Target laba di antara tanda leges dan cukai

Oleh Fahmi Achmad

Wartawan Bisnis Indonesia

Saya masih saja tersenyum kalau mengingat bagaimana Tara, rekan saya dalam akun Twitter baru-baru ini menulis "PT Delta Djakarta Tbk naikkan harga produk minuman 30% pada April! Waduh alamat miskin kita!"
Tara termasuk kaum urban yang sesekali menghabiskan waktu dengan bersantai di pusat hiburan dan terkadang juga mencicipi minuman beralkohol atau sering disingkat minol.
Soal harga minol yang melambung sejak bulan lalu akan menjadi landasan bagi para produsen minuman ringan dan beralkohol terkait penjualan dan pendapatan mereka pada tahun ini.
Produsen minuman beralkohol di Indonesia terdiri dari PT Multi Bintang Indonesia Tbk, PT Delta Djakarta, PT Gitaswara Indonesia, dan PT Bali Hai Brewery Indonesia. Keempat produsen tersebut memproduksi bir mencapai 2 juta hektoliter per tahun.
Multi Bintang mengandalkan penjualan bir Bintang, lalu produk lager beer premium seperti Heineken, Guinness Foreign Extra Stout, dan minuman nonalkohol seperti Green Sands, Green Sands Recharge, dan Bintang Zero.
Delta Djakarta menjual produk dengan merek bir Anker, Stout, Kuda Putih, Carlsberg Beer, Es Soda, Sodaku, San Mig Light dan San Miguel Beer.
Pada tahun lalu, berdasarkan data Bloomberg, pendapatan Multi Bintang 2009 naik dari Rp1,3 triliun menjadi Rp1,62 triliun. Dampaknya laba terkerek dari Rp222 miliar menjadi Rp340 miliar.
Manajemen Delta Djakarta pada paparan publik 29 April menyampaikan pendapatan penjualan 2009 meningkat sebesar 7,5% dari Rp1,2 triliun pada 2008 menjadi Rp1,3 triliun. Membesarnya pendapatan disebabkan kenaikan volume penjualan 2,3% pada volume domestik, pengelolaan potongan penjualan dan naiknya harga jual untuk premium bir.
Laba bersih Delta Djakarta pada 2009 meningkat sebesar 51% menjadi Rp126,5 miliar, dan laba bersih per saham naik dari Rp5.230 pada 2008 menjadi Rp7.900 tahun lalu.
Salah satu yang mengganjal keuntungan Delta Djakarta adalah beban cukai bir dan pajak penjualan juga meningkat sebesar 4,1% dari Rp503,3 miliar pada 2008 menjadi Rp524,2 milyar pada 2009.
Namun, peningkatan beban cukai bir dan pajak penjualan tersebut dapat ditekan sehubungan dengan pemberlakuan kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan dan Karimun sejak 1 April 2009.
Tahun lalu sebenarnya dinilai tak begitu baik bagi produsen bir. Proyek pembangunan infrastruktur mulai berjalan tetapi konsumsi masyarakat tumbuh lebih rendah hanya menjadi 4,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,3%.
Industri bir Indonesia pada 2009 mengalami penurunan setelah mengalami pertumbuhan yang signifikan tahun sebelumnya. Di samping kenaikan harga komoditi, faktor utama penurunan industri bir lokal adalah disebabkan pemberlakuan peraturan daerah tentang pembatasan peredaran minuman beralkohol, dan ketatnya peraturan periklanan dan promosi.
Ada sekitar 47 wilayah di seluruh Indonesia yang memberlakukan perda pembatasan peredaran minol. Beberapa daerah menggunakan aturan Leges (pengesahan terhadap surat-surat keterangan berharga) dan stiker.
Sebagian kota sudah larangan total, di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, sebagian Sumatra Selatan, dan Jawa Tengah, Jawa Timur serta Papua.
Promosi pariwisata
Manajemen Delta menyatakan pihaknya sebagai perusahaan terbuka harus mengikuti dan mematuhi larangan lokal ataupun area di mana tempat beroperasi. Bali dan beberapa daerah yang masih membutuhkan industri bir untuk mendukung pariwisata menjadi sasaran ekspansi.
"Masih ada peluang yang masih bisa dimanfaatkan, contohnya dengan meningkatkan aktivitas promosi di on premise seperti cafe dan restoran. Dari tempat itu perseroan memanfaatkan membangun citra/image brand dan juga meningkatkan awareness," kata manajemen Delta dalam paparan publik kala itu.
Tantangan bisnis terbesar bagi dua emiten minol itu adalah pengenaan bea masuk dan cukai. Pemerintah menaikkan tarif bea masuk atas impor sejumlah produk minuman beralkohol untuk optimalisasi terhadap penerimaan negara serta untuk mempermudah administrasi pemungutan dan pengawasan bea masuk.
Berdasarkan Permenkeu No 62/PMK.011/2010 tentang tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung atil alkohol dan konsentrat yang mengandung etil alkohol per tanggal 17 Maret 2010, disebutkan antara lain:
Etil Alkohol atau Etanol. Semua jenis etil alkohol, kadar, dan golongan ditetapkan Rp20.000 per liter untuk produksi dalam negeri dan produksi impor.
Minuman yang mengandung Etil Alkohol untuk produksi dalam negeri golongan A (jenis bir) menjadi Rp11.000 per liter sebelumnya Rp2.500-Rp3.500 per liter, golongan B menjadi Rp30.000 sebelumnya Rp5.000-Rp10.000 per liter, dan golongan C menjadi Rp75.000 sebelumnya Rp26.000 per liter.
Sedangkan untuk produksi impor golongan A menjadi Rp11.000 atau masih sama dengan sebelumnya, golongan B menjadi Rp40.000 sebelumnya Rp20.000-Rp30.000 dan golongan C menjadi Rp130.000 dari sebelumnya Rp50.000 per liter.
Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol. Semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung Etil Alkohol untuk produksi dalam negeri dan impor menjadi Rp100.000 per liter dari sebelumnya Rp50.000.
Ada juga aturan lain seperti tarif bea masuk dalam PMK No. 82/PMK.03/2010 yang mulai berlaku per 7 April 2010.
Rincian kenaikan tarif bea masuk tersebut adalah untuk bir yang terbuat dari malt yaitu bir hitam dan porter maupun lain-lain termasuk ale dikenakan tarif bea masuk sebesar Rp14.000 per liter, sedangkan untuk minuman fermentasi pancar dikenakan bea masuk Rp55.000 per liter.
Untuk brendi dengan kadar alkohol tidak melebihi 46% menurut volumenya atau dengan kadar alkohol melebihi 46% menurut volumenya dikenakan bea masuk Rp125.000 per liter.
Wiski dengan kadar alkohol tidak melebihi 46% atau dengan kadar alkohol melebihi 46% menurut volumenya dikenakan bea masuk Rp125.000 per liter.
Vodka dengan kadar alkohol tidak melebihi 46% atau dengan kadar alkohol melebihi 46% juga dikenakan bea masuk sebesar Rp125.000 per liter.
Adanya aturan-aturan tersebut tak pelak membuat Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) memperkirakan harga minol akan naik 20%-40%. Produsen terpaksa akan menaikan harga karena untuk menekan beban yang ditanggung produsen.
"Pasti ada kenaikan harga, kalau naik 300%, maka akan kita sesuaikan ke pasar, kenaikannya 20%-40%," kata Juru bicara GIMMI Ipung Nimpuno, baru-baru ini.
Delta Djakarta, produsen minuman ringan dan beralkohol, mampu menjual minuman beralkohol sebanyak 20 juta liter selama kuarta I/2010 atau naik lebih dari 20% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Manajer Pemasaran PT Delta Djakarta Ronny Titiheruw menuturkan pihaknya berencana untuk menaikkan harga jual sekitar 30%-40%. Lalu bagaimana dengan prospek penjualan?
Menurut Ronny, pihaknya masih akan melihat reaksi pasar pada kuartal II/2010 terhadap kenaikan harga minuman beralkohol.
Dia menjelaskan jika pasar kurang menerima kenaikan harga, produsen tetap akan menaikkan harga jual, tetapi kemungkinan disesuaikan persentase kenaikannya.
Harga yang naik setidaknya sudah menjadi salah satu indikator mendongkrak pendapatan emiten minol. Apalagi kalau loyalitas orang-orang seperti Tara tak terpengaruh pungutan cukai dan tanda leges tersebut.
(fahmi.achmad@bisnis.co.id

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi