14 Menit yang merugikan di Rabu itu

Matinya data transaksi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu 19 Januari 2011 ternyata tak menghentikan acara ‘saudara’-nya, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), yang berlangsung di Hotel Shangri-La yang berlangsung dengan megah di hari yang sama.

Bahkan beberapa pejabat BEI, KSEI, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan anggota bursa (AB) seakan terpaksa menikmati acara di restoran pinggir kolam renang yang sudah dipersiapkan jauh hari.

Acara itu memang seakan jauh dari hangar-bingar blackout data perdagangan saham hari itu yang berlangsung hanya 14 menit terakhir. Apa 14 menit bukanlah waktu yang lama?

Hanya dalam waktu yang singkat itu, kepanikan memuncak di ubun-ubun pialang dan investor yang sehari-harinya menatap harga saham di monitor komputernya. Tidak adanya transaksi yang terjadi dan tidak adanya harga saham yang numpang lewat di monitor mereka menjadi pemicu sesaat darah ke urat kepala mereka tersebut.

Dalam waktu yang hanya berselang 14 menit dari waktu penutupan bursa itu banyak yang menduga ada kesalahan sistem perdagangan seperti yang terjadi pada 5 Agustus 2008.

Salah satunya Andy, kerabat asal Malang yang sehari-harinya dihabiskan di depan monitor. Namanya tertulis di layar ponsel saya pukul 15.50. “Pak, ada masalah ya di BEI? Transaksi mati sudah 5 menit yang lau pak, tolong kabari saya,” ujarnya dengan panik di ponsel.

Namun, pesan singkat ke Direktur Teknologi Informasi & Manajemen Risiko BEI Adikin Basirun yang belum dibalas, sudah disusul kondisi ruang pers yang telah kadung panas dalam hitungan detik.

Ya, panas akibat revitalisasi bursa yang sedang digiatkan BEI. Sejenak terbersit dugaan matinya mesin bursa karena kabel-kabel mesin perdagangan bursa ada yang salah potong dan salah betot. Atau matinya sistem perdagangan seperti yang pernah terjadi pada awal perdagangan sesi I/2009.

Namun, kondisi berangsur semakin jelas ketika ‘black out period’ itu ternyata, kata Direktur Utama BEI Ito Warsito, hanya merupakan kesalahan listrik aliran data (data feed) sehingga transaksi masih berjalan normal. Hanya data transaksi saja yang terganggu pengirimannya.

Ito juga mengatakan tidak ada kerugian dari pihak BEI, dan menjanjikan akan ada konferensi pers untuk menjelaskan hal tersebut. Sayangnya janji itu hanya isapan jempol dan seakan mampu tergantikan dengan siaran pers di secarik kertas.

Adikin juga menimpali dalam pesan layanan singkat yang mengakui adanya kelemahan pada alat pengatur listrik. Investigasi, tuturnya, juga akan dilakukan untuk mencegah kesalahan itu terulang, yang mengingatkan pada janji Bapepam-LK pada 2008 silam untuk menginvestigasi adanya kesalahan sistem perdagangan bursa.

"Pengatur tegangan listrik MCB [main circuit breaker] memutus arus listrik ke server data feed dan backup yang menggunakan sumber listrik yang sama," ujarnya.

Yang menarik, kejadian tersebut berada di tengah-tengah rencana revitalisasi bursa dan perbaikan pusat penanggulangan bencana (disaster recovery center/DRC). Adikin langsung enggan berkomentar ketika ditanyakan tentang potensi memasukkan masalah listrik itu ke dalam revitalisasi bursa.

Jimmy Nyo, Direktur Utama PT BNI Securities, mengatakan pasti ada pihak yang dirugikan dari matinya data itu, dari yang berniat melakukan beli atau jual, tetapi karena tidak ada acuan tentunya akan membutakan dan potensi itu tidak dieksekusi.
Sanksi siapa?

Memang bursa punya hak layaknya dewa. Di saat AB memiliki kesalahan transaksi, tidak hanya diperingati, PT Trimegah Securities Tbk misalnya yang pernah mengalami kesalahan teknis, langsung disuspen dan didenda Rp900 juta pada April 2009.

Menanggapi kemungkinan AB menuntut BEI untuk didenda, entah mengandalkan nyali Bapepam-LK atau by citizen lawsuit, Jimmy hanya tersenyum simpul dengan khas, ”Siapa yang akan mendenda?”

Jimmy membenarkan adanya potensi perdagangan yang mungkin terjadi. Namun, tuturnya, nilainya belum dapat diketahui. Dia menimpali, untungnya, kondisi itu terjadi di tengah kondisi perdagangan yang masih terkoreksi dan minimnya transaksi.

Indeks harga gabungan (IHSG) memang sedang bergerak singit ke pojok kiri bawah grafik sejak 8 Januari, hampir secara berturut-turut. Mayoritas analis mengatakan tren bearish itu disebabkan kalkulasi investor yang menuntut adanya kenaikan BI Rate untuk menghindari selisih negatif dalam portofolio mereka.

Dari sisi nilai, hitungan kasar potensi perdagangan saham yang terjadi pada Rabu kelabu itu mencapai Rp199,11 miliar, didapatkan dari 14 menit dikalikan Rp14,22 miliar per menit, hasil dari rerata transaksi harian pada 2010 Rp5,12 triliun.

Yang paling miris adalah dari sisi kelengkapan data. Vice President Technical Analyst PT Samuel Sekuritas Indonesia M. Alfatih mengatakan keakuratan data transaksi merupakan hal vital, sebagaimana data laporan keuangan bagi seorang analis fundamental.

Dia juga berharap otoritas pasar modal dan otoritas bursa bisa memahami pentingnya kekinian (updating) data transaksi bagi para data provider.

"Penambahan data yang kemarin pada data provider tentu tidak semudah menyimpan data ke hardisk," ujarnya.

Dia mengatakan kemarin ada informasi bahwa BEI akan mengirimkan data perdagangan pada saat blackout akan dikirim ke AB, tetapi tidak dapat memastikan para data provider juga menerima data itu.

Menurut dia, sampai kemarin pagi, semua online data provider, seperti Bloomberg atau IMQ, masih belum dikinikan (update) dengan data akhir perdagangan BEI pada pukul 16.00. Data yang tersaji masih data pukul 15.46 saat terputusnya data feed BEI.

Indikator IHSG pada 15.46 Rabu tercatat melemah 0,88% ke 3.517,27. Namun, BEI menegaskan pada penutupan pasar 16.00, IHSG bertengger di level 3.534,28.

Billy Budiman, Head of Technical Analyst PT Batavia Prosperindo Sekuritas, juga menimpali bahwa matinya sistem data feed (price dissemination system) telah menghilangkan kesempatan investor untuk bertransaksi.

“Kami menerima keluhan dari nasabah karena mereka tidak trading dan anehnya masih ada beberapa pihak yang bisa trading. Nasabah khawatir kalau-kalau order yang mereka pasang tiba-tiba done padahal mau mereka tarik.”

Selain itu, kejadian ini juga membuat para analis teknikal kesulitan untuk melakukan analisis karena perbedaan data dari vendor chart dan online trading chart dengan data yang resmi dirilis oleh Bursa Efek Indonesia. Hal itu, tutur Billy, dapat memengaruhi rekomendasi harian kepada nasabah.

“Ujung-ujungnya nasabah tidak percaya dengan chart [diagram] dan enggan melakukan transaksi. Sampai hari ini [kemarin] chart di berbagai vendor masih belum berubah,” tuturnya.

Billy berharap insiden serupa tidak terulang lagi. BEI harus memastikan semua sistem berjalan dengan baik, terutama di tengah semangat bursa untuk memperpanjang jam perdagangan.

Bukan hanya analis, investor, sekuritas, tetapi ketidaksigapan kesalahan ’kecil’, hanya karena listrik, membuat investor mempertanyakan kesanggupan pasar Indonesia menghadapi tantangan zaman dan menyedot optimisme pelaku pasar modal dunia kepada pasar kita yang sangat potensial.

Jangan terlena juga, karena persaingan juga harus disiapkan menghadapi sekuritas se-Asean untuk pasar modal bersama, Asean Linkage, yang entah kapan akan diberlakukan.

artikel ini terbit di Bisnis Indonesia 21 Januari 2011

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi