Semoga gunting itu kian tajam

Oleh Fahmi Achmad
Wartawan Bisnis Indonesia


Di suatu pertempuran, mengibarkan bendera putih adalah tanda menyerah yang dilakukan pihak kalah. Di industri keuangan, mengembalikan izin bisa saja sama dengan menaikkan bendera putih.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam pekan-pekan terakhir ini mengumumkan langkah drastis dengan santer mencabut izin usaha perusahaan perasuransian.

Sejak Januari hingga 11 Oktober tahun ini, setidaknya 13 perusahaan yang terdiri dari dua asuransi kerugian, satu asuransi jiwa dan 10 penunjang perasuransian dicabut izinnya. Ketegasan itu patut diapresiasi.

Langkah tegas dari Departemen Keuangan selaku otoritas dan regulator memang acap kali masih menjadi pertanyaan. Butuh ketegasan yang lebih kuat untuk menggunting izin usaha asuransi yang mati segan hidup pun tak mau.

Gong konsolidasi industri asuransi sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun silam. Faktor modal yang kuat dengan kinerja perusahaan yang sehat menjadi tolak ukur bagaimana merampingkan industri asuransi.

Sejak krisis moneter satu dekade silam, profil industri asuransi sebagai lembaga pengelola dana publik butuh kondisi yang lebih sehat agar kepercayaan masyarakat tak lekang terkena mismanajemen ataupun kasus finansial.

Apalagi jumlah perusahaan asuransi di Tanah Air mencapai lebih dari 145 perusahaan baik sektor jiwa maupun kerugian dan sosial. Jumlah itu lebih gemuk daripada Malaysia yang hanya 30 perusahaan ataupun Singapura yang jauh lebih kecil.

Langkah penyaringan dengan aturan minimum solvensi (risk based capital/RBC) sebesar 120% per 2004, boleh dikatakan mumpuni tetapi itu belum cukup. Masih banyak asuransi keteteran menjaga kekuatan modalnya.

Merger dan akuisisi menjadi sarana konsolidasi yang lumayan paten, terutama di sektor jiwa yang preminya kian legit. Namun, pemerintah juga menjaga kewibawaan dengan ketegasan kebijakan.

Pada 2008, Biro Perasuransian mencabut ijin 19 perusahaan perasuransian di mana 1 asuransi ada dua asuransi kerugian yang wafat. Jumlah terbanyak yang dicabut ijinnya adalah broker asuransi sebanyak 7 perusahaan diikuti 6 loss adjuster, 3 aktuaria dan 1 asuransi jiwa.

Aturan modal minimum juga diperketat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 81/2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, perusahaan asuransi harus memenuhi modal minimum sebesar Rp40 miliar pada 2010, Rp70 miliar pada 2012 dan Rp100 miliar pada 2014.

Hingga kini tercatat sekitar 20% perusahaan asuransi baik umum maupun jiwa yang belum mampu memenuhi ketentuan permodalan, atau sebanyak 34 perusahaan, yaitu 11 asuransi umum dan 24 asuransi jiwa.

Kembalikan izin

Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata mengatakan perusahaan asuransi saat ini tengah menghadapi kendala permodalan Rp40 miliar untuk konvensional dan Rp25 miliar untuk syariah, bahkan sudah beberapa yang mengajukan pengembalian izin.

Awal Oktober ini, Isa menyebutkan pihaknya segera menyelesaikan proses pembekuan tiga perusahaan asuransi, karena sang pemilik mengibarkan bendera putih. Tiga perusahaan tersebut terdiri dari satu perusahaan asuransi jiwa (life) dan dua perusahaan asuransi umum (non life).

Menurut dia, pengembalian izin usaha tiga perusahaan tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti permodalan, terkait dengan ketentuan modal Rp40 miliar pada tahun ini, dan sudah adanya pembicaraan dengan pihak regulator.

Dua perusahaan asuransi umum yang mengembalikan izin itu karena mereka sudah tidak aktif menjalankan aktivitas usaha, sedangkan satu perusahaan asuransi jiwa yang mengembalikan izin itu karena sudah memiliki anak perusahaan di bidang yang sama.

Tiga nama tersebut akan menemani PT Asia Reliance General Insurance dan PT Pacific International Indonesia Insurance, yang secara resmi menjadi almarhum karena izinnya telah dicabut menteri keuangan per 12 April.

Pada 14 Oktober, PT Asuransi Intra Asia dan PT Asuransi Puri Asih bersepakat dalam satu nota kesepahaman untuk melakukan penggabungan usaha. Kedua perusahaan tersebut nantinya akan menjadi satu perusahaan baru, dengan total ekuitas [modal sendiri] menjadi Rp98 miliar, terdiri dari ekuitas Intra Asia sebesar Rp80 miliar dan Puri Asih sebesar Rp18 miliar.

“Ke depan arahnya industri ini memang berupa konsolidasi besar-besaran dari sisi kepemilikan. Apalagi opportunity-nya demikian besar,” kata T. Yohas Raffli Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Asuransi dan Dana Pensiun.

Dia menyebutkan otoritas memiliki peran untuk mendorong konsolidasi, baik merger maupun akuisisi perusahaan asuransi. Tak hanya itu, perusahaan pun harus meningkatkan kapasitas dan teknologi.

“Malaysia pada dekade 1990-an itu aktif menjodohkan asuransinya, tetapi mungkin kalau kita tak bisa demikian karena belum tentu sama karakternya,” ujar Yohas.

Yohas merupakan salah satu direktur di PT Asuransi Parolamas, asuransi kerugian yang kini juga tengah mencari jodoh baik dengan investor lokal maupun asing.

Bagi saya, peran Bapepam-LK sebagai otoritas tetap penting menjaga kepercayaan publik terhadap industri asuransi. Implementasi Menteri Keuangan No.168/PMK.010/2010 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian yang baru dirilis 16 September 2010 juga bisa menjadi senjata yang efektif.

Bukan cerita baru, kalau masih banyak anggota masyarakat yang hingga kini masih tak paham dengan transparansi laporan keuangan perusahaan asuransi.

Pencantuman rasio RBC dalam laporan keuangan tak serta merta menghilangkan alergi publik berasuransi.

Mereka masih saja mempertanyakan apakah perusahaan A itu bagus atau tidak untuk pertanggungan asuransi kesehatan misalnya. Sebagian masyarakat lainnya juga masih menanti penyelesaian tegas soal Bakrie Life.

Sosialisasi dan kerja keras pemangku kepentingan industri asuransi memang penting apalagi hingga kini pemerintah tak bisa mewujudkan lembaga penjamin polis, meskipun guntingnya mulai tajam. (fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Sejumlah perusahaan perasuransian yang dicabut izinnya selama 2010:
Asuransi:
PT Asia Reliance General Insurance (per 12 April 2010)
PT Pasific International Indonesia Insurance (per 12 April 2010)
PT Asuransi Jiwa Bumi Masyarakat Mandiri d/h PT Asuransi Rama Life (per 16 Februari 2010)

Broker, agen & aktuaris:
PT Pratama Karya Insurance Broker (per 6 September 2010)
PT Dana Landung Perkasa (per 24 Agustus 2010)
PT Mitra Suksestama (per 24 Agustus 2010)
PT Jasa Aktuaria Mandiri Utama (per 24 Agustus 2010)
PT Marga Insurance Broker (13 Agustus 2010)
PT CIB Indonesia Insurance Broker (13 Agustus 2010)
PT Serpihan Pialang Asuransi (13 Agustus 2010)
PT Asia Insurance Direct Broker (per 6 Juli 2010)
PT Bintang Kencana Sejahtera (24 Maret 2010)
PT Global Inti Caraka (per 12 Februari 2010)
Sumber: Data diolah dari siaran pers Bapepam-LK

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi