Arifin Tasrif dan Tren Gaya Baru Motor Listrik

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tampak meyakinkan ketika mengendarai motor listrik di DI Yogyakarta Rabu (23/03/2022).

Di Kota Gudeg tersebut, Arifin Tasrif bersama sejumlah pejabat PT PLN, menyempatkan diri untuk mencoba motor listrik dari Hotel Royal Ambarrukmo menuju Hotel Sheraton Mustika.

Sang Menteri bahkan mencoba melakukan pengisian daya mobil listrik melalui SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) yang tersedia di Hotel Sheraton Jogjakarta.

ANTARA/Hery Sidik.

"Kita memang mulai memasuki, mendorong kendaraan bermotor listrik yang sebenarnya memang bisa mengurangi emisi. Jadi ini memang sesuai target kita untuk mendorong mengurangi emisi," kata Arifin ketika Parade Konversi Sepeda Motor BBM ke Listrik yang merupakan rangkaian acara G20.

(https://www.antaranews.com/berita/2777193/menteri-esdm-dorong-penggunaan-motor-listrik-untuk-kurangi-emisi)

Motor listrik memang barang baru. Tapi tidak baru-baru amat. Dalam 3-4 tahun terakhir, motor listrik kian semarak wara-wiri di jalanan, terutama di Ibukota Jakarta.

Saya pun sebenarnya tertarik untuk memiliki motor listrik. Rasanya keren aja, punya motor seperti motor biasa, gak perlu antre beli bensin, gak perlu ganti oli. Rasanya pun canggih gitu, lewat wussss… tanpa suara knalpot tanpa harus brum.. brum… brum..

Kadang iri juga lihat pengendera ojek online naik motor dengan pelat nomor ada birunya itu. Warna biru di pelat nomor kendaraan merupakan tanda itu adalah kendaraan listrik.

Presiden Joko Widodo menjajal sepeda motor listrik buatan dalam negeri 'Gesits' seusai melakukan audiensi dengan pihak-pihak yang terlibat proses produksi, di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/11/2018). Sepeda motor itu diproduksi oleh PT Wijaya Manufakturing, perusahaan patungan dalam negeri yang dibentuk oleh PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi bersama PT Gesits Technologies Indo. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A


Jadi saya sih setuju dan mendukung misi pak Menteri ESDM untuk me-massal-kan motor listrik.

Sepeda motor penggerak BBM di Indonesia telah mencapai 115-120 juta unit, dengan permintaan setiap tahunnya mencapai 6 juta unit. Sementara sepeda motor di Indonesia termasuk salah satu penyumbang emisi karbon CO2 terbesar.

"Kalau 120 juta ini menggunakan konsumsi BBM 2 liter per hari, kalau dalam 10 tahun kita bisa ganti semua kendaraan berbahan bakar BBM ini ke listrik dia akan menghemat 240 juta liter BBM per hari," kata Arifin.

"Jadi dari pemilik motor lama ini akan penghematan banyak dan dari segi pemerintah akan ada penghematan 240 juta liter per hari itu hampir sama dengan 1,5 juta barel per hari ekuivalen. Jadi banyak devisa yang bisa dihemat." Begitulah hitung-hitungan pemerintah.

Gak perlu isi bensin tentu bikin masyarakat untung. Biaya bulanan berkurang. Dana beli bensin disimpan biar tambah sejahtera lah.

"Kemudian 2 liter (BBM) itu akan meninggalkan cost Rp 24 ribu, tapi kalau menggunakan listrik dia menggunakan seperempatnya saja. Jadi yang keluar Rp 6 ribu," ungkap Arifin.

Listrik memang sumber energy yang luar biasa. Kendaraan listrik merupakan perwujudan dari upaya memaksimalkan energy baru terbarukan (EBT).

Konsep EBT ini membuat saya jadi teringat ketika bertemu Arifin di Tokyo pada awal Mei 2017.

Saat itu Arifin Tasrif adalah Duta Besar RI untuk Jepang dan Federasi Mikronesia. Dia disetujui jadi dubes pada Maret 2017 dan baru menyerahkan surat kepercayaan kepada Kaisar Akihito di Istana Kekaisaran Tokyo pada 22 Juni 2017.

Di Tokyo tersebut, saya menemani pak Ignasius Jonan Menteri ESDM kala itu yang ada agenda kunjungan ke Jepang.

Arifin pun menemani Jonan bersama Rahmat Gobel, Utusan Khusus Presiden RI untuk Jepang, dan Jusman Syafei Jamal, mantan Menteri Perhubungan untuk berdialog dengan Diaspora Indonesia di Tokyo pada Minggu 14 Mei 2017.

Dalam pertemuan di Balai Indonesia Sekolah Republik Indonesia Tokyo, lebih dari 150 warga Indonesia ikut berpartisipasi. Mayoritas dari mereka adalah mahasiswa yang termasuk dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia.

Isu energy murah memang enak dibahas.

Herman, mahasiswa lainnya, mempertanyakan cadangan geothermal di Tanah Air yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan sumber energi.

Huda, mahasiswa dari Tokyo Institute of Technology menanyakan penerapan Permen 12/2017 tentang Energi Baru Terbarukan.

Sigit Permana, mahasiswa fisika nuklir, ingin memastikan apakah energi nuklir masih menjadi pilihan terakhir untuk menjadi sumber energi nasional.

Adapun Susanti menanyakan ketersedian listrik di wilayah Kalimantan.  "Kampung saya di Tarakan, listrik 3 kali mata sehari."

Jonan saat itu menanggapi satu persatu pertanyaan para diaspora tersebut, sesekali sambil bercanda. "Pemerintah kita mendorong agar harga energi bisa lebih murah ke masyarakat," kata Jonan

Arifin pun ikut tersenyum. Lima tahun setelahnya, yaitu saat ini. Isu energy murah inilah yang menjadi salah satu tugas Arifin Tasrif menggantikan Jonan.

Menurut Arifin, konversi sepeda motor listrik sudah dimulai sejak 2020. Hal ini dilakukan dalam upaya Indonesia menuju karbon netral atau net zero emission pada 2030 atau lebih cepat.

Target kendaraan listrik dalam dokumen Grand Strategi Energi Nasional dan Rancangan Net Zero Emission adalah sekitar 2 juta kendaraan listrik roda empat dan 13 juta kendaraan listrik roda dua pada tahun 2030.

Jika target tersebut tercapai, hasilnya akan memberikan potensi pengurangan konsumsi BBM sebesar 6 juta KL per tahun dan penurunan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 7,23 juta ton CO2e.

Oleh karena itu, secara bertahap pemerintah melakukan konversi motor listrik, dimulai dari tahun ini dengan jumlah 1.000 unit sepeda motor dengan sasaran sepeda motor operasional BUMN dan Pemerintah Daerah.

Dengan target konversi sebanyak 1.000 unit sepeda motor, Arifin berharap mendorong keterlibatan aktif para pelaku usaha komponen motor listrik konversi, controller, penyedia baterai untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan kandungan lokalnya.

Seremoni parade konversi sepeda motor listrik. ANTARA/HO-Humas Kementerian ESDM

Dari sisi manufaktur, para desainer dan modifikator kendaraan di Indonesia diyakini dapat meningkatkan tingkat komponen dalam negeri untuk kendaraan listrik roda dua dan tiga hingga mencapai 40%, meskipun memang tidak mudah.

Proyeksi dari Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), ada setengah dari 195 pabrikan komponen otomotif akan terdampak peralihan menuju kendaraan berbasis listrik.

Bagi sektor industri yang akan sangat terdampak seperti produsen mesin, memang diperlukan langkah cepat untuk melakukan peralihan.

Jumlah kendaraan listrik yang beredar di seluruh Indonesia memang masih kecil. Hingga kini, jumlah kendaraan roda dua berbasis listrik yang telah dipakai sudah lebih dari 14.000 unit.

Angka itu tentu sangat kecil dibandingkan dengan total penjualan sepeda motor berbahan bakar bensin yang pada 2021 mencapai 5,05 juta unit.

Tetapi motor listrik akan terus mempesona. Perusahaan jasa layanan seperti Grab memesan 6.000 unit motor listrik dari Viar.

Ada juga upaya pengembangan ekosistem kendaraan listrik, seperti yang dilakukan oleh perusahaan patungan antara Gojek dan PT PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA), Electrum, dengan PT Pertamina (Persero), perusahaan awal Taiwan Gogoro, dan produsen sepeda motor listrik Gesits—PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA).

Ekosistem memang penting. Penjualnya ada, pembelinya ada, motornya ada, baterainya juga ada, pengisian listriknya juga harus ada.

"Jadi saat ini ada SPKLU sudah lebih dari 100 dengan 85 persen menggunakan home charging,” kata Arifin.

Namun, pak Menteri ESDM juga harus memperhitungkan biaya dan harga untuk punya motor listrik, baik untuk yang mau konversi ataupun beli motor baru.

Tidak ada acuan tarif konversi, kecuali biaya uji tipe. Pemerintah menyerahkan tarif konversi kepada bengkel yang telah mendapatkan izin konversi. 

Sebagai gambaran, salah satu komponen penting dari kendaraan listrik adalah baterai. Baterai tipe Li-NCM 72 Volt yang dipakai Gesits, misalnya, bisa didapat dengan harga Rp7,5 juta. Adapun biaya uji tipe sepeda motor listrik ditetapkan oleh pemerintah dengan tarif Rp4,5 juta. 

Ditambah dengan biaya komponen lain, seperti motor listrik alias dinamo, kontroller, dan panel display, plus jasa konversi bengkel, total biaya konversi ditaksir mencapai Rp15 juta.

Kalau membeli motor listrik baru, masyarakat kini punya banyak pilihan. Model baru Gesits G1, misalnya, dipasarkan dengan harga Rp28,7 juta plus tambahan 1 baterai cadangan.

Merek United T1800 dapat dibeli di harga Rp27,0 juta, bahkan Viar Q1 hanya dibanderol Rp18,1 juta, BF Goodrich Angela seharga Rp14,4 juta, dan Ecgo 2 hanya Rp8,5 juta. 

Saya pun membayangkan segera memiliki motor listrik. Tapi kapan motor Jepang kayak Honda, Yamaha dan Suzuki menjual motor listrik dengan harga terjangkau ya pak Arifin?


Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi