Jenderal Acub Zaenal dan kiprah Persipura



Suasana duka berasal dari Jalan Berlian 1 Nomor 20 Cilandak Jakarta Selatan. Hari itu, 4 Oktober 2008, banyak orang berduka karena sang pemilik rumah Acub Zaenal berpulang ke rahmatullah. Dia memang orang penting.

Acub Zaenal dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal TNI (Purnawirawan) pergi dalam usia 81 tahun –lahir pada 19 September 1927– dan meninggalkan empat orang anak, yaitu Reinny, Iwan, Lucky, dan Happy.

Di Papua, dulu Irian Jaya, nama Acub Zaenal– para wartawan, memanggilnya dengan sebutan Jenderal– menjadi legenda.

Setelah dilantik jadi Gubernur Provinsi Irian Jaya pada 1973 lalu yang pertama kali dikerjakan adalah merombak Kantor Gubernur Provinsi Irian Jaya, memugar stadion Mandala dan membangun Gedung Olahraga (GOR) di APO (Army Post Office) Kota Jayapura.

Kantor Gubernur Provinsi Papua yang dibangun si Jenderal dengan nilai Rp2,1 miliar dengan kontraktor yang berani menekan harga dari Rp4,5 miliar dan menghadap Teluk Cenderawasih yang indah.

Salah satunya adalah membina olahraga mulai dari sepak bola, atletik dan juga angkat besi dan bina raga. Fasilitas bina raga dan angkat besi yang saat ini dimiliki Pengda PABSI Papua merupakan warisan Acub Zaenal.

Pembangunan infrastruktur yang digenjot si Jenderal membuat kota Jayapura kala itu menurut para pendatang, bak Hong Kong di timur. Namun, semua itu membuat APBD Provinsi Irian Jaya defisit Rp8 miliar pada 1976 ketika Acub diganti R. Soetran (eks bupati Trenggalek-Jatim).

Pascarezim Sang Jenderal belum ada perubahan yang berarti tetapi hanya tambal sulam dan memperbaiki bangunan bangunan peninggalan Acub Zainal. Di bidang sepak bola sang Jenderal ini punya pengaruh yang besar sekali.

Persipura, tim kebanggaan orang Papua juga yang lahir 1950/1963, juga didukung penuh oleh Acub Zaenal.

Sang Jenderal memberikan restu terhadap penggunaan seragam tim Mutiara Hitam dengan warna dominan Merah-Hitam. Acub menegaskan warna merah artinya berani dan hitam tandanya hancurkan setiap lawan Persipura.

Acub Zaenal terus menata Persipura dengan mendatangkan pelatih Cho Seng Que asal Singapura dan hanya dalam tempo dua tahun, Persipura menjadi sebuah kesebelasan elit yang mampu menjadi juara PSSI pada 1975/1976.

Selain itu dalam kejuaraan antar club memperebutkan Soeharto Cup, Mandala Jaya dengan materi pemain mayoritas dari Persipura, berhasil empat kali juara berturut-turut. Bahkan Persipura yang mewakili PSSI pada sebuah turnamen di Saigon, Vietnam Selatan, Persipura bisa masuk final namun kalah tipis 1-2 dari tuan rumah Vietnam Selatan.

“Kami pernah mewakili Indonesia ke Kings Cup di Bangkok dan melawan club Jepang Hitcahi di stadion Gelora Bung karno,” ujar Hengki Heipon mantan pelatih dan kapten Persipura.

Soeharto mengundang tim Irian Jaya ke Bina Graha dan bertanya “Bagaimana, mau menang atau kalah?”, tanya Presiden pada anak-anak Kesebelasan Irian Jaya. Mereka hanya tersenyum. Seperti biasanya Acub Zaenal dengan cepat menjawab: “Kemungkinan kita menaag 3-1 , pak”. Sayangnya Hitachi menang 2-1.

Bukan itu saja Acub juga pernah mendatangkan pelatih dari Bandung Pomo Suratmo untuk melatih tim Persipura.

Para pemain seperti Timo Kapisa, Yafet Sibi, Hengky Heipon, Hengky Rumere, Tinus Heipon, Fred Imbiri, Yacobus Makanwei, Mettu Duaramuri, Alberth Pehelerang, Yakobus Mobilala, Panus Korwa, Roby Binur, Benny Yansenen, Jimmy Pieters, Yohanis Auri dan pemain lainnya menjadi langganan PSSI dan menjadi rebutan berbagai klub di Indonesia.

Bahkan ketika sudah tidak lagi menjabat Gubernur Irian Jaya dia selalu memberikan semangat dan motivasi kepada anak anak Mutiara Hitam ketika hendak berlaga di kompetisi Perserikatan PSSI.

Benny Yensenem (eks gelandang Persipura era 1970-an) menyimpan surat dari almarhum Acub Zainal kepada tim Mutiara Hitam untuk berjuang melawan Persija Jakarta di final 1976 dalam laga merebut juara di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan.

Adapun isi surat sebagai berikut,

Bandung, 18 April 1976.
Hengki Heipon, kapten Persipura

1. Kalau ada manusia yang paling bangga paling pada saat ini, karena Persipura masuk final adalah saya. Saya sangat bangga atas hasil gemilang yang telah dicapai oleh putra putra Irianku, meski pun saya kini bukan apa apa lagi dan tidak berada di Irian lagi.Tetapi hatiku selalu berada padamu semua. Cita cita ku keinginan ku ialah Persipura (Putra putra Irian Jaya) jadi juara Indonesia. Semoga impian ku impian mu semua akan menjadi kenyataan, ialah pada tanggal 19 April 1976 Persipura mengalahkan Persija dengan disaksikan oleh ribuan penonton di Senayan dan didengar oleh jutaan rakyat Indonesia. Tuhan bersamamu putra putra Irian Jaya.Amien amien amien.

2. Hengky, sekedar beberapa nasehat dari saya untuk mu dan pemain pemain Persipura lainnya ialah:

A. Jangan mau mengalah kepada putusan wasit yang nyata nyata merugikan kesebelasan kita.
B. Bermain dengan penuh keyakinan bahwa Persipura akan menang. Permainan dengan semangat yang tinggi kalau perlu mati di lapangan. Jangan emosi, jangan kena pancing oleh macam macam taktik dan tingkah laku kotor dan buruk lawanmu, sekali lagi jangan emosi!!
C. Jaga ketat, Risdiyanto,Andi Lala, Iswadi Idris( tugaskan orangnya siapa). Lapangan tengah jangan kosong(kuasai). Jangan beri kesempatan pemain Persija menembak ke gawang kita. Sapu bersih tiap pemain Persija yang ini berani membawa bola dimuka garis finalty. Sekali lagi jangan emosi!!!
D. Tiap kesempatan yang ada apalagi dekat dengan finalty lawan-shoot tendang langsung ke gawang lawan (15-20 meter)-Yafet –Auri- Timo dan lain lain. Sesungguhnya kiper Persija tidak begitu hebat. Apalagi bola rendah. Hati hati offside sistem mereka. Bola harus selalu di kaki kita operkanlah cepat ke kawanmu. Harus berani tabrakan (body touch). Main keras tetapi bukan kasar, sekali lagi jangan emosi!!!. Serangan dilakukan dari arah kelemahan musuh.(kiri kanan atau tengah)(Dari pertahanan musuh yang lemah).
E. Setiap pemain Persipura harus yakin bahwa sekarang kesempatan untuk menjadi juara Indonesia. Tiap pemain Persipura harus bermain semaksimal mungkin.

3. Hengky, selamat berjuang ! Kau dan kawan kawan mu pasti menang!

4. Sampaikan pertanyaan saya kepada seluruh pemain Persipura sebelum meninggalkan asrama menuju lapangan: Siapa yang akan menang Persija atau Persipura ? Jawablah keras!

Aku yang bangga,
Kawanmu

Ttd

(Acub Zainal)


Ternyata melalui selembar surat yang ditulis tangan oleh mantan Gubernur Provinsi Irian Jaya itu memberikan semangat dan motivasi yang tinggi bagi anak anak Persipura Mutiara Hitam untuk bertanding bersama kapten Hengki Heipon.

Sebelum masuk ke partai final, Persipura berhasil menekuk PSMS Medan dalam pertandingan yang hanya berlangsung 26 menit karena PSMS Medan mengundurkan diri akibat memprotes gol offside di menit ke 26. Persipura dinyatakan menang WO 5-0 sehingga skor akhir menjadi 6-1.

Grand final dilakukan di stadiun Utama Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta , pada Senin 19 April 1976. Kala itu Persija jadi tim unggulan dengan sejumlah pemain bintang.

Namun, anak-anak Mutiara Hitam unggul duluan pada menit ke 11 dengan gol Nico Patipeme, Jakobus Mobilal (27) dan Pieter Atiamuna (31). Persija membalas dengan gol Risdianto (36) dan Iswadi Idris (41).

Di babak kedua, gol Timo Kapisa pada menit 67 membuat Persipura mengunci kemenangan, meski Iswadi Idris menambah gol pada menit 90. Skor akhir Persipura menang 4-3 atas Persija.

Persija kembali dihadapi Persipura di final Liga Indonesia. Di dalam final 2004/2005 di Senayan pula lalu Persipura kembali mengalahkan Persija dengan gol yang dicetak oleh Boas T Solossa (17), Korinus Fingkreuw (83) dan Ian Luis Kabes( 101).Sedangkan Persija dilesakkan oleh Agus Indra (9), Francis Wewengkang (54).

Masyarakat di Papua berpesta dan Acub Zainal terharu bangga.

Acub Zaenal juga mendirikan club Perkesa 78 dengan mayoritas pemain asal Papua seperti Yafet Sibi, Saul Sibi, Ony Mayor, Stepanus Korwa, Bertus Tamnge, Agus Ohee. Sayangnya club ini bubar dan Acub Zainal sangat kecewa karena masalah non teknis dalam Perkesa yang bagi sang Jenderal tak bisa diterima.

Sang Jenderal juga adalah salah satu pendiri Galatama bersama Sjarnoebi Said (Krama Yudha Tiga Berlian), kompetisi sepak bola semiprofesional yang diluncurkan pada 8 November 1978. Acub juga mendirikan Arema Malang yang dikelola Lucky. Kini Arema sudah beralih dari Bentoel ke manajemen baru.

Acub pernah menjadi salah satu Ketua PSSI pada era kepengurusan Kardono (1983-1987 dan 1987-1991). Bersama Andi Darussalam Tabusalla, Acub Zaenal memimpin Galatama. Acub sebagai administrator dan Andi sebagai sekretaris. “Dia guru, dia pemimpin berkarakter,” kata Andi .

Jenderal dikenal sebagai salah satu tokoh yang gigih memperjuangkan mutu kompetisi Galatama. Selama delapan tahun, tim nasional, yang bermateri pemain-pemain yang terjun dalam kompetisi Galatama, mencatat empat prestasi fenomenal: juara subgrup babak kualifikasi Piala Dunia 1986 Zona Asia, semifinalis Asian Games 1986, serta peraih medali emas SEA Games 1987 Jakarta dan SEA Games 1991 Manila.

Sebelum upacara pemakaman Acub di TMP Kalibata 5 Oktober 2008, para pengantar masih bercerita seputar kiprah Jenderal ketika masih menjadi pengelola sepak bola nasional.

Ketua Badan Tim Nasional Rahim Soekasah, mantan manajer tim nasional SEA Games Singapura 1993 Andrie Amin, pengurus PSSI Max Boboy, bersama beberapa rekan wartawan senior kembali mengenang Acub Zainal. “Dia orang yang keras,” kata Max Boboy.

Sikap keras Jenderal yang digambarkan Max Boboy adalah ketika Acub Zainal menjabat Ketua Tim Penyelidikan Penanggulangan Masalah Suap. Waktu itu, Jenderal menghadapi sekaligus memberangus hantu-hantu suap yang masuk ranah sepak bola.

Aah entah kapan lagi PSSI memiliki orang-orang seperti Acub Zaenal.. dan namanya jelas tak bisa dilepaskan dari Persipura.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh