Gini Ratio Indonesia
Pemerataan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk ke depannya menyusul ketimpangan pendapatan masyarakat yang masih cukup besar sampai saat
ini.
Ahmad Erani Yustika, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), menuturkan salah satu penyebab utama timpangnya pendapatan masyarakat selama ini adalah karena kesenjangan yang cukup besar antara sektor usaha tradable dan non tradable.
Padahal, sebuah pembangunan bisa dikatakan berhasil bila pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan bisa dikurangi.
"Untuk itu, ke depannya pemerintah harus memprioritaskan sektor pertanian dan industri sebagai lokomotif pembangunan sehingga memiliki dampak yang besar terhada penciptaan lapangan kerja, pegurangan kemsikinan dan ketimpangan pendapatan. Strategi inilah yang harus dikawal," paparnya.
Data Gini Rasio Badan Pusat Statistik (BPS) yang diperoleh Bisnis Indonesia mencatat tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat pada tahun lalu sebesar 0,36 yang memperhitungkan data pengeluaran individu per kapita per bulan yang di kota (0,36) dan di desa (0,29). Kendati lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,37, tetapi Rasio Gini 2009 tidak cukup baik jika dibandingkan 2005 yang hanya 0,34.
"Jika data (Rasio Gini BPS) itu memang riil tentu harus disyukuri karena berarti kualitas pembangunan menjadi lebih bagus," ujar Erani.
W Yoandin Inawan, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, menjelaskan jika diukur dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat rasio gini sebesar 0,36 menggambarkan betapa ketimpangan ekonomi masih terjadi pada 2009. Kendati lebih rendah dibandingkan rasio gini 2008 yang sebesar 0,37, tetapi secara umum terjadi peningkatan dar tahun ke tahun.
"Tentu ada ketimpangan, tetapi karena survey ini dilakukan pada Maret 2009 yang kebetulan berdekatan dengan pemilihan umum, maka ada efeknya terhadap konsumsi masyarakat karena banyaknya pengeluaran," jelas dia.
Menurut Yoandin, Rasio Gini merupakan satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh yang didasarkan pada kurva Lorenz, yakni kurva dua dimensi antara distribusi penduduk dan distribusi pengeluaran per kapita. Semakin rasionya mendekati angka 1, maka tingkat ketimpangan ekonomi semikin tinggi dan merata dan sebaliknya.
Pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mengklaim, selama periode 2005-2009, angkatan kerja bertambah 1,99 juta per tahun, sementara kesempatan kerja yang tercipta sebesar 2,73 juta per tahun. Dengan demikian, jumlah pengangguran dapat diturunkan, dari 10,25 juta pada Agustus 2004 menjadi 8,96 juta pada Agustus 2009, dan tingkat pengangguran terbuka menurun dari 9,86% menjadi 7,87%.
Berangkat dari keberhasilan tersebut, pemerintah akan terus menekan tingkat pengangguran menjadi 7,6% pada 2010 dan menjadi sekitar 5-6% pada 2014.
Sementara, jumlah orang miskin juga diklaim turun, dari 35,1 juta pada Maret 2005 menjadi 32,53 juta pada Maret 2009, dan tingkat kemiskinan turun , dari 15,97% menjadi 14,15%. Untuk 2010, pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan secara absolute menjadi 12-13,5% dan menjadi 8-10% pada 2014 seiring dengan perbaikan distribusi pendapatan dengan pelindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah.
Gini Rasio di Indonesia menurut daerah, 1999-2009
Tahun kota desa kota+desa
2005 0,338 0,264 0,343
2006 0,350 0,276 0,357
2007 0,374 0,302 0,376
2008 0,367 0,300 0,368
2009 0,362 0,288 0,357
(Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah dari data Susenas Modul konsumsi)
ini.
Ahmad Erani Yustika, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), menuturkan salah satu penyebab utama timpangnya pendapatan masyarakat selama ini adalah karena kesenjangan yang cukup besar antara sektor usaha tradable dan non tradable.
Padahal, sebuah pembangunan bisa dikatakan berhasil bila pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan bisa dikurangi.
"Untuk itu, ke depannya pemerintah harus memprioritaskan sektor pertanian dan industri sebagai lokomotif pembangunan sehingga memiliki dampak yang besar terhada penciptaan lapangan kerja, pegurangan kemsikinan dan ketimpangan pendapatan. Strategi inilah yang harus dikawal," paparnya.
Data Gini Rasio Badan Pusat Statistik (BPS) yang diperoleh Bisnis Indonesia mencatat tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat pada tahun lalu sebesar 0,36 yang memperhitungkan data pengeluaran individu per kapita per bulan yang di kota (0,36) dan di desa (0,29). Kendati lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,37, tetapi Rasio Gini 2009 tidak cukup baik jika dibandingkan 2005 yang hanya 0,34.
"Jika data (Rasio Gini BPS) itu memang riil tentu harus disyukuri karena berarti kualitas pembangunan menjadi lebih bagus," ujar Erani.
W Yoandin Inawan, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, menjelaskan jika diukur dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat rasio gini sebesar 0,36 menggambarkan betapa ketimpangan ekonomi masih terjadi pada 2009. Kendati lebih rendah dibandingkan rasio gini 2008 yang sebesar 0,37, tetapi secara umum terjadi peningkatan dar tahun ke tahun.
"Tentu ada ketimpangan, tetapi karena survey ini dilakukan pada Maret 2009 yang kebetulan berdekatan dengan pemilihan umum, maka ada efeknya terhadap konsumsi masyarakat karena banyaknya pengeluaran," jelas dia.
Menurut Yoandin, Rasio Gini merupakan satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh yang didasarkan pada kurva Lorenz, yakni kurva dua dimensi antara distribusi penduduk dan distribusi pengeluaran per kapita. Semakin rasionya mendekati angka 1, maka tingkat ketimpangan ekonomi semikin tinggi dan merata dan sebaliknya.
Pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mengklaim, selama periode 2005-2009, angkatan kerja bertambah 1,99 juta per tahun, sementara kesempatan kerja yang tercipta sebesar 2,73 juta per tahun. Dengan demikian, jumlah pengangguran dapat diturunkan, dari 10,25 juta pada Agustus 2004 menjadi 8,96 juta pada Agustus 2009, dan tingkat pengangguran terbuka menurun dari 9,86% menjadi 7,87%.
Berangkat dari keberhasilan tersebut, pemerintah akan terus menekan tingkat pengangguran menjadi 7,6% pada 2010 dan menjadi sekitar 5-6% pada 2014.
Sementara, jumlah orang miskin juga diklaim turun, dari 35,1 juta pada Maret 2005 menjadi 32,53 juta pada Maret 2009, dan tingkat kemiskinan turun , dari 15,97% menjadi 14,15%. Untuk 2010, pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan secara absolute menjadi 12-13,5% dan menjadi 8-10% pada 2014 seiring dengan perbaikan distribusi pendapatan dengan pelindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah.
Gini Rasio di Indonesia menurut daerah, 1999-2009
Tahun kota desa kota+desa
2005 0,338 0,264 0,343
2006 0,350 0,276 0,357
2007 0,374 0,302 0,376
2008 0,367 0,300 0,368
2009 0,362 0,288 0,357
(Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah dari data Susenas Modul konsumsi)
Comments