Kiat Summarecon mengejar Alam Sutera & BSD


Dengan kondisi fundamental yang solid dan iklim ekonomi yang stabil, PT Summarecon Agung Tbk tengah bersiap untuk berinvestasi dalam jumlah besar guna menyambut persaingan industri properti yang kian ketat.

Nilai investasi yang besar biasanya diiringi dengan peningkatan beban utang yang diemban perseroan, sebab tak jarang jumlah investasi yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan kas perusahaan.

Hal itu pula yang dialami oleh Summarecon, pengembang properti di kawasan Kelapa Gading dan Serpong. Dengan rencana perseroan membangun kota mandiri di Gedebage, Bandung, beberapa analis memperkirakan Summarecon membutuhkan dana investasi yang tidak kecil.

Analis PT Indo Premiere Securities Victor G. Murthi, dalam risetnya yang dipublikasikan belum lama ini, memperkirakan Summarecon setidaknya membutuhkan dana sebesar Rp3 triliun untuk pembangunan kota mandiri di Bandung, kebutuhan belanja modal untuk perkantoran dan apartemen di Kelapa Gading, mal Bekasi dan Serpong, serta kawasan residensial.

“Dengan posisi kas saat ini senilai Rp1 triliun, kami perkirakan rasio utang perseroan akan meningkat dalam 2 tahun mendatang,” tuturnya.

Kendati demikian, Victor mengestimasikan rasio utang terhadap ekuitas perseroan (debt to eequity ratio/DER) hingga 2013 masih aman yakni sebesar 0,96 kali. Adapun, pada 2010 perseroan memiliki DER 0,36 kali.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Summarecon Michael Yong menyebutkan perseroan memang berencana untuk membangun sebuah kota mandiri di kawasan Gedebage, Bandung yang akan diberi nama Summarecon Bandung Gedebage.

Saat ini, tuturnya, perseroan masih mengumpulkan lahan hingga 200 hektare di daerah Bandung untuk pembangunan kota mandiri itu. Menurut dia, pembangunan kota mandiri ditargetkan dapat dimulai pada 2015.

Untuk investasi lahan di Bandung, dia memperkirakan perseroan membutuhkan dana sebesar Rp200 miliar. Namun, dia masih belum dapat memberikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk total investasi kota mandiri itu.

Hingga akhir tahun, Michael menuturkan perseroan mengalokasikan dana untuk belanja modal sebesar Rp1,1 triliun yang akan digunakan untuk mengembangkan proyek perseroan berupa pembangunan perumahan di Serpong dan Bekasi.

“Nilai investasinya belum bisa saya sebutkan, tetapi yang pasti untuk lahan saja sekitar Rp200 miliar,” ujarnya saat itu.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan per 30 Juni 2011, Summarecon memiliki jumlah utang berbunga sebesar Rp1,01 triliun dengan jumlah ekuitas sebesar Rp2,24 triliun. Dengan begitu, DER perseroan pada periode 6 bulan pertama tahun ini sebesar 0,45 kali.

Summarecon didirikan oleh keluarga Nagaria dan asosiasi pada 1975. Proyek pertama perseroan adalah pengembangan lahan seluas 550 hektare di daerah Kelapa Gading menjadi kawasan integrasi hunian dan komersial.

Pada 1993, perseroan mulai berekspansi ke kawasan Jabodetabek dengan membangun kota mandiri di atas lahan seluas 1.500 hektare di daerah Serpong. Selain itu, perseroan juga mengakuisisi cadangan lahan seluas 250 hektare di Bekasi pada 2010 dan 100 hektare di Bandung pada tahun ini.

Akuisisi lahan

Hingga 2 tahun mendatang, emiten dengan kode saham SMRA ini menargetkan akuisisi lahan seluas 200 hektare di kawasan Serpong, Bekasi, dan Bandung dengan kebutuhan dana mencapai Rp600 miliar.

Michael menyatakan perseroan tengah mengkaji untuk melakukan penerbitan saham baru (rights issue) maupun obligasi untuk membiayai akuisisi lahan tersebut.

“Untuk akuisisi lahan, perusahaan properti dilarang menggunakan pinjaman dari perbankan, karena itu kami sedang mengkaji untuk melakukan penerbitan saham baru atau penerbitan obligasi dengan nilai sekitar Rp600 miliar,” ujarnya.

Dia menyebutkan perseroan belum memutuskan waktu untuk menggelar aksi korporasi tersebut. Dia hanya memastikan akuisisi lahan seluas 200 hektare tersebut merupakan rencana perseroan dalam memperbanyak cadangan lahan (land bank).

Saat ini, tuturnya, cadangan lahan perseroan mencapai 460 hektare. Dia menyebutkan hingga Juni perseroan telah mengakuisisi lahan seluas 100 hektare di daerah Serpong, Bekasi, dan Bandung dengan nilai mencapai Rp470 miliar. “Dana tersebut, sejauh ini kami ambil dari kas internal,” tuturnya.

Dari 100 hektare lahan yang telah diakuisisi, Michael menyebutkan seluas 70 hektare terletak di daerah Bandung. Lahan tersebut akan digunakan untuk membangun kota mandiri di kawasan Bandung Timur.

Analis PT Mandiri Sekuritas Octavius Okky Prakarsa, dalam risetnya yang dipublikasikan beberapa waktu lalu, juga mengungkapkan perseroan akan segera memulai pembangunan pintu tol Serpong bersama dengan Paramount Serpong dan PT Bumi Serpong Damai Tbk.

Dia menuturkan rencana yang sudah ada sejak 2 tahun lalu itu sempat terkendala oleh pembebasan lahan. Saat ini, tuturnya, pembangunan pintu tol menjadi semakin mendesak karena jalan protokol Serpong semakin padat.

Menurut Octavius, jika pembangunan itu segera terlaksana, harga tanah milik Summarecon di daerah Serpong akan meningkat.

Dia menyebutkan selama ini harga tanah Summarecon masih tertinggal dari pesaingnya, PT Alam Sutera Tbk, yang mengalami kenaikan harga hingga dua kali lipat sejak akses jalan tol menuju hunian Alam Sutera dibuka pada 2008.

“Kami percaya prospek pembangunan pintu tol itu akan positif bagi Summarecon, meskipun masih ada risiko dalam pembebasan lahan,” ujarnya.

(please read Bisnis Indonesia daily)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi