Produksi dan kualitas cadangan Bukit Asam


Setelah tahun lalu tertekan harga jual batu bara domestik yang rendah, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk bisa bernafas lega pada tahun ini. Rerata harga jual batu bara BUMN tambang ini disepakati naik 21%.

Per Desember 2010, emiten batu bara ini membukukan rerata harga jual batu bara di pasar domestik sebesar US$67,5 per ton atau turun 2% secara tahunan. Sayangnya, penjualan terbesar atau 64% dari total penjualan perusahaan pelat merah ini adalah pasar dalam negeri.

Dus, kenaikan volume penjualan sebesar 4% menjadi 13,1 juta metrik ton tidak banyak membantu kinerja. Pendapatan perusahaan pelat merah ini turun 10% menjadi Rp5,9 triliun dan laba bersih hanya mencapai Rp2 triliun, anjlok 26% dari posisi Desember 2009.

Analis PT Macquarie Capital Securities Indonesia Albert Saputro dan Adam Worthington mengatakan capaian laba bersih tersebut tercatat 6% di bawah konsensus, meski sejalan dengan proyeksi perseroan.

Namun, efek negatif penurunan harga batu bara domestik PTBA tahun lalu diyakini tidak terulang tahun ini, karena perseroan telah mencapai kesepakatan harga jual batu baranya.

"Perseroan telah melaporkan kesepakatan harga jual batu bara lokal dengan PT Perusahaan Listrik Negara [PLN]. Rerata kontrak PLN sebesar Rp777.000, naik 21% secara tahunan dan 12% melampaui ekpektasi kami yang mengimplikasikan acuan harga US$120 per ton" tutur kedua analis itu dalam laporan riset per 9 Maret 2011.

Dengan mengasumsikan harga kontrak domestik PLN dan volume penjualan lebih tinggi, harga kontrak PTBA akhir tahun ini berpotensi di kisaran US$130-US$135 per ton. Macquarie memproyeksikan harga lebih tinggi yakni US$145 per ton atau berpotensi naik 5% dari perkiraan perseroan dan 15% di atas konsensus.

Kuatnya keterkaitan kinerja PTBA dengan pasar domestik tidak terlepas dari statusnya sebagai BUMN. Perseroan dituntut melayani kebutuhan dalam negeri dari wilayah pertambangannya yang mencapai 90.702 hektare, dengan total sumber daya 7,29 miliar ton dan cadangan batu bara 1,99 miliar ton.

Perusahan pelat merah ini memegang hak Kuasa Pertambangan (KP) di empat lokasi, yakni tambang batubara Tanjung Enim seluas 66.414 hektare (ha) di Sumatra Selatan, tambang Ombilin (3.950 ha) di Sumatra Barat, tambang Peranap Cerenti (17.100 ha) di Pekanbaru, dan tambang IPC (3.238 ha) di Kalimatan Timur.

Berdasarkan laporan distribusi penjualan akhir tahun, penjualan terbesar terjadi pada produk BA59 dan BA63 yang mencapai 87% dari total penjualan. Di pasar domestik, BA59 menyumbang 94% penjualan dengan mayoritas distribusi pada pembangkit tenaga listrik.

Untuk pasar ekspor, BA63 menguasai 41% penjualan, BA59 memberikan 29% penjualan, dan 20% berasal dari BA70.

Kenaikan harga jual tahun ini dipastikan makin mengakselerasi kinerja emiten dengan kode saham PTBA, mengingat perseroan menargetkan lonjakan volume penjualan dari 12,95 juta metrik ton (2010) menjadi 16,8 juta metrik ton (2011). Target tersebut lebih tinggi dari proyeksi Macquarie sebesar 16,2 juta metrik ton.

"Proyeksi peningkatan volume penjualan itu terutama didorong kenaikan kapasitas transportasi batu bara, dari 10,8 metrik ton tahun lalu menjadi 13,6 metrik ton sebagai bagian peningkatan kinerja tambang IPC," papar Adam dan Albert.

Sejak 2009, PTBA bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menambah kapasitas daya angkut,. Kedua pihak menandatangani Perjanjian Angkutan Batubara Jangka Panjang (coal transport agreement/ CTA) yang berlaku 1 Januari 2010-31 Desember 2029.

Dalam perjanjian tersebut, PT KAI sanggup meningkatkan kapasitas daya angkut batu bara menjadi 22,7 juta ton pada 2014 dan akan dinaikkan secara bertahap, yakni menjadi 14 juta ton (2011), 15,6 juta ton (2012), 18,5 juta ton (2013), dan menjadi 22,7 juta ton pada 2014-2029.

Analis PT e-Trading Securities Teddy Dwitama mencatat perseroan tidak berhenti hanya menambah kapasitas daya angkut, tetapi juga bekerja sama membangun jalur kereta baru sepanjang 307 km yang menghubungkan tambang Tanjung Enim dan Srengsem (Lampung).

Jalur baru ini ditargetkan mengangkut 25 juta ton batu bara per tahun, dengan menggandeng Transpacific Railway Infrastructure dan China Railway Engineering melalui perusahaan patungan bernama PT Bukit Asam Transpacific Railway.

"Jika kedua proyek ini berjalan, PTBA akan mampu menjual batu bara melalui angkutan kereta api hingga 47,7 juta ton per tahun," papar Teddy dalam laporan per 4 Februari.

Tidak hanya itu, lanjutnya, perseroan juga berupaya mengoptimalkan potensi cadangan coal bed methane (CBM) sebesar 0,8 triliun kaki kubik di Tanjung Enim, dengan menggandeng Pertamina dan Arrow Energy.
Kapasitas produksi CBM yang akan dihasilkan mencapai 50 juta kaki kubik per hari, dan area tersebut diperkirakan masih dapat menghasilkan CBM hingga 40 tahun ke depan.

Dengan potensi tersebut, tidak heran Macquarie mengestimasi saham perseroan di pasar berkode PTBA memiliki PER 2011 sebesar 11 kali dan rasio EV per cadangan sebesar US$2,4 per ton atau masih lebih tinggi dari sekor bara bara sebesar US$1,2 per ton.

"Kami menetapkan kembali rekomendasi outperform saham perseroan dengan target harga Rp28.000, menyusul outlook pertumbuhan produksi jangka panjang yang kuat di tengah selesainya perbaikan jalur kereta api dan penyelesaian kereta jalur ganda," ujar analis broker asing tersebut.

(please read Bisnis Indonesia Daily)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh