Undisbursed loan faktor musiman?

Komitmen kredit yang belum ditarik (undisbursed loan) membukukan rekor baru mendekati angka Rp500 triliun per Februari. Kegamangan pada kondisi ekonomi menjadi dalih peningkatan nilai tersebut di samping faktor musiman.
Berdasarkan data Bank Indonesia pada bulan kedua tahun ini, komitmen kredit yang belum dicarikan mencapai Rp495,59 triliun atau meningkat Rp15,42 triliun jika dibandingkan dengan realisasi bulan sebelumnya.
Dalam 2 bulan pertama tahun ini undisbursed loan tercatat meningkat sebesar Rp171,87 triliun atau melonjak 53,1% dibandingkan dengan posisi Desember 2009 yang masih Rp323,72 triliun dan meningkat 78% dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Bank swasta devisa menjadi penyumbang terbesar undisbursed loan yakni 35,7%, diikuti bank BUMN 30,47%, bank campuran 15,67%, bank asing 15,4%, dan sisanya bank pembangunan daerah serta bank swasta nondevisa.
Ketua Umum Bankers Association for Risk Management (BARa) Sentot Sentausa menyampaikan peningkatan komitmen kredit yang belum dicairkan masih disebabkan masalah klasik yakni faktor musiman.
“Jawabannya klasik, struktur kredit memang sesuai dengan jadwal penarikan atau sesuai dengan kebutuhan usaha dengan pertimbangan likuiditas perusahaan, perkembangan usaha, stok dan piutang serta prediksi usaha,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut Managing Director OCBC NISP Rudy N. Hamdani, peningkatan undisbursed loan tidak bisa dikatakan prestasi buruk perbankan karena disebabkan pelaku usaha yang belum mencairkan.
“Dalam pemberian kredit itu pasti menginginkan ada pertumbuhan. Namun, jika meningkat [undisbursed loan] belum tentu juga pertumbuhan bank negatif. Banyak hal yang harus dilihat kembali, mengapa [nasabah] tidak memakainya,” paparnya.
CFO Bank Mandiri Pahala Mansyuri menyampaikan pada akhir 2009 perseroan memiliki undisbursed loan sebesar Rp37 triliun. Menurut dia, debitur masih menunggu situasi yang tepat untuk mencairkan kredit.

//Peran kartu kredit //
Direktur Riset Infobank Eko B. Supriyanto menyampaikan faktor musiman selalu menjadi dalih peningkatan undisbursed loan. Namun, menurutnya, dengan melihat undirsbursed loan yang hampir mencapai Rp500 triliun bisa diasumsikan keyakinan dunia usaha menurun.
“Mungkin mereka masih takut pencairan kredit tidak mampu dikembalikan. Di samping itu, besarnya undisbursed loan juga diartikan debitur terlalu besar dalam pengajuan kredit, ya semacam mark up, sehingga tidak perlu mencairkan semua sudah dapat menutup kebutuhan usaha,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, lonjakan komitmen kredit yang belum dicairkan bisa disebabkan kesepakatan pinjaman ke sektor kartu kredit. Pasalnya, pemberian plafon kartu kredit bisa dicatat sebagai komitmen pembiayaan.
Di sisi lain, lanjutnya, bank merugi karena harus menyediakan likuiditas yang kurang lebih sama dengan undisbursed loan jika sewaktu-waktu ditarik. “Padahal kalau tidak demikian masih bisa diputar di pasar uang atau pinjaman antar bank,” tambahnya.
Director Treasury and Trade Solutions Head Global Transaction Services Citibank Indonesia Novianti Hardi membenarkan bahwa plafon pada kartu kredit turut memberikan kontribusi peningkatan undisbursed loan.
Menurut dia, untuk meningkatkan penyaluran dana pada kartu kredit perbankan harus kreatif menciptakan program promosi.
“Biasanya kan di kartu kredit dia [nasabah] punya limit Rp10 juta, tidak berarti mereka habiskan semuanya kan. Bank harus inisiatif buat program, misalnya memberi discount jika nasabah membayar makan dengan kartu kredit di sebuah restoran,” tambahnya.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi