekitar 42% dari total pendapatan perusahaan.

Di antara lima emiten, hanya PT XL Axiata Tbk yang mencatat hasil menggembirakan lewat pencapaian laba yang meningkat signifikan 69,13% menjadi Rp2,8 triliun. Emiten berkode saham EXCL itu berhasil membukukan pendapatan Rp17,63 triliun atau naik 27,07%.

Berkaitan dengan Direktur Utama PT Financorpindo Nusa Edwin Sinaga mengatakan pasar seluler mulai jenuh sejak tahun lalu sehingga tidak heran bila laba emiten telekomunikasi tergerus. Sebagai gambaran ketatnya persaingan itu bisa terlihat dari rata-rata pertumbuhan laba menunjukkan negatif 1,43%.

"Pasar stagnan, terutama di seluler. Di bisnis telekomunikasi, kalau tidak punya modal yang kuat akan sulit untuk berkembang," jelasnya kemarin.

Data Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) mencatat bahwa pengguna telepon saat ini mencapai 243 juta orang, terdiri dari pemakai telepon seluler 203 juta orang, fixed wireless access (FWA) 31,7 juta orang, dan telepon tetap 8,3 juta orang. Artinya, pengguna telepon kini sudah melebihi populasi di Indonesia yang sekitar 237 juta orang, sehingga industri telekomunikasi dinilai memasuki fase kritis.

"Pendapatan yang diraih emiten telekomunikasi juga tidak tumbuh signifikan karena memang terjadi perang tarif. Pendapatan XL Axiata bisa tumbuh [27,07%] karena memang modalnya sangat kuat untuk berkembang," jelas Edwin.

Menurut dia, emiten telekomunikasi sebaiknya harus bisa mengukur kekuatan untuk mampu bersaing atau tidak. "Bila tidak punya modal kuat, ya sebaiknya merger saja. Bisnis telekomunikasi membutuhkan modal besar," katanya.

Kondisi ketatnya persaingan di industri telekomunikasi juga pernah diamini oleh Dirut Indosat Harry Sasongko. Menurut dia, ARPU (average revenue per user) selular Indosat turun 7% disebabkan persaingan yang ketat terutama pada triwulan IV 2010 meskipun juga ada factor lainnya.

"Kami terus melakukan perbaikan sesuai dengan transformasi yang kini terus berlangsung. Tujuannya adalah memperkuat posisi Indosat di pasar untuk mendekatkan kami menjadi operator terpadu dan terlengkap," ujarnya.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi