Bunga Murah & Gubernur Bank Indonesia, Siapa Bos Baru di Jl MH Thamrin?

 

Kasak-kusuk para pegawai di Jl. MH Thamrin No.2 Jakarta Pusat—Kantor Pusat Bank Indonesia—masih seputaran siapakah bos baru di bank sentral Republik Indonesia ini?

Maklum saja, masa pertama jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) saat ini, Perry Warjiyo, akan selesai 3 bulan mendatang.



Perry Warjiyo menjadi Gubernur Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden RI No.70/P Tahun 2018 tanggal 16 April 2018, dan mengucapkan sumpah jabatan pada tanggal 24 Mei 2018.

Karena itu, pada Mei 2023 ini, periode kepemimpinan itu akan selesai secara administratif.

Kabarnya DPR RI telah menerima Surat Presiden mengenai calon Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk periode 2023-2028 pada Rabu Siang (22/2/2023).

Surat Presiden tersebut selanjutnya akan dibahas di Rapat Pimpinan DPR RI dan selanjutnya dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI.

Kemudian, Bamus DPR RI akan menugaskan Komisi terkait, dalam hal ini Komisi XI, untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit & proper test).

Jadi siapa yang diusulkan Presiden Jokowi?

Berdasarkan UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, disebutkan bahwa presiden hanya bisa mengusulkan maksimal tiga orang calon Gubernur BI.

Usulan nama calon dari presiden kepada DPR ditetapkan paling lambat 3 bulan sebelum masa jabatan Gubernur BI berakhir. Selanjutnya, DPR berhak menyetujui atau menolak calon gubernur yang diberikan presiden, terhitung paling lambat 1 bulan sejak usulan nama diterima.

Sejauh ini, ada sederet nama sempat menyeruak ke public untuk menempati posisi tersebut. Mereka yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, Gubernur BI saat ini Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, hingga Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.

Namun, ada tiga kandidat kuat yang diyakini lebih mudah mendapatkan restu Presiden untuk mengikuti uji kelayakan di Komisi XI DPR RI, yakni Perry, Sri Mulyani, dan Purbaya.

Ketiganya dianggap sebagai figur ideal untuk menjadi pemimpin bank sentral karena menjabat sebagai pemegang komando tertinggi pada masing-masing institusi, serta berperan sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kabar yang beredar, Kepala Negara meminta kepada DPR untuk melanjutkan kiprah Perry sebagai Gubernur BI. Berdasarkan sumber yang diwawancarai oleh Reuters, Perry Warjiyo dikabarkan merupakan calon tunggal yang diusulkan oleh Presiden Jokowi.

(https://finansial.bisnis.com/read/20230222/90/1630644/dpr-sudah-terima-nama-calon-gubernur-bi-pilihan-jokowi-perry-warjiyo)

Perry Warjiyo lahir di Sukoharjo pada 25 Februari 1959. Setelah menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1982, Perry melanjutkan pendidikan di Iowa State University hingga meraih gelar Master pada tahun 1989 dan meraih gelar Ph.D di tahun 1991.

Perry memiliki karier yang panjang dan cemerlang di Bank Indonesia sejak tahun 1984, khususnya di area riset ekonomi dan kebijakan moneter, isu-isu internasional, transformasi organisasi dan strategi kebijakan moneter, pendidikan dan riset kebanksentralan, pengelolaan devisa dan utang luar negeri, serta Biro Gubernur.

Sebelum menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Perry menjabat sebagai Deputi Gubernur BI periode 2013-2018.

Perry juga pernah menjabat sebagai Asisten Gubernur untuk kebijakan moneter, makroprudensial dan internasional. Jabatan tersebut diemban setelah menjadi Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.

Sebelum kembali ke Bank Indonesia pada tahun 2009, Perry Warjiyo menduduki posisi penting selama 2 tahun sebagai Direktur Eksekutif di International Monetary Fund (IMF), mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South-East Asia Voting Group pada tahun 2007-2009.

Jika Perry menjadi calon tunggal dan nanti akan kembali menjadi Gubernur BI, maka dia mengikuti jejak Rachmat Saleh yang dua kali terpilih menjadi bos di Jl MH Thamrin.

Beberapa Gubernur BI terdahulu memang tercatat pernah dua kali menjabat posisi tersebut seperti Radius Prawiro (27 Maret 1966- 27 Maret 1971 dan 27 Maret 1971- 5 April 1973) dan Darmin Nasution (27 Juli 2009- 1 September 2010 dan 1 September 2010-23 Mei 2013).

Namun Radius Prawiro dan Darmin Nasution tidak utuh menjabat posisi Gubernur secara penuh dua periode.

Hanya Rachmat Saleh yang secara menjabat penuh selama 10 tahun pada periode 5 April 1973- 16 Maret 1978 dan 16 Maret 1978- 16 Maret 1983.

Siapa pun nanti yang menjadi nakhoda bank sentral bakal punya peranan penting dalam mengawal perekonomian nasional, khususnya melalui kebijakan moneter dan makro­prudensial.

Terlepas dari kentalnya dinamika politik dalam pemilihan Gubernur BI kali ini, kalangan pelaku usaha menaruh asa yang besar terhadap seluruh kandidat. Maklum, tantangan ekonomi dewasa ini masih cukup berat. Di antaranya menjaga inflasi dan memastikan stabilitas nilai tukar rupiah.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani, mengatakan ketidakpastian ekonomi masih cukup tinggi seiring dengan belum meredanya dampak ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina.

Sejalan dengan itu, bank sentral memiliki fungsi krusial untuk mengelola moneter serta membantu pemerintah mendongrak ekonomi.

"Pengambilan keputusan [BI] ke depan betul-betul harus tepat, termasuk mengenai suku bunga acuan," harapnya.

Hariyadi menambahkan, Gubernur BI baru juga harus berani mengeksekusi kebijakan yang berpihak pada perekonomian nasional kendati berseberangan dengan tren bank sentral dunia.

Misalnya dengan mempertahankan suku bunga acuan di level rendah di tengah pengetatan yang dilakukan bank sentral lain terutama The Fed, Bank Sentral Inggris, dan Uni Eropa.

"Ketidakpastian masih tinggi. Jangan sampai hanya mengikuti gejolak dunia tapi tidak berani mengambil posisi yang mungkin berbeda, itu bisa bahaya," katanya.

Ada juga satu faktor menjadi penentu kiprah Gubernur BI selanjutnya, yakni suku bunga acuan.

Berdasarkan informasi yang beredar, Kepala Negara meminta kepada para figur yang menjadi pemimpin bank sentral untuk berani mempertahankan rezim suku bunga murah hingga tahun depan.

Artinya, Sang Gubernur harus berkomitmen untuk terus menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI)-7 Day Reverse Repo Rate.

Makin murah suku bunga, ma­ka makin longgar keleluasaan pebisnis untuk melakukan ekspansi. Pun dengan biaya kredit yang pasti jauh lebih murah sehingga akselerasi konsumsi sebagai mesin utama pendorong laju ekonomi pun lebih tokcer.

Terlebih, korelasi antara suku bunga acuan dengan pertumbuhan ekonomi nasional atau produk domestik bruto (PDB) sangat erat.

Tentu saja kondisi itu akan memudahkan pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 7%.  Janji yang tak mudah memang.

Jika semua itu sesuai dengan rencana, rapor pemerintah tentu akan cemerlang. Apalagi kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan berakhir pada awal warsa 2024. Tak ada pemimpin yang mau dikenang karena ekonomi yang jelek.

Jadi siapa yang menjadi bos baru di Thamrin? Kita biarkan para anggota dewan di Senayan untuk menjalankan fungsi legislasinya.

Siapa pun yang terpilih kita dukung asalkan ada konsistensi, inovasi dan sinergi!

 

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi