Skip to main content

Persahabatan Burhanuddin Abdullah dan Budi Rochadi


Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah sangat berduka dan merasa kehilangan atas wafatnya Deputi Gubernur S. Budi Rochadi, sahabatnya dalam 30 tahun terakhir.

"Dia adalah teman yang baik, jujur, disiplin, dan patuh pada aturan. Saya merasa sangat kehilangan. Duka saya sangat dalam," kata Burhanuddin dalam layanan pesan kepada Bisnis hari ini.

Burhanuddin yang menjadi Gubernur BI pada 17 Mei 2003–16 Mei 2008 menilai Budi Rochadi adalah
teman dalam suka dan duka sejak 30 tahun lalu.

"Waktu sama-sama sekolah di Amerika beliau sangat helpful. Suatu waktu mobil saya rusak. Saya tidak mengerti apa-apa tentang mesin. Ke bengkel mahal. Beliaulah yang berkotor-kotor memperbaikinya," ungkap Burhanuddin.

Dia menilai almarhum Budi Rochadi adalah orang yang yang rendah hati di balik pembawaannya yang agak "garang.

"Pada waktu saya berencana akan mencalonkan beliau sebagai deputi gubernur, beliau malah menghindar. Beliau mengatakan: "Saya tidak mau membebani pak Burhan. Apabila pencalonan saya justru menjadi beban, saya tidak usah dicalonkan. Dengan kedudukan yg sekarang pun (direktur), saya masih bisa membaktikan diri pada lembaga BI. Tapi, percayalah saya akan tetap membantu dan membela pak Burhan"," papar Burhanuddin.

Kepergiaan almarhum Budi Rochadi, ujar Burhanuddin, membuat Bank Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. "Selamat jalan, kawan. Semoga Allah SWT menerima seluruh amal baik dan memberi tempat terbaik di sisinya aamiin," kata Burhanuddin.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi menghembuskan nafas yang terakhir di New York, Amerika Serikat, pukul 07.00 WIB atau jam 08.00 malam waktu setempat. Yang bersangkutan ke AS untuk menghadiri International Banknote Conference dan diskusi dengan Fed Reserve New York dan Bank of New York mengenai cash handling.

Budi Rochadi meninggal seorang istri, Sriwati, dan dua anak yaitu Diah Alit P serta Anggoro Dwi Nugroho.

Budi Rochadi adalah deputi gubernur BI yang membidangi Sistem Pembayaran dan Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan akan mengakhiri masa jabatan pada Desember tahun ini.

Dia menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden RI No.69/P/2006 dan dilantik pada 11 Januari 2007.

Pria kelahiran Solo, 24 Maret 1951 ini menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, tahun 1975. Gelar MA dalam bidang Ekonomi diperoleh di Michigan State University, Amerika Serikat.

Karirnya di bank sentral dimulai pada 1975. Dia pernah menjabat Pemimpin BI Semarang, Pemimpin BI Medan dan Kepala Kantor Perwakilan BI Tokyo. Sebelum menjadi Deputi Gubernur, dia menjabat sebagai Direktur Direktorat Senior Pengawasan Bank.

Alamat rumah duka adalah di Puri Handayani, JL Mandala I no. 39, kompleks BI Pancoran, Jakarta.

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...