Skip to main content

Stadion bola terbaik, klub kian untung

Dua pekan lalu, The Telegraph melansir berita tentang lima kompetisi sepak bola terbaik di dunia. Liga Champions UEFA menjadi yang terbaik diikuti Liga Inggris, Spanyol, Italia, Prancis dan Jerman.

Liga Champions Eropa boleh saja dibilang teraktraktif karena menyedot perhatian jutaan penonton hingga Indonesia. Banyak pemain bintang, aksi-aksi seniman bola hingga sajian show yang dikemas benar-benar sebagai industri hiburan.

Bicara kualitas, boleh saja itu menjadi perdebatan tetapi membahas prestasi dan infrastruktur sepak bola, jelas Inggris dan Spanyol lebih unggul dari Italia, Prancis dan Jerman.

Dua dekade terakhir, Ingris dan Spanyol menikmati betul aliran masuk uang para pemodal, baik dari raja minyak Eropa Timur, hingga emir-emir Arab dan bahkan konglomerat Amerika Serikat yang biasa kita lihat di daftar 500 orang terkaya versi Forbes.

Dampaknya, pengelolaan klub bola sebagai mesin industri kian maksimal. Sepak bola tak hanya bicara pemain, jumlah gol dan piala tetapi bisnis dengan memanfaatkan banyak hal. Catatan firma keuangan Deloitte memperlihatkan ada korelasi positif antara pendapatan klub dengan pembangunan stadion baru.

Investasi yang berani terhadap keberadaan stadion yang megah dan lengkap menjadikan klub-klub Ingris begitu mendominasi dalam daftar keunggulan Football Money League.






Selain gelar dan uang hadiah, Manchester United mengandalkan pemasukan dari penonton di stadion Old Trafford yang berkapasitas 75.811 penonton. Klub Setan Merah itu 2 tahun lalu meraup 138 juta euro atau Rp1,66 triliun hanya dari tiket reguler yang dijual berkisar 28-50 pounds, dan itu pemasukan tertinggi di Inggris.

Arsenal yang memasok harga tiket termahal 25-100 pounds, juga meraup 135 juta euro dari pemasukan karcis masuk Emirates Stadium yang memuat 60.355 penonton. Biaya investasi 470 juta pounds dianggap sepadan dibandingkan dengan pemasukan kala Arsenal masih bermain Stadion Highbury yang cuma berkapasitas 38.419 orang.

Keuntungan MU dan Arsenal jelas bikin iri Chelsea yang berada di urutan ketiga dengan pemasukan 111 juta euro dari karcis masuk Stamford Bridge yang berkapasitas 41.841 orang. Roman Abramovich kini ingin pindah ke stadion baru yang memuat 60.000 orang dan lebih mewah, sayangnya fans The Blues menolaknya.

Liverpool yang hanya meraup 57 juta euro dari pemasokan karcis Anfield Stadium (45.000 orang) mungkin baru bisa menggandakan keuntungan tiket beberapa tahun ke depan ketika mereka bermain di Stanley Park, stadion baru berkapasitas 60.000 orang dengan biaya 300 juta pounds (Rp5,7 triliun).

Keuntungan di Inggris membuat manajemen Klub-klub Italia pun mulai belajar banyak. Negeri Pisa itu terakhir kali membenahi stadion mereka kala menjadi tuan rumah Piala Dunia 1990. Stadion baru yang trakhir kali diresmikan adalah Stadion San Filippo di Messina pada 2004 dan Stadion Giglio, kandang Reggiana pada 2006. Stadion Olimpico Turin juga hanya sekedar direnovasi jelang Olimpiade musim dingin 2006.

Di Italia, Juventus kini menjadi satu-satunya pelopor pemilik stadion canggih, nyaman dan menguntungkan. Kecanggihan lapangan memang jadi perhatian. Sudah jadi rahasia umum stadion-stadion di Italia tidak memiliki teknologi Under-Soil Heating (pemanas bawah tanah).

Hal itu memang masih kalah baik dari kondisi serupa Spanyol dan Jerman yang membangun 10 stadion baru dalam satu dekade terakhir dengan kualitas dan kecanggihan pemanas lapangan. Bayern Muenchen yang mengeluarkan uang 340 juta euro (sekitar Rp5,3 triliun) untuk membangun Stadion Allianz Arena pada 2002-2005.

Secara nilai, Juventus Arena Stadium jelas lebih murah, yakni sekitar 100 juta euro (Rp1,2 triliun) dengan kapasitas lebih kecil hanya 41.000 penonton.

Namun, I Bianconeri, klub yang dibela Alessandro Del Piero itu mampu meraup keuntungan karcis hingga 70 juta euro, melesat dari sebelumnya di bawah 10 juta euro selama di Delle Alpi.

Olympico Stadium di Roma tak lama lagi akan ditinggalkan AS Roma dan Lazio. Bahkan klub elang biru Lazio akan segera bermukim di Delle Aquile Stadium dengan kapasitas 40.000 dan 8.000 parkir mobil. AC Milan dan AS Roma pun bersiap mencari kandang baru.

Inter Milan juga siap hengkang dari Giuseppe Meazza San Siro dengan membangun stadion baru senilai 400 juta euro. Stadion yang berlokasi di Pero, Timur Laut Milan itu diharapkan membuat Inter Milan meraup pemasukan 100 juta euro per musim, naik dibandingkan kini hanya 30 juta euro.

Kalau di Indonesia? aah izin keamanan pertandingan saja susah didapat, apalagi keinginan mendirikan stadion baru. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...