Kilau prospek emiten layar kaca

Kok televisi yang biasa menayangkan berita tiba-tiba jadi menyiarkan pertandingan sepak bola secara langsung? Begitu pertanyaan satu kawan saya ketika melihat siaran live salah satu stasiun televisi nasional.

Oleh Fahmi Achmad
Anak kampung

Mudah saja menjawab pertanyaan itu, siaran langsung sepak bola tentu dinilai manajemen stasiun TV sebagai program yang menguntungkan dan akan mendongkrak pendapatan perusahaan.

Ada pameo dalam dunia media, beri saja yang pembaca dan penonton mau, dan saat ini demam sepak bola masih terjadi di masyarakat. Tentu saja potensi bisnisnya pun tak ingin dilewatkan oleh pihak televisi.

Tak heran saat ini tak kurang tujuh dari 11 stasiun TV yang berlisensi peredaran nasional memiliki program sepak bola mulai dari liga nasional maupun kompetisi mancanegara dengan kontrak lebih dari setahun.

Kondisi tersebut juga linear dengan belanja iklan yang diperkirakan belum juga mencapai kapasitas maksimal. Itu semua peluang keuntungan bagi stasiun televisi, termasuk yang telah gop public.

Saat ini, bursa Indonesia memiliki tiga emiten yang menggarap bisnis pertelevisian, yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), dan PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM).

Dari ketiga emiten tersebut, emiten dengan kode saham MNCN boleh dikatakan terbesar karena berstatus sebagai pemilik tiga stasiun televisi, RCTI, Global TV dan MNC TV. Tiga stasiun tersebut sejauh ini menguasai 37% pangsa pasar stasiun televisi di Indonesia dan mampu menyumbang hingga 94% dari pendapatan Media Nusantara Citra (MNC).

Mau tahu berapa proyeksi kinerja keuangan MNC? Rp1 triliun jadi target laba bersih yang dikejar manajemen pada tahun ini. Bahkan MNC membidik pendapatan Rp6,13 triliun pada tahun ini.

Angka tersebut boleh jadi tak terlalu besar bila mengingat grup media milik pengusaha nasional Harry Tanoesudibyo itu, hingga November 2010 berhasil meraup pendapatan bersih senilai Rp4,37 triliun, tumbuh 36% dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama 2009 senilai Rp3,21 triliun.

Kenaikan tersebut ditopang oleh pertumbuhan pendapatan iklan hingga 41%, serta penjualan konten dan value added service (VAS) naik masing-masing 10%.

“Pencapaian tersebut mengangkat perolehan laba bersih sebesar 72% dari Rp375 miliar di November 2009 menjadi Rp646 miliar pada November 2010. Keseluruhan angka-angka ini memberikan indikasi yang sangat baik atas kinerja akhir tahun yang sangat memuaskan,” ujar Harry Tanoesudibyo, Presiden Direktur MNC.

Selaku grup usaha media terintegrasi, MNC memiliki beberapa program acara favorit yang berpotensi memiliki rating tinggi, antara lain siaran sepak bola Liga Inggris untuk tiga musim yang dimulai pada 2010, lalu putaran final Piala Eropa 2012 dan 2016.

Selanjutnya siaran langsung AFF Championship 2012, AFC Asian Cup 2011, dan AFC Championship League untuk 2011 dan 2012.

“Kami akan tetap menyiarkan program dengan rating tinggi pada 2011 dalam bentuk sinetron, reality show, komedi situasi, acara musik, dan lainnya. Kami akan terus fokus mengintensifikan program in-house kami yang akan memberikan margin lebih tinggi,” kata Harry.

Secara keseluruhan, perseroan mengklaim telah mencapai 42% pangsa pemirsa (audience share) pada minggu terakhir 2010. Angka audience share yang tinggi memang menjadi andalan stasiun TV mencari iklan ketimbang sekedar menjual angka rating program.

Apalagi persaingan berebut kue iklan kian ketat. Laporan Media Partners Asia yang memperkirakan belanja iklan akan tumbuh di atas 15% pada tahun ini. Angka tersebut masih di bawah pertumbuhan belanja iklan 2010 yang 20%.

Sementara itu dengan jumlah institusi pengiklan mencapai 2.000 perusahaan, dana yang dibelanjakan untuk iklan di Indonesia sejauh ini masih cukup kecil, yaitu 0,3% dari total produk domestik bruto (PDB).

Sementara itu di Malaysia dan Thailand, dana yang dibelanjakan untuk iklan mencapai masing-masing 0,4% dari PDB. Sedangkan Singapura total belanja iklan mencapai 0,5% dari PDB.

Dengan menilik kondisi tersebut, masih ada ruang bagi pertumbuhan belanja iklan di Indonesia. Sekaligus, hal itu akan memberi dampak positif bagi pelaku media, terutama bagi stasiun televisi komersial.

Karena itu, proyeksi kenaikan belanja iklan tahun ini juga direspons oleh manajemen Indosiar Karya Media (IKM) pemilik stasiun TV Indosiar. Direktur Indosiar Karya Media Harry Pramono mematok target pendapatan perseroan pada 2011 lebih dari Rp1 triliun.

Mengenai segmen pasarnya, Harry berharap pendapatan iklan seperti iklan telekomunikasi, makanan dan rokok akan mengangkat performa pendapatan tahun ini.

Sejauh ini, beberapa perusahaan produsen barang-barang konsumsi yang tercatat mengeluarkan dana yang cukup besar di antaranya PT Unilever Indonesia Tbk, PT Gudang Garam Tbk, Indofood, PT Kalbe Farma Tbk, serta PT Mayora Indah Tbk.

Sepanjang Januari—September 2010, perusahaan televisi milik Salim Grup ini membukukan pendapatan senilai Rp606,74 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp596,53 miliar.

Nilai laba bersih perseroan yang 8,5% sahamnya dimiliki Citibank Singapore ini tercatat Rp26,72 miliar hingga September 2010.

Program baru

Tak hanya itu, anak usaha IKM, PT Indosiar Visual Mandiri yang mengoperasikan secara langsung stasiun TV di wilayah Daan Mogot Jakarta itu menyiapkan anggaran Rp600 miliar untuk divisi program. Dana sebesar itu, akan digunakan guna meraih rating ke posisi pertama pada 2011.

“Indosiar akan lebih mengutamakan sinetron dan sepak bola. Indosiar akan konsentrasi kepada sinetron lebih utamanya,” ujar Direktur Program Indosiar, Triandy Suyatman.
Indosiar kini menjadi salah satu stasiun yang menyiarkan Liga Primer Indonesia (LPI), kompetisi sepak bola baru yang digagas konsorsium pimpinan Arifin Panigoro.
Kabarnya, Indosiar juga akan menyiarkan Lega Calcio Serie-A Italia.

Tak hanya itu sejumlah sinetron grup MD Entertainment juga menjadi andalan perseroan. Bahkan sinetron laris seperti Cinta Fitri yang digemari kaum perempuan kini tayang di Indosiar, tak lagi di SCTV.

Stasiun televisi SCTV yang dimiliki Surya Citra Media (SCMA) tentu tak mau kalah begitu saja. Apalagi selama tahun lalu, kinerja SCTV mantap nian.

Secara kumulatif pada pendapatan SCMA mencapai Rp1,42 triliun atau naik 17,1%. Laba kotor naik 34,2% menjadi Rp784,8 miliar, EBITDA naik 58,6% jadi Rp571,4 miliar Laba bersih meroket 89,2% menjadi Rp333,5 miliar.

AAA Securities mencatat televisi menjadi media paling diminati pengiklan, dengan tingkat penyerapan belanja iklan kotor mencapai 57% karena keunggulan TV yang dapat menjangkau khalayak secara masal, memberi fitur audio maupun visual.

Media TV juga memiliki kekuatan dari sisi penetrasi, yang sampai sekarang masih tertinggi yakni sebesar 91%. Karena itu, stasiun TV yang dikelola keluarga Sariatmadja tersebut ekspansi ke daerah.

Salah satunya melalui aksi akuisisi terhadap PT Bangka Tele Vision dengan membeli 85% kepemilikan pemegan saham lama yaitu PT Kuda Persada Sakti dan PY Indonesia Network Information.

Hardijanto Saroso, Corporate Secretary Surya Citra dalam laporan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia 30 Desember 2010, mengatakan pihaknya membeli 425 lembar saham Bangka Tele Vision. “Total nilai pembelian saham sebesar Rp425 juta atau Rp1 juta per lembar saham pada harga nominal,” katanya.

Kini dengan proyeksi kinerja yang cemerlang rasanya persaingan antar emiten layar kaca rasanya akan sekeras persaingan antar kompetisi sepak bola di dalam negeri.
(djorky112@gmail.com)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi