Ekses likuiditas bank capai Rp380 triliun

Bank Indonesia mencatat tren dana berlebih (ekses likuiditas) di perbankan semakin tinggi mencapai Rp380 triliun pada pertengahan April sehingga diperlukan harmonisasi kebijakan makro dan mikro untuk meningkatkan intermediasi dan mendorong ekspansi di sektor usaha.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D. Hadad mengatakan saat ini kondisi likuiditas semakin bertambah dan terjadi ekses sehingga perlu dicarikan cara untuk mengelolanya dengan baik.

"BI mencoba memadukan makro dan mikro prudential dengan mengaitkan perhitungan GWM dengan LDR dan belum ada di negara lain. Langkah itu, akan itu efektif yang juga ditetukan lingkungan eksternal, jadi tidak boleh salah momentum," katanya dalam Seminar Eksekutif Perbankan dan Bisnis, hari ini.

Pada kesempatan itu, Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Halim Alamsyah mengatakan sampai pertengahan April terjadi ekses likuiditas di perbankan mencapai Rp380 triliun. Kondisi itu merupakan tantangan perbankan yang harus dikelola dengan baik.

"Dana itu tercermin dari Sertifikat Bank Indonesia yang dimiliki bank mencapai Rp236 triliun dari total SBI Rp325 triliun ditambah alat operasi pasar lain mencapai Rp380 triliun, lalu masih terdapat SUN dan obligasi korporasi yang dimiliki bank, serta tagihan antarbank," tuturnya.

Halim memaparkan memang terjadi kelebihan alat likuid yang terkosentrasi pada bank besar yang pangsanya mencapai 85% khususnya bank beraset di atas Rp15 triliun. Namun, tidak berarti bank kecil kekurangan likuiditas.

Saat ini, lanjutnya, ekses likuiditas di bank kecil juga terjadi yang terlihat dari alat likuiditas bank dibandingkan dengan total kewajiban, ada yang mencapai rasionya 200%. Untuk itu, diperlukan adanya pengendalian likuiditas dengan baik.

Selama ini, lanjutnya, terdapat beberapa alternatif pengendalian misalnnya diserap dengan cara tradisional memalui alat moneter yang ada maka semua likuiditas berlebih di pasar baru dapat diserap dalan 8-9 tahun ke depan dengan asumsi pertumuhan ekonomi 5%-6%. Sedangkan jika ekonomi tumbuh 8,5% mungkin bisa lebih cepat terserap.

Namun, katanya, hal itu masih ada potensi ketidakstabilan apabila terjadi perubahan kondisi ekonomi saat ini dan terjadi penambahan capital inflows akan semakin memperbesar tambahan ekses lebih besar.

Alternatif lainnya, bisa melalui insentif ATMR untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam jangka pendek, namun untuk jangka panjang bisa merugikan aspek pengelolaan risiko dari perbankan.

"Melihat itu, BI mencoba memadukan makro dan mikro prudential dengan menjaga pertumbuhan ekonomi, memelihara inflasi dan ekses likuiditas bisa disalurkan dengan baik. Bank sentral mencoba melakukan terobosan dengan mengombinasikan kekuatan makro dan mikro, antara LDR dan GWM, dan beberapa alternatif kebijakan lainnya dengan prinsip harus menjaga keseimbangan dengan baik

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi