Beban Bunga Deposito & Peran Intermediasi Bank

Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia.


Please visit and read https://bisnisindonesia.id/ untuk mendapatkan informasi mendalam, terkini dan terpercaya.


Kondisi industri perbankan nasional saat ini boleh dikatakan telah berada di level kenormalan baru. Biasanya ekonomi yang terus bertumbuh membuat dana di perbankan terus berputar dan sering terjadi kondisi likuiditas yang mengetat.
Di 2020 ini, terutama pada enam bulan terakhir, dana yang terkumpul di bank-bank semakin menumpuk. Dana-dana tersebut berasal dari simpanan masyarakat yang tiap bulannya terus meningkat dengan pertumbuhan dua digit.
Bank Indonesia mencatat dana pihak ketiga (DPK) seperti tabungan, giro, dan deposito di perbankan pada Agustus 2020 tumbuh 11,64% year on year (yoy). 
Ini kondisi yang menarik karena pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan pada Agustus ini tercatat paling tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya yang biasanya hanya tumbuh di bawah 10%.
Kondisi ini memang anomali. Ketika tren suku bunga terus bergerak turun—mengikuti tingkat bunga acuan Bank Indonesia yang kini di level 4 persen— dana simpanan di bank malah bergerak naik. Masyarakat seakan tak peduli simpanan mereka diberikan bunga rendah.
Salah satu fenomena yang bisa dijadikan alasan adalah konsumsi masyarakat yang menurun di tengah pandemic Covid-19 ini sehingga mereka memilih tetap menyimpan dananya di bank.
Bank menjadi pilihan masyarakat untuk menempatkan dananya karena dinilai jauh lebih aman dan nyaman. Apalagi, tidak semua masyarakat paham dan sadar untuk berinvestasi sehingga simpanan bank pun jadi pilihan.
Kondisi likuiditas yang relatif berlimpah saat ini bagaikan peribahasa pisau bermata dua. Likuiditas yang berlebih akan meningkatkan biaya. Bank akan terbebani biaya dana atau pemberian bunga terhadap simpanan.
Karena itu kita melihat bankir memang harus menyikapi kondisi ini dengan baik agar tidak terjebak biaya dana. Salah satu langkah yang dilakukan bank adalah dengan menurunkan secara bertahap suku bunga simpanan dana mahal seperti deposito.
Praktik pemberian tingkat bunga khusus atau special rate kepada nasabah harus dikurangi karena hanya akan memberikan beban biaya tambahan kepada bank sendiri.
Adapun di simpanan berbiaya murah seperti giro dan tabungan, para bankir juga perlu lebih kreatif menjaga loyalitas nasabah. Pemberian fasilitas promosi bisa menjadi strategi yang efektif  agar penempatan dana nasabah tetap bisa tumbuh.
Selain itu kita ingin bank harus bisa mengoptimalkan fasilitas layanan digital banking dalam rangka menghimpun dana simpanan masyarakat untuk menghemat biaya operasional.
Di sisi lain, fungsi intermediasi perbankan harus tetap jalan. Para bankir perlu memutar otak yang lebih keras guna menyalurkan dana-dana simpanan yang melimpah tersebut.
Permintaan pinjaman dari masyarakat yang minim sejak Maret hingga September 2020 ini telah menggerogoti data penyaluran kredit bank. Berdasarkan data bulanan 10 bank besar di Indonesia, tiga bank sudah mulai menunjukkan pertumbuhan kredit tahunan negatif pada awal paruh kedua tahun ini.
Tren ini seiring dengan kinerja fungsi intermediasi yang hanya tumbuh di kisaran 1 persen sejak Juni dan Juli 2020. Bahkan, data terbaru Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan kredit pada Agustus 2020 hanya 1,04 persen secara tahunan.
Untuk sementara bank boleh saja mengoptimalkan penyaluran dananya di Surat Berharga Negara (SBN). Kepemilikan perbankan terhadap SBN per Agustus tercatat Rp1.197 triliun atau meningkat sekitar Rp616 triliun (ytd).
Namun, fungsi intermediasi akan lebih berkualitas jika dana-dana tersebut bisa dicairkan secara langsung kepada masyarakat. Kebutuhan pelaku usaha yang terimpit Covid-19 begitu mendesak. Kepercayaan bank terhadap pelaku usaha sangat dibutuhkan.
Kita berharap dana-dana bank yang disalurkan secara selektif akan mampu melumasi roda ekonomi nasional sehingga dapat kembali berputar kencang.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi