Ini alasan DP Kredit Rumah Naik...

Banyak orang nampaknya begitu kesal karena Bank Indonesia dan pemerintah mulai memberlakukan aturan kenaikan uang muka alias down payment untuk kredit rumah dan kendaraan.

Apa sih alasannya?

Bank Indonesia mengungkapkan bahwa dengan uang muka lebih rendah cenderung memicu timbulnya kredit bermasalah pada pembiayaan kendaraan bermotor dan kredit kepemilikan rumah.





Kenaikan rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value ratio/LTV) dan minimum uang muka (down payment/DP) diharapkan bisa menekan kemungkinan risiko kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di tengah meningkatnya permintaan kredit pada kedua segmen tersebut.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi A. Johansyah mengutarakan bahwa faktor kemampuan manajemen tiap individu bank atau lembaga keuangan turut mempengaruhi besarnya risiko yang terjadi.

Namun, sambungnya, penetapan ketentuan, seperti LTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan DP untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) tetap diperlukan untuk meningkatkan kehati-hatian.

“Karena berdasarkan assesment diketahui hubungan DP dan NPL memiliki korelasi negatif. Dari angka korelasi yang menunjukkan angka negatif dapat disimpulkan bahwa semakin rendah DP yang diberikan, maka NPL cenderung tinggi dan sebaliknya,” ujarnya kepada Bisnis Indonesia, 19 Maret 2012.

Berdasarkan perhitungan BI, untuk kredit kendaraan bermotor dengan uang muka sebesar 20% cenderung menekan NPL di bawah 1%. Namun, dengan uang muka 5% NPL bisa melonjak hingga di atas 2%.

Selama 2011 angka korelasi antara uang muka dan NPL untuk KKB dan KPR setiap bulannya bergerak fluktuatif. Namun, selalu menunjukkan korelasi negatif dengan rata-rata untuk uang muka KKB sebesar -0,39% dan korelasi rata-rata untuk uang muka KPR sebesar -0,37%.

“Hal ini menunjukkan bahwa korelasi negatif tersebut terjadi secara konsisten dari bulan ke bulan selama periode 2011,” kata Difi.

Hingga Desember 2011, secara keseluruhan kredit kendaraan bermotor tumbuh 32,1% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp105,7 triliun. Pertumbuhan kredit didominasi roda empat yang tumbuh 62,2% menjadi Rp68,06 triliun, sedangkan roda dua tumbuh 4,7% menjadi Rp36,52 triliun.

Dengan kondisi tersebut pangsa pembiayaan roda empat sebesar 64,4% dan sepeda motor 34,5%. Namun, secara jumlah nasabah kebanyakan roda dua yang mencapai 77,5% dari total 5,798 juta nasabah.

Akan tetapi, kendaraan roda dua justru penopang kredit bermasalah terbesar, yakni secara presentase mencapai 1,9% (per Oktober 2011) dan truk 2,1%. Secara total NPL kendaran bermotor bank sebesar 1,1%, sedangkan NPL dari perusahaan multifinance 2,8%.

Sejauh ini terdapat 85 bank yang menyalurkan KKB, yang terdiri dari 59 bank menyalurkan KKB untuk mobil dan motor dan 26 bank hanya menyalurkan KKB untuk mobil.

Wadirut PT Bank Panin Tbk Roosniati Salihin menyampaikan secara umum kredit konsumer, KPR dan KKB, perbankan memang sudah menawarkan uang muka sekitar 30%, sehingga kebijakan baru tidak akan berpengaruh banyak. Bahkan, cenderung menekan NPL.

“Yang rendah dari itu [uang muka] mungkin multifinance jadi seyogyanya tidak berdampak. Justru baik juga ditegaskan agar lebih berhati-hati,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Dirut PT Bank OCBC NISP Tbk dan Direktur PT Bank Internasional Indonesia Tbk Stephen Liestyo. Menurut mereka, kredit awalnya akan menurun, tetapi setelah itu permintaan akan melonjak.

Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Muhamad Ali menyatakan kredit kendaraan dan perumahan sudah menjadi kebutuhan masyarakat dengan adanya kenaikan LTV akan memberikan pengaruh, tetapi justru membawa keseimbangan baru agar lebih berhati-hati.

Pekan lalu, Bank Indonesia merilis ketentuan rasio penyaluran kredit terhadap agunan bagi KPR dan KKB. Dengan ketentuan ini rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan maksimal 70%.

Namun, kebijakan itu hanya untuk rumah berukuran lebih dari 70 m2 baik rumah tinggal, rumah susun atau apartemen. Rumah kantor, rumah toko dan rumah program pemerintah dikecualikan dalam kebijakan itu.

Sementara itu, uang muka kendaraan bermotor roda dua ditetapkan minimal 25%, roda empat minimal 30%, dan roda empat atau lebih untuk keperluan produktif minimal 20%. Untuk perusahaan multifinance lebih rendah 5% dari ketentuan LTV bank.

Rasio LTV yang lebih rendah bagi perusahaan pembiayaan dinilai bankir tak menjadi soal, karena bank ada strategi khusus dengan menawarkan bunga lebih rendah.

Wadirut PT Bank Jasa Jakarta Lisawati mengatakan sejauh ini rata-rata perbankan memberikan down payment lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan multifinance, sehingga tak masalah dengan adanya perbedaan LTV.

"Pengaruh ekspansi mungkin ada. Tapi, kalau persaingan dengan multifinance kami masih bisa,karena bunga bisa lebih rendah," ujarnya.

Roosniati menambahkan perseroan masih cukup agresif dalam melakukan ekspansi kredit konsumer, karena segmen itu dipandang memiliki masa depan yang cerah seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh