Reformasi calon konsultan

Berharap tambahan kuota dari calon konsultan

Ketika meluncurkan tiga buku terbitan bank sentral pada akhir April 2007, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menceritakan perkembangan terakhir di Dana Moneter Internasional (IMF), yang kebetulan menjadi judul salah satu buku tersebut.
Burhanuddin menceritakan pengalamannya yang tak terduga ketika ngobrol dengan Andrew Crockett saat bermain golf bersama sejumlah gubernur bank sentral negara anggota Asean di sela-sela pertemuan tahunan IMF di Singapura, September 2006.
Crockett bertanya IMF harus diapakan? Menjawab pertanyaan itu, Burhanuddin mengatakan lembaga itu dibikin menjadi konsultan saja. "Namun, saya tidak tahu apa ada yang mau menyewa jasanya," tutur gubernur BI.
Crockett kemudian bertanya lagi, "Indonesia mau [IMF] seperti apa?" "Saya bilang, saya mau membayar aja deh semuanya [utang Indonesia]. Saya tidak tahu waktu itu Andrew Crockett ternyata ketua tim restrukturisasi IMF. Jadi, saya kaget kalau dia ketua timnya," kata Burhanuddin.
Namun, Burhanuddin masih diajak bermain golf oleh sang ketua tim restrukturisasi IMF itu ketika menghadiri pertemuan Komite Keuangan dan Moneter Internasional Dewan Gubernur IMF di Washington DC, AS, pertengahan April 2007.
"Dia mengatakan setelah Indonesia membayar utangnya, kira-kira 30% dari pendapatan IMF berkurang. Jadi, 30% dari pendapatan gaji orang IMF terkurangi, sehingga berbagai fasilitas telah dikurangi. Terima kasih untuk Indonesia yang sudah selesai membayar utangnya," ujar gubernur BI menirukan Crockett.
Paling tidak, langkah Indonesia itu telah turut memacu reformasi di tubuh IMF. Kesulitan keuangan Proses restrukturisasi dan reformasi merupakan rencana yang digulirkan lembaga peminjam yang berbasis di Washington DC itu.
IMF mengalami kesulitan keuangan untuk menutup biaya operasionalnya, karena lembaga itu hidup dari bunga pinjaman, sedangkan kini makin sedikit negara yang meminjam kepadanya.
Tumbuhnya China menjadi raksasa ekonomi baru dan juga sebagai negara kreditor baru, membuat makin banyak negara berkembang, terutama di Afrika, yang meminjam kepada Beijing, tidak kepada IMF lagi.
Bahkan percepatan pelunasan utang yang telah dilakukan beberapa negara-seperti Indonesia, Serbia, Argentina, dan Uruguay-akan memperburuk pendapatan IMF dalam jangka pendek.
Dewan Eksekutif IMF memperkirakan lembaga keuangan internasional itu akan menderita defisit US$105 juta pada tahun fiskal 2007 yang berakhir pada 30 April 2007. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi awal US$90 juta.
Beberapa direktur IMF menyarankan agar lembaga tersebut menjual sebagian simpanan emasnya untuk kemudian diinvestasikan pada aset berbunga tinggi. Berdasarkan data terakhir, IMF memiliki 103,4 juta ons emas (3.217 metrik ton) dengan nilai US$64,7 miliar. Sebagian besar cadangan emas itu dimasukkan ke dalam neraca keuangan IMF dengan nilai SDR35 per ons, sedangkan cadangan dananya saat ini mencapai SDR5,9 miliar.
Pilihan tersebut sangat didukung oleh situasi saat ini, yaitu masih tingginya tingkat suku bunga global. Kondisi ini, menurut IMF, dapat mengkompensasi berkurangnya penerimaan, karena menurunnya credit outstanding.
IMF bahkan mengharapkan tingginya suku bunga dapat mendorong kenaikan pendapatan melebihi dari yang diperkirakan di rekening investasi baru. Persoalan kuota Mayoritas dari 184 negara anggota IMF tentu tidak ingin terbebani oleh persoalan penerimaan dan pendapatan tersebut.
Bagi mereka, selain AS dan negara-negara besar di Eropa, persoalan representasi suara dan penyesuaian kuota merupakan bagian dari restrukturisasi lembaga keuangan internasional itu. Restrukturisasi menyeluruh di tubuh IMF diperlukan, termasuk mengubah tata kelola, agar sesuai dengan standar akuntabilitas serta reformasi pengambilan keputusan yang harus didasarkan pada double majority voting system.
Dengan sistem ini, keputusan baru sah bila didukung oleh mayoritas anggota dan mayoritas suara. Jepang, misalnya, sudah menjadi negara maju dan tentu pola perhitungan representasi suaranya semestinya disesuaikan, bukan mengacu kepada rumusan ketika awal didirikannya IMF.
Selain seberapa besar iuran negara anggota, besar-kecilnya suara di IMF ditetapkan berdasarkan kuota, sedangkan besar-kecilnya kuota sebuah negara dinilai dari kaya-miskinnya negara tersebut, seperti besarnya PDB, besarnya cadangan, keadaan perdagangan, dan sebagainya. Amerika Serikat, misalnya, merupakan anggota dengan kuota terbesar, yaitu US$55,1 miliar, sedangkan yang terkecil adalah Palau (US$4,6 miliar).
Hal ini menempatkan AS sebagai pemilik kuota suara terbesar di IMF dan Bank Dunia sebesar 20%, sementara Jepang, Prancis, dan Jerman masing-masing 4%. Arab Saudi, Australia, dan Kanada juga memiliki kuota yang cukup besar.
Indonesia terdilusi Seluruh negara berkembang saat ini hanya memiliki suara sebesar 38% dari total suara di IMF. Kuota yang berlaku saat ini ditetapkan pada konferensi Bretton Woods pada 1948. Artinya, hampir 60 tahun tidak pernah berubah.
Saat ini, Indonesia bersama 11 negara, termasuk Fiji dan Tonga, hanya memiliki kuota kurang dari 3%. Indonesia sendiri hanya memiliki kuota di bawah 1%. Pada September 2006 di Singapura, disepakati kenaikan hak suara kepada China, Korea Selatan, Turki, dan Meksiko sebesar 1,8% dari total kuota IMF saat ini.
Namun, perubahan itu jelas tidak signifikan untuk mengimbangi hak suara AS dan negara anggota Uni Eropa, yang juga mengendalikan arah dan misi Bank Dunia. Pertemuan Dewan Gubernur IMF di Washington awal April itu juga membahas tentang kuota, selain kesepakatan komunike untuk melanjutkan reformasi keuangan di negara maju maupun berkembang demi terciptanya keseimbangan ekonomi global.
Kelanjutan dari hasil pertemuan di Singapura, kata Burhanuddin, mengamanatkan kenaikan hak suara pada negara lain yang harus diselesaikan dengan tenggat waktu 2008. Di Washington, para gubernur IMF hanya menyepakati pembukaan seluruh opsi perhitungan kuota yang ada.
Bila mengacu pada formula saat ini, Indonesia jelas akan terdilusi dan semakin lebih kecil dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara tegas menyampaikan bahwa Indonesia tidak bisa menerima formula seperti itu ketika Managing Director IMF Rodrigo de Rato berkunjungan pada pertengahan Januari 2007.
Burhanuddin menyebutkan Indonesia lebih menghendaki formula perhitungan dengan mengacu pada pertumbuhan produk domestik bruto serta dimasukkannya faktor purchasing power parity (PPP).
Hal itu didukung oleh AS, tetapi ditentang oleh Eropa. Karena itu, diskusi dan upaya kompromi menjadi mentah kembali. "Masih tahun depan baru diputuskan. Kita berharap opsi GDP dan PPP itu masuk, dan hasil yang maksimal kalau jumlah penduduk juga dimasukkan dalam perhitungan. Tetapi India saja keberatan. Padahal, penduduknya banyak sekali. Jadi, saya tidak tahulah kalau sudah masuk unsur lain."
Karena itu, tak heran apa pun hasil reformasi dan restrukturisasi IMF, kecilnya suara negara-negara berkembang hanya melenggangkan fakta bahwa tidak pernah ada wakil dari negara-negara tersebut yang menjadi managing director di IMF. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Itu cerita setahun yang lalu, pada awal tahun ini, tepatnya jam 13.25 wib Senin 28 Januari 2008 selepas rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Burhanuddin menjelaskan berapi-api soal kuota RI di IMF. (yang saya heran, kenapa Gubernur BI kok rapat kerja dengan DPR sementara hampir semua tokoh politik dari Presiden, Wapres, Menteri hingga Miranda Goeltom ada di Solo untuk pemakaman Jenderal Besar Soeharto.
Sorenya, saya dapat kabar, kantor Burhan diobok-obok orang KPK yang mencari data soal penyaluran dana BI kepada anggota DPR. Malamnya, saya bikin berita headline soal status Burhan menjadi tersangka. Tapi di halaman Makro, masih tersisa berita di bawah ini.
29 Januari 2008
faa
Oleh Fahmi Achmad
Bisnis indonesia
Indonesia ngotot kuota IMF ditambah


JAKARTA: Indonesia kembali bersikeras ingin mendapatkan kuota keanggotaan Dana Moneter Internasional (IMF) yang lebih besar sementara bantuan sebesar SDR 5,1 juta kepada Liberia disetujui legislatif.
Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah mengatakan pembicaraan tahap kedua untuk meminta tambahan hak kuota belum tuntas meskipun pada pertemuan September 2006 telah menyetujui peningkatan kuota empat negara lain.
Di Singapura dua tahun lalu, Dewan Gubernur IMF memutuskan untuk secepatnya menambah kuota bagi empat negara yang saat ini paling tidak terwakili di institusi tersebut, yakni China, Korea Selatan, Meksiko dan Turki.
Resolusi yang telah direkomendasikan oleh Dewan Eksekutif IMF kepada Dewan Gubernur itu merupakan satu paket reformasi kuota dan hak suara dalam tubuh IMF.
Burhanuddin mengatakan Indonesia menginginkan hak kuota yang lebih besar berlandaskan hak konstituen yang tergabung dalam South East Asia Voting Group (SEAVG).
“Paling tidak kita bertahan pada posisi yang paling besar di negara yang SEAVG. Karena [posisi] kita itu hampir 50% kuota di SEAVG itu. Kita ingin bertahan pada posisi itu, kalau bisa lebih besar lebih karena kemajuan ekonomi kita lebih baik,” katanya seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, kemarin.
Saat ini, Indonesia memiliki hak suara sebesar 21.043 atau sekitar 0,97% dari total hak suara anggota IMF. Porsi itu setelah Indonesia melakukan pembayaran kuota SDR 2.079,3 juta atau meningkat tujuh kali sejak 1973.
Posisi kuota yang lebih besar akan menentukan voting power suatu negara dalam pengambilan keputusan di IMF. Hingga kini, IMF tengah melakukan general review quota ke-13 yang rutin dilakukan lima tahun sekali.
SEAVG merupakan salah satu dari 24 konstituen Dewan Gubernur IMF. Indonesia bergabung bersama Brunei Darussalam, Kamboja, Fiji, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Singapura, Thailand, Tonga dan Vietnam.
Konstituen SEAVG memiliki kurang lebih 3,12% hak suara yang mencerminkan urutan ke-15 dari 24 konstituen. Pangsa Indonesia pada SEAVG paling besar sekitar 0,95% diikuti Malaysia (0,68%), Thailand (0,5%) dan Singapura (0,4%).

Di sisi lain, Burhanuddin menambahkan Indonesia akan berpartisipasi dalam rencana IMF untuk menyediakan paket pembiayaan bagi penghapusan tunggakan dan utang Liberia.
Dia mengatakan dana kontribusi untuk program IMF yang bersifat sukarela itu, akan diambil dari refund yang menjadi hak negara anggota dalam rangka mekanisme burden sharing. Indonesia menerima refund SDR 25,5 juta.
Kontribusi Indonesia dihitung berdasarkan quota share di IMF atau sebesar 0,96% dari total kebutuhan penghapusan utang Liberia sebesar SDR 530 juta. Burhanuddin menegaskan kontribusi RI sebesar SDR 5,1 juta atau 20% dari total refund.
Pada 23 November 2005, Dewan Eksekutif IMF menyetujui revisi komposisi SDR atau hak tarik khusus yang mengacu pada empat uang yaitu dolar AS (44%), euro (34%), yen (11%) dan poundsterling sebesar 11%. (Per 25 Januari 2008, US$1=0,6311101)
“Mereka [IMF] minta semuanya karena ada negara lain yang memberikan semuanya, misalnya Malaysia itu dia dapat refund SDR 3,12 juta , dia kasih semua… kita dapat SDR 25 juta karena tempo hari kita punya utang besar, dari pembayaran bunga-bunga itu disisihkan sebagian dan hasilnya sebagian… yaa jangan semuanya kita juga butuh kok,” papar Burhanuddin.
Komisi XI DPR menyetujui rencana BI tersebut dengan mempertimbangkan perlunya dukungan terhadap sesama negara berkembang serta amanat UUD 1945.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi