Semen Kupang?

AKHIR KISAH INDUSTRI SEMEN KUPANG Oleh Lorensius Molan
Kupang, 2/7 (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) era 1980an, Ben Mboi, memiliki obsesi menggerakan investasi ke wilayah timur Indonesia agar pertumbuhan ekonomi di daerah itu meningkat dan bisa sejajar dengan kawasan barat.

Obsesi Ben Mboi itu akhirnya terwujud dengan didirikannya industri semen di kawasan Osmok, sekitar delapan kilometer barat Kupang, dengan merk Semen Kupang.

Pada April 1984, Presiden Soeharto meresmikan satu-satunya industri semen di NTT itu sebagai simbol mulai bergeraknya investasi dari barat ke wilayah timur Indonesia.

Dalam perjalanan, industri dengan teknologi tungku tegak itu mengalami pasang surut dalam perolehan laba, sebelum mampu membangun pabrik Semen Kupang II di kawasan industri tersebut pada 1990-an.

Pabrik Semen Kupang I praktis tutup total ketika industri Semen Kupang II mulai beroperasi dengan kapasitas terpasang 300.000 ton per tahun, karena teknologi industri yang dimiliki Pabrik Semen Kupang I dinilai ketinggalan zaman.

Ketika manajemen pabrik semen masih dalam genggaman Satar Taba SE, industri semen tersebut mengekspor hasil olahannya sampai ke Darwin di Australia Utara, Papua Nugini, Timor Leste serta sejumlah daerah di kawasan timur Indonesia seperti Papua dan Maluku Tenggara.

Tatkala manajemen perusahaan diambil alih Abdul Madjid Nampira SE, selaku Direktur Utama pada era tahun 2000-an, industri semen tersebut seakan tak pernah lepas dari gejolak akibat ketidakpuasan para karyawan terhadap manajemen baru itu.

Puncak ketidakpuasan para pekerja PT (Persero) Semen Kupang itu terjadi akhir pekan lalu ketika mereka mengadukan para direksinya ke Polda NTT atas sangkaan melakukan tindak pidana korupsi terhadap dana bantuan dari APBN 2006 sejumlah Rp50 miliar untuk menyehatkan perusahaan.

Dirut PT (Persero) Semen Kupang Abdul Madjid Nampira akhirnya memenuhi panggilan polisi atas pengaduan para karyawan dan pekerja pabrik dengan mengatakan bahwa penggunaan dana sebesar Rp50 miliar itu telah disesuaikan dengan peruntukkannya.

Meskipun demikian, para karyawan tidak percaya dengan ucapan sang direktur, karena dalam kenyataannya pabrik semen itu tetap tidak beroperasi karena masih dililit utang sebesar Rp25 miliar kepada PT Sewatama Jakarta sebagai pemasok energi listrik ke pabrik tersebut.

"Jika energi listrik sudah masuk, pabrik semen Kupang akan beroperasi kembali seperti biasa," kata kata Nampira.

Menurut dia, kendalanya hanya pada energi listrik setelah PT Sewatama Jakarta memutuskan untuk tidak lagi bekerja sama dengan perusahaan akibat utang piutang tersebut.

Di tengah gejolak yang dihadapi perusahaan tersebut, Direktur Umum dan Keuangan PT Semen Kupang Marshal Godlief Lay menebar "angin surga" dengan mengatakan bahwa perusahaan asing dari India, Nava Bharat, akan mengambil alih (divestasi) saham PT Bank Mandiri Tbk di perusahaan tersebut dengan nilai sekitar Rp50 miliar atau sekitar 38 persen dari total saham yang ada.

"Di tengah kesulitan yang kami hadapi, ada perusahaan asing yang mau melakukan divestasi saham dengan PT Bank Mandiri Tbk sebesar Rp50 miliar untuk melanjutkan operasional pabrik semen Kupang," katanya kepada ANTARA beberapa waktu lalu.

Nava Bharat akan membangun pabrik semen baru dengan kapasitas produksi sejuta ton per tahun untuk mendukung pabrik semen Kupang yang ada dengan kapasitas produksi hanya 300.000 ton per tahun.

Menurut Godlief Lay, perusahaan dari India itu sudah melakukan survei ke sejumlah pabrik semen di Indonesia, namun pilihan mereka jatuh ke pabrik Semen Kupang karena potensi bahan baku semen di daerah ini, seperti batu kapur, sangat menjanjikan.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Nava Bharat, potensi batu kapur di NTT, khususnya di daratan Pulau Timor, dapat dimanfaatkan sampai 100 tahun ke depan.

Potensi itu yang disebut-sebut membuat perusahaan dari India itu memilih pabrik Semen Kupang untuk melakukan divestasi saham dengan PT Bank Mandiri Tbk sebagai pemegang saham terbesar kedua di PT Semen Kupang.

Tapi, ketika ditanya lagi soal divestasi saham tersebut, Godlief Lay menolak untuk memberikan penjelasan dengan alasan bahwa hal itu merupakan kewenangannya Direktur Utama.

Selain PT Bank Mandiri Tbk, para pemegang saham di PT Semen Kupang (Persero) adalah pemerintah pusat sebesar 61,48 persen atau sekitar Rp82,213 miliar dan Perusahaan Daerah (PD) Flobamor milik Pemda NTT sebesar 1,12 persen atau sekitar Rp1,5 miliar.

Dalam rapat kerja dan dengar pendapat Komisi XI DPR-RI dengan Menteri Keuangan dan Menneg BUMN di Jakarta pada 12 Oktober 2006, disepakati untuk melakukan restrukturisasi utang PT Semen Kupang di PT Bank Mandiri Tbk sebesar Rp536,6 mliliar.

Restrukturisasi utang perusahaan itu melalui keringanan sebagian atau seluruhnya tunggakan bunga dan denda sebesar Rp145 miliar, konversi sebagian kredit pokok yang merupakan "unsustainable loan" menjadi penyertaan modal negara sebesar Rp365 miliar, sedang sisanya menjadi "sustainable loan" PT Bank Mandiri Tbk.

Dengan mengacu pada kesepakatan tersebut, para karyawan memperkirakan PT Semen Kupang akan sehat karena mendapat dana segar dari APBN Tahun 2006 sebesar Rp50 miliar.

Tapi pada kenyataannya, pabrik Semen Kupang malah berhenti berproduksi karena masih ada utang piutang dengan PT Sewatama Jakarta sebesar Rp25 miliar.

"Kami menduga kuat ada penyimpangan dalam penggunaan dana Rp50 miliar tersebut karena hingga kini tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh para direksi," kata Benny Saba, Ketua Umum Serikat Pekerja Semen Kupang ketika mengadukan persoalan itu ke Polda NTT.

Menanggapi langkah serikat pekerja itu, direksi PT Semen Kupang memilih jalan untuk "merumahkan" para karyawannya terhitung mulai 30 Juni 2008, kecuali anggota Satpam dan petugas listrik yang ditunjuk sampai dengan masuknya investor baru.

Surat keputusan yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Semen Kupang (Persero) Abdul Madjid Nampira itu menegaskan, selama karyawan dirumahkan hak-hak mereka tidak dibayar, sedangkan untuk gaji Juni 2008 akan dibayarkan sesuai dengan pengumuman Direksi 27 Juni 2008, yakni setengah gaji dan sisanya akan dibayarkan pada Juli 2008.

Keputusan Direksi PT Semen Kupang itu, menurut Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT I Gusti Lanang Ardika, melanggar UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga harus dibatalkan.

Menurut dia, Direksi PT Semen Kupang tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan secara sepihak dengan merumahkan karyawannya, karena ada aturan main serta tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pihak manajemen serta harus menyelesaikan semua hak para karyawan.

"Keputusan Direksi PT Semen Kupang itu melanggar UU Ketenagakerjaan sehingga harus dibatalkan demi hukum," katanya dan mengharapkan para karyawan dan pekerja PT Semen Kupang untuk kembali bekerja seperti biasa sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari para direksi.

Sekretaris Umum Serikat Pekerja Semen Kupang Djabir Alkatiri juga menolak dengan tegas keputusan sepihak dari para direksi yang merumahkan semua para karyawan dan pekerja pabrik dengan tidak membayar hak-hak mereka.

"Ini keputusan sepihak dari para direksi dan kami dengan tegas menolak semua keputusan yang telah ditetapkan. Kami akan tetap bekerja seperti biasa," katanya.

Begitu kisah pabrik semen yang menjadi pernah kebanggaan masyarakat NTT itu. ***2*** (T.L003/B/s018/s018) 02-07-2008 11:59:54 NNNN

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi