Mari membedah prospek BCA


Lompatan kredit industri perbankan 2010 sebesar 22,1% atau Rp325 triliun menjadi Rp1.796 triliun menunjukkan longgarnya industri kredit. Tak mau ketinggalan, PT Bank Central Asia Tbk menggenjot kredit konsumer.

Semula, bank ini secara teknis `malas' menyalurkan kredit, menyusul besarnya limpahan dana pihak ketiga (DPK). Biaya yang dikutip dari layanan mesin penarik uang (ATM) dan layanan nasabah cukup untuk menopang kinerja mereka.

Namun, bank dengan DPK terbesar ketiga nasional ini harus menggenjot kredit menyusul kewajiban batas minimum LDR sebesar 78% dari total dana pihak ketiga. Tahun lalu, Bank Indonesia mengenakan penalti Rp6 triliun karena kredit mereka masih kurang ekspansif.

Tahun lalu, mereka mulai menggenjot kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan mobil (KPM), tetapi posisi pinjaman terhadap deposito (LDR) masih 76,7%.

Penyebabnya, DPK naik signifikan sebesar Rp366 triliun atau 18,6% menjadi Rp2.339 triliun, ditopang kenaikan rekening tabungan.

Analis PT e-Trading Securities Muhammad Wafi mencatat ekspansi kredit termasuk dalam salah satu strategi perseroan dalam hal pertumbuhan, kualitas, dan efisiensi yang mulai dicanangkan tahun ini.

“Strategi pertumbuhan berasal dari beberapa pos seperti ekspansi transaksi bank, perluasan portofolio kredit semua segmen, dan membangun lebih banyak bisnis melalui penetrasi lebih dalam terhadap pelanggan, seperti bisnis syariah dan kredit pemilikan mobil [KPM],“ tuturnya dalam riset yang dipublikasi Mei 2011.

Dari sisi kualitas, lanjutnya, BCA berencana menggenjot kualitas kredit, operasi, dan layanan, sedangkan efisiensi akan berupa optimalisasi sumber daya manusia, infrastruktur dan logistik termasuk di dalamnya penyederhanaan prosedur operasi dan administrasi.

Kendati belum bisa menyelamatkan bank tersebut dari penalti BI terkait dengan LDR, BCA tahun lalu mampu mendongkrak kreditnya sebesar 24,6% menjadi Rp154 triliun, lebih tinggi dari rerata pertumbuhan kredit sebesar 22,1%.

“Aktivitas kredit bank naik di semua segmen, didukung suku bunga yang relatif rendah dan permintaan konsumen yang besar di sektr KPR dan KPM. Produk KPR masih menarik dengan pasar kian kompetitif,“ ujar Wafi.

BCA, lanjutnya, tidak ingin kehilangan peluang di dua sektor kredit tersebut, terutama KPR bagi nasabahnya. Secara tahunan, pertumbuhan portofolio KPR mereka mencapai 39,2% menjadi Rp18,3 triliun. Angka ini setara dengan 13% pangsa pasar bisnis KPR.

Tahun lalu, total fasilitas kredit BCA mencapai Rp218,4 triliun dengan tingkat utilisasi sebesar 70,5%, dibandingkan dengan posisi seahun sebelumnya yang hanya 72,1%. Secara bersamaan, kualitas kredit terjaga sehingga NPL kurang dari 1% dari total portofolio kredit.

Dalam laporan terpisah, analis PT JP Morgan Securities Indonesia Aditya Srinath menilai laba bersih BCA per kuartal I/2011 tidak memenuhi ekspektasi yang dipatok, karena menurun secara kuartalan.

“Laba bersih BCA pada kuartal I/2011 mencapai Rp2,02 triliun, di bawah estimasi kami sebesar Rp2,4 triliun. Laba bersih naik 5,5% secara tahunan, tetapi turun 15% secara kuartal,“ tuturnya dalam riset per 28 April.

Kredit bank kian menunjukkan perannya terhadap kinerja konsolidasi. Kendati hanya naik 25% atau di bawah proyeksi broker asing tersebut yakni sebesar 30%, kinerja kredit hingga akhir tahun diperkirakan masih positif.

Pemicu perlambatan kredit kuartal I/2011 itu dinilai hanya faktor musiman, karena meski kredit turun 2,4% secara kuartal, total fasilitas kredit naik 2% (kuartalan) dan 28% (tahunan).

“Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan kredit akan terjadi secara cepat. Kenaikan kredit konsumsi BCA naik 36% secara tahunan pada kuartal I/2011, sedangkan kredit korporasi tumbuh 14% secara tahunan,“ papar Aditya.

Namun, manajemen mengantisipasi outlook margin terkait dengan dampak provisi pada kuartal I/2011. Manajemen mencatat tambahan LDR berdasarkan provisi akan menjadi tambahan penggerus margin dengan dampak sebesar 10-15 basis poin (bp).

Margin BCA pada kuartal I/2011 masih naik. Permintaan tabungan dan deposito tumbuh masing-masing sebesar 19% dan 22% secara tahunan, sedangkan deposito berjangka justru tertekan 3%.

Permintaan deposito BCA saat ini masih lebih besar dibandingkan dengan permintaan deposito berjangka. Akibatnya, yield aset perseroan membaik dan biaya dana menurun dan margin bunga bersihnya naik 13 basis poin secara kuartalan.

Wafi mencatat penambahan deposito BCA tahun lalu mencapai 23,9% menjadi Rp64 triliun, lebih tinggi dari total penambahan rekening tabungan yang naik 13,6% menjadi Rp145,6 triliun.

Total deposito berjangka naik 4% menjadi Rp68 triliun, sedangkan pemilik akun tabungan dan akun sekarang (current account saving account/ CASA) merepresentasikan 75,5% dari total DPK, dibandingkan dengan posisi 2009 sebanyak 73,3%.

Menurut e-Trading, BCA berpotensi menangguk tambahan kinerja dari peningkatan kredit berkualitas. NPL yang masih rendah, dengan bisnis solid dan limpahan dana akan menjadi kunci bank tersebut menghadapi tantangan industri tahun ini.

“Bersamaan dengan kinerja seluruh bank tahun lalu yang dikombinasi strategi tahun ini, kami percaya BCA masih menjadi salah satu bank utama di Indonesia. Kuatnya kinerja keuangan bank ini berasal dari kepercayaan konsumen,“ papar Wafi.

(please read Bisnis Indonesia daily)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh