Beli Rumah di Depok Tangerang Bekasi, Murah Banget...

Dahulu, tak terbayang untuk membeli rumah di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Minat saya justru membeli aset property di kampung, punya lahan kebun luas, ada kolam berenang, ada kolam ikan.



Namanya minat kan boleh saja ya. Namun, tekanan untuk memiliki rumah di Jabodetabek semakin besar seiring dengan kebutuhan keluarga, terutama keluarga baru. Baru menikah, baru punya anak, baru ingin pindah dari mertua, dan lainnya.

Bersatunya keinginan dan kenyataan memang tak selalu mudah. Jumlah rumah Jabodetabek yang bisa dibeli di banyak dan melimpah. Berbanding terbalik, kemampuan membeli dan harga rumah, terasa sangat jauh.

Jakarta memang dekat dengan tempat bekerja, tetapi harga rumah sudah pasti selangit. Bodetabek menjadi sasaran pasangan baru menikah. Calon debitur KPR menjadi santapan para agen penjual.

Saya pun akhirnya mengakuisisi (biar terlihat keren) rumah di kawasan Tangerang pada 2007. Lokasinya tepat di exit 20 km jalan tol Janger (Jakarta-Tangerang).

Strategis memang, meski saat itu lokasinya sangat terasa jauh dan melelahkan. Harganya saat itu sekitar harga satu mobil avanza saat ini. Terasa mahal saat itu, terasa murah banget saat ini.

Beruntung? Boleh jadi. Semua harus disyukuri.



Saat ini rumah-rumah di wilayah Bodetabek semakin sulit terjangkau pasangan baru menikah. Pilihan apartemen memang banyak tetapi kata orang, “Di luar Jakarta kok belinya apartemen? Beli rumah tapak dong!”

Harga rumah raidus 20-25 km di luar Jakarta paling murah di atas 500 juta rupiah. Biasanya yang kompleks perumahan, harga sudah di atas 800 juta rupiah.

Gak nyampe 1 M, murah bangettttt….. itu kata afiliator.



Harga rumah yang begitu tinggi memang membuat banyak yang tak terjangkau oleh mereka yang benar-benar ingi menjadi penghuni, bukan investor.

Banyak rumah di kompleks perumahan yang kosong melompong ataupun diisi oleh penghuni sewa alias kontraktor. Menyewa rumah di Jabodetabek dengan kisaran 15 juta rupiah hngga 25 juta rupiah per tahun adalah keniscayaan yang nyata.

Ini memang kondisi yang ironis.

angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) rumah di Indonesia masih sangat tinggi. Angka backlog rumah per 2020 bertambah dari 11,4 juta menjadi 12,75 juta.

Jumlah tersebut juga belum termasuk pertumbuhan keluarga baru yang diperkirakan sekitar 700.000-800.000 per tahun.

So pemerintah punya pekerjaan rumah yang banyak.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat harus meningkatkan akses masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan permukiman layak, aman dan terjangkau untuk mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni dengan target akses hingga 70 persen pada 2024.

Pemerintah juga wajib meningkatkan kemudahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki hunian layak melalui program pembangunan rumah bersubsidi.

Namun, peran aktif asosiasi pengembang, swasta, serta perbankan juga penting ya.

Di Jabodetebak, jumlah pengembang besar yang khusus perumahan tak banyak, ya mereka-mereka itu juga.

Yangbesar antara lain Lippo Karawaci (LKPR), Alam Sutera (ASRI), Bumi Serpong Damai (BSDE), Ciputra Development (CTRA), Pakuwon Jati (PWON), Summarecon Agung (SMRA), Paramount, Bukit Sentul, dan beberapa pengembang menengah dan kecil lainnya.

Saat ini demand akan kepemilikan aset rumah lagi tinggi-tingginya. Kondisinya sudah mirip seperti sebelum masa pandemic Covid-19.

Kemampuan daya beli masyarakat terutama di luar Jawa, kembali tinggi. Kenaikan harga komoditas perkebunan membuat daya beli juga terkatrol.

Riset RHB Sekuritas 22 Maret 2022, menyebutkan secara historis, kenaikan komoditas harga cenderung memiliki efek menetes ke bawah pada sektor properti.

Berdasarkan perkiraan kami pasca-2009, harga komoditas memiliki korelasi yang kuat dengan prapenjualan – terutama batu bara dan CPO, yang memiliki efek jeda enam bulan sampai satu tahun.

Daerah luar Jawa merupakan sumber komoditas utama.

CTRA memiliki eksposur terbesar ke luar Jawa, diikuti oleh Bumi Serpong Damai (BSDE), yang memiliki aset pengembangan properti di Sulawesi dan Sumatra. Sementara itu, SMRA memiliki beberapa eksposur (walaupun kecil) di luar Jawa.

Bagi yang ingin membeli rumah dengan cara KPR di bank, factor suku bunga haruslah jadi pertimbangan utama. Apalagi kalau teornya 15-20 tahun.

Kata RHB, meskipun ada kemungkinan untuk mendaki, suku bunga acuan (kami mengharapkan peningkatan 50bps di 2H), telah pada level terendah dalam jangka menengah – yang seharusnya meningkatkan sentiment pada sector properti.

Pinjaman hipotek atau kredit perumahan (KPR) dalam mata uang Rupiah tumbuh sebesar 10% YoY setahun terakhir.

Bandingkan pertumbuhannya dengan pencapaian 3% YoY pada tahun 2020 dan mencapai puncaknya pada 14% YoY pada tahun 2018.

Menurut RHB, perpanjangan subsidi PPN memberikan dukungan tambahan. Kami percaya bahwa perpanjangan pemotongan tarif PPN hingga Sep 2022 (mulai Juni 2022) akan menjadi katalis positif yang kuat.

Meskipun diskon untuk membeli properti telah berkurang 50%, subsidi PPN juga berlaku untuk persediaan yang tersedia yang harus dijual dari Januari 2022 hingga September 2022.

Yang dapat manfaat dari subsidi PPN terbesar adalah Pakuwon Jati (PWON) – yang 87% dari prapenjualannya terkait dengan ini.

Masih mengacu pada RHB, rata-rata marketing sales atau prapenjualan FY22 sektor ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 9% YoY, dengan CTRA dan BSDE menargetkan penjualan pemasaran melebihi Rp7 triliun.

Pilihan Teratas: CTRA (TP: Rp1.500) dan SMRA (TP: Rp1.300).

CTRA memiliki landbank besar yang terdiversifikasi, neraca yang lebih kuat, dan eksposur yang lebih besar ke sumber komoditas.

SMRA memiliki katalis positif di kotapraja Bogor, yang akan berisi unit rumah yang terjangkau untuk pembeli rumah pertama.

Dengan semua analisa itu, yang jadi tantangan bagi para emiten pengembang perumahan tersebut adalah kenaikan suku bunga lebih besar dan lebih cepat dari yang diantisipasi dan ketidakpastian atas pembatasan terkait COVID-19 yang menghambat pembelian property.

Akan tetapi, bagi masyarakat, sepanjang harganya terjangkau, daerah yang jarak lebih dari 30 km dari Jakarta pun dikejar. Apalagi kalau harganya murah bangettttt…..

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi