Apparel sepak bola, siapa menang?

Kompetisi itu memang tak hanya adu kaki di lapangan hijau. Sepak bola modern menyerap semua hal termasuk pengunaan kostum dan perlengkapan pemain sebagai wujud persaingan yang berorientasi kepada keuntungan.



Januari ini, salah satu klub terkemuka di dunia Liverpool akhirnya harus mengakhiri kerja sama sewindu terakhir dengan perusahaan apparel utama dunia Adidas. Banyak faktor menjadi landasan perpisahan itu.

Ada yang bilang pemilik baru Liverpool atau yang beken disebut the Kop, sang miliuner John W Henry lebih suka menggunakan produk Amerika Serikat. Karena itu Liverpool pun beralih ke Warrior Sports Inc.

Apparel yang dimiliki New Balance Athletic Shoe Inc., yang berbasis di Boston, akan menjadi pemasok resmi perlengkapan klub Liverpool dan kerja sama itu akan dimulai 1 Juni 2012 dengan nilai 150 juta pounds selama 6 tahun, atau 25 juta pounds per tahunnya.

Nilai itu jelas lebih besar dari 13 juta pounds yang diterima Liverpool setiap tahunnya dari Adidas. Kontrak baru ini sendiri menjadikan Liverpool sebagai klub dengan apparel termahal di Liga Inggris, mengalahkan Manchester United yang dikontrak 23,5 juta Pounds per tahunnya oleh Nike.

Hanya Barcelona yang dikontrak Nike dengan 26,3 juta Pounds per tahun yang memiliki kontrak lebih mahal dari The Reds.

Namun, bagi Adidas, Liverpool dinilai tak memberikan keuntungan lebih meskipun klub Merseyside itu memiliki rekor 18 gelar juara Liga Inggris sebelum era modern. Liverpool juga mengoleksi 5 gelar Liga Champions Eropa yang hanya bisa dilewati AC Milan dan Real Madrid, dua tim pengguna apparel Adidas.

CEO Adidas Herbert Hainer mengatakan Liverpool meminta nilai klontrak yang tak wajar, sementara klub itu sendiri tak menunjukan prestasi yang menggigit di lapangan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Adidas, apparel kebanggaan asal Jerman memang wajar 'kebakaran jenggot' dengan lepasnya Liverpool dari daftar klien. Di Liga Inggris, terutama klub 5 besar, logo tiga garis Adidas hanya terpampang di kostum Chelsea, meskipun Fernando Torres memakai sepatu Nike.

Adidas mau tak mau sedikit kalah dari Nike, seteru abadi mereka. Manchester United dan Arsenal adalah dua tim dengan dukungan apparel Nike. Soal prestasi kedua klub itu? jangan ditanya deh, jelas menguntungkan brand Nike secara keseluruhan!

Sejarah kedua apparel itu memang lebih panjang dari sekedar jarak antar gawang di lapangan sepak bola. Adidas dan Nike jelas tak sekedar bersaing sengit head to head, bahkan mereka juga mengakuisisi merek lain untuk berkompetisi image rights.

Di negeri Kate Middleton dan Pangeran William, Nike membeli merek Umbro dan kini menjadi apparel timnas Inggris dan tentunya klub Manchester City, pemuncak klasemen sementara Liga Primer. Adidas yang juga mengakuisisi Reebok tak mampu berbuat banyak.

Anda penggemar liga Serie A Italia? kompetisi Adidas dan Nike juga terjadi di Negeri Pizza itu. Rivalitas AC Milan yang memakai Adidas dengan Inter Milan yang menggunakan Nike jauh lebih kental dari saus spaghetti.

Pekan lalu, Derby Madoninna antara AC Milan dengan Inter Milan pun dimenangkan Nike. Namun ironisnya, sang pencetak gol tunggal laga derby itu yaitu striker Inter Milan Diego Milito justru pemakai sepatu Adidas.

Masih ingat Paolo Maldini, il capitano AC Milan terbaik setelah Franco Baresi. Maldini pemain yang khas dengan kostum Adidas nomor punggung 3 itu justru menggunakan sepatu Nike. Ironi Name Rights yang menggelikan.

Anda juga penggemar Liga Spanyol? Adidas dan Nike harus berbagi panggung dalam konteks derby atau laga tim sekota. Real Madrid yang begitu Adidas mania pun harus tampil ngotot ketika melawan Atletico Madrid.

Namun El Classico antara Real Madrid versus Barcelona yang ditopang Nike jelas menyemburatkan persaingan kedua apparel yang begitu membara. Keunikan tetap saja ada ketika faktor Name Rights alias hak pemain menggunakan sepatunya sendiri, menjadi fokus perhatian.

Nike jelas begitu bangga karena Cristiano Ronaldo yang berkostum Adidas justru memakai sepatu CR9 Nike. Meskipun bagi Adidas dan Real Madrid, penjualan kostum Ronaldo nomor 9 juga menguntungkan hingga 100 juta euro.

Kasus Barcelona pun demikian. Lionel Messi sang mesiah Barcelona dan Xavi Hernandez the playmaker, justru memakai sepatu Adidas biru ketika bermain mengalahkan Real Madrid di La Liga, Copa del Rey hingga malam penghargaan Ballon d'Or 2011/2012.

Di Amerika Latin, kedua apparel juga bertempur di lapangan hijau saat laga “Super Classico” di Argentina antara Boca Juniors (Nike) dan River Plate (Adidas).

Brasil yang begitu identik dengan Nike pun harus rela memakai jasa playmaker Kaka yang bersepatu Adidas. Tak hanya itu, Fluminense klub besar Brasil yang bermarkas di stadion keramat Maracana pun menggunakan Adidas.

Di Jerman yang begitu adidas mania pun tak lepas dari celah yang dimanfaatkan seterunya. Klub ibukota Hertha Berlin pun memakai Nike, suatu kecolongan yang menampar para pembuat sepatu Adidas di kampung halaman mereka di Herzogenaurach, kota kecil dekat Munich.

Di Asia pun tak beda jauh kondisinya. Ketatnya persaingan apparel juga terlihat ketika Jepang yang memakai Adidas selalu tampil tegang melawan tim gingseng Korea Selatan yang menggunakan kostum Nike.

Perpindahan apparel juga jamak terjadi di level negara. Belanda, Australia dan Turki serta terakhir Prancis pun beralih ke Nike, tetapi saat yang sama Rusia, Meksiko, Denmark, Slovakia, Skotlandia memakai logo tiga garis miring Adidas.

Namanya juga sepak bola, kompetisi antarapparel ini memang akan selalu saling mengalahkan tanpa hegemoni mutlak, karena faktor uang tetap menjadi katalisator persaingan.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi