Berharap saham Garuda terbang tinggi?

Sejak kasus go public PT Krakatau Steel Tbk, entah mengapa soal harga dan penjatahan menjadi dua hal yang selalu mendapat perhatian publik. Kali ini giliran PT Garuda Indonesia yang disoroti.

Oleh Fahmi Achmad

Pada Rabu, manajemen Garuda beserta PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, dan PT Bahana Securities sebagai penjamin emisi mengumumkan BUMN aviasi ini akan melepas saham ke publik sebanyak-banyaknya 9,36 miliar saham dengan harga Rp750—Rp1.100 per saham.

Jumlah yang dilepas ke publik itu mewakili 36,48% dari total saham yang dicatatkan sebanyak 25,7 miliar saham. Karena itu, Garuda bisa saja meraup Rp6,97 triliun—Rp10,23 triliun dalam IPO kali ini.

Soal harga, sebenarnya sudah banyak bocoran pada blackout period. Bahkan kisaran angka tersebut diungkapkan sendiri oleh Menteri BUMN Mustafa Abubakar beberapa jam sebelum acara paparan publik.

Ada yang beranggapan, sang menteri sebenarnya berharap nominal yang tinggi. Namun, Mustafa mengaku harga itu sudah sesuai harapan pemerintah dan harga itu tidak terlalu kecil. “Itu sedang, sesuai harapan saya. Saya harapankan bisa di atas itu tapi kan harga maksimum yang bisa ditawarkan,” katanya.

Awalnya joint lead underwriter mengajukan usulan Rp630 – Rp850 per lembar saham tetapi penilaian dengan pemegang saham pun berubah karena melihat dari prospek BUMN maskapai penerbangan yang baik.

“Analis menentukan, tapi pada akhirnya (harga) ditentukan investor. Kalau banyak order, harga akan optimal,” ujar Marciano Herman, Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas.

Normalkah harga tersebut ? Direktur Mandiri Sekuritas Iman Rachman menjelaskan harga saham tersebut selevel dengan rasio nilai perusahaan (enterprise value/EV) dibandingkan dengan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) perusahaan sejenis di dunia.

Dengan mematok harga saham di level tersebut, EV/EBITDA (rasio nilai perusahaan terhadap EBITDA) Garuda berada di level 7,4 kali hingga 10,8 kali. Saat ini, rasio tersebut di perusahaan penerbangan global berada di kisaran 7,3 kali.

Andrew Argado, Research Analyst PT eTrading Securities mengatakan harga penawaran perdana Garuda yang berada pada kisaran Rp750 – Rp1.100 merefleksikan 32,41–37,65 kali price to earning ratio (P/E) per 2010, dan 2,21– 2,49 kali harga buku (PBV).

“Sebagai informasi, average P/E dan PBV perusahaan lain pada industri sejenis masing-masing 32,33 dan 1,76 kali,” katanya.

Pengamat pasar modal yang juga Direktur PT Finansial Bisnis Infromasi Prof. Adler Haymans Manurung punya pendapat berbeda bahwa nilai wajar bagi saham perusahaan yang ditawarkan adalah sebesar Rp850.

Alasannya harga wajar itu didasari oleh potensi kenaikan harga pada saat pencatatan saham. “Kalau Rp1.000 maka tidak akan ada kemungkinan naik sahamnya, tetapi kalau Rp850 maka wajar dan ada potensi upside hingga Rp1.000,” ujar Adler.

Meskipun diakui Adler kinerja Garuda Indonesia selama ini masih tertinggal jauh dari enam perusahaan maskapai penerbangan terbesar di Asia yaitu Singapore Airlines, Chatay Pacific, Qantas, Thai Airways, dan Malaysian Airlines.

Pada 2011, tambahnya, sejumlah maskapai penerbangan dari Asia juga akan melaksanakan IPO seperti Hong Kong Airlines, Grand China Airlines, Air India, Saudi Arabian Airlines, Middle East Airlines, dan Karthago Airlines.

Kepala Riset PT Citi Pacific Securities Hendry Effendi mengatakan agak sulit memprediksi harga wajar bagi saham yang ditawarkan BUMN aviasi itu. Hal itu disebabkan Garuda belum mengumumkan laporan keuangan dan prospek kinerja keuangannya secara terperinci.

Namun bagi Hendry, saham Garuda akan lebih diminati investor, baik ritel, institusi, atau asing, dibandingkan dengan penawaran dalam IPO BUMN sebelumnya, PT Krakatau Steel Tbk.

Sektor penerbangan itu, tuturnya, lebih menarik dan lebih riil sehingga lebih mungkin terjangkau oleh investor dibandingkan dengan sektor baja itu. “Karena kalau di bawah Rp1.000 maka harganya akan dapat dijangkau investor ritel,” ujar Hendry.

Lain lagi dengan pendapat Kepala Riset PT Bhakti Securities Edwin Sebayang yang mengatakan harga yang wajar di level Rp750-Rp900 dan bisa menjadi kunci untuk mempertahankan minat investor.

“Jangan menetapkan harga di atas Rp1.000. Minat asing dan domestik tidak akan sebesar Krakatau Steel karena industrinya jelas berbeda. Harga saham yang mahal akan memangkas minat investor,” tutur Edwin.

Sejumlah kawan saya mengatakan sebenarnya persoalannya bukan pada posisi harga yang dilepas, melainkan penjatahan. Banyak yang berguman, “Saya dapat berapa banyak ya?”.

Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo mengharapkan investor domestik diberikan porsi yang cukup ketimbang pemodal asing dalam program penjatahan saham IPO Garuda. “Kalau bisa domestik memang diberikan porsi yang cukup (besar),” katanya.

Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi Achiran Pandu Djajanto menjanjikan porsi bagi investor ritel dan pooling fund dalam IPO Garuda. “Akan lebih besar dibandingkan Krakatau Steel, porsi lokalnya akan maksimal juga dan kalau bisa di atas 80%,” ujarnya.

Pemerintah beralasan porsi lokal dan investor ritel didasari pemerataan kepemilikan untuk investor ritel dan ingin menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat di dalam negeri dan dapat meningkatkan penggunaan jasa penerbangan Garuda.

Saat ini, selain di dalam negeri, manajemen Garuda dibantu UBS Securities dan Citigroup Securities sebagi agent selling tengah melakukan muhibah promosi dalam rangka penjajakan minat investor asing ke Singapura, Hong Kong, London, Boston, serta New York.

Minat yang tinggi serta transparansi tentu diharapkan akan menjadi katalis bagi Garuda untuk meraup dana maksimal agar dapat terus mengepakkan sayapnya. “Dengan membaiknya kinerja Garuda, baik pesawat maupun pelayanan, saya hanya ingin mengambil kembali penumpang yang sebelumnya dipinjamkan ke airline lain. Saya minta dibalikin,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

Oke deh pak, asal jangan jatuh dihantam turbulensi seperti Mandala.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi