Menjaring Uang & Suara di Pemilu 2024

 Ajang pesta demokrasi di Indonesia setiap lima tahun sekali selalu membawa harapan baru. Aktivitas pemilihan umum (Pemilu) berimbas pada kegiatan ekonomi masyarakat.

Sama seperti pelaksanaan pemilu sebelumnya, kali ini pun beragam kegiatan politik seperti kampanye yang dilakukan para calon anggota legislatif dan partai politik diperkirakan turut berkontribusi terhadap kegiatan produksi dan pengeluaran dengan biaya yang tidak sedikit.

Ongkos kampanye memang tidak murah dan itu terlihat mahal dari sisi pengeluaran untuk membuat alat peraga kampanye seperti kaus, baliho, banner, spanduk, dan lain sebagainya. Belum lagi, ongkos perjalanan kampanye dan biaya untuk membayar saksi saat penghitungan suara.

Data Neraca Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang diukur oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan berbagai sumber penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh parpol pada setiap periode pemilu memperlihatkan pergerakan yang signifikan.

Klasifikasi LNPRT mencakup perumahan, kesehatan, rekreasi dan kebudayaan, pendidikan, jaminan sosial, keagamaan, partai politik, organisasi buruh, dan organisasi profesi, lingkungan hidup hingga jasa.

Di dua pesta demokrasi sebelumnya, indikator neraca penerimaan dan pengeluaran untuk item transfer keluar terus meningkat pada tahun pemilu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Artinya, kegiatan barang dan jasa yang dibayarkan oleh parpol pada 2014 dan 2019 lebih tinggi dibandingkan dengan dengan 2013 dan 2018.

Kondisi itu selaras dengan data dari sisi tabungan yang ada di parpol juga terlihat terkuras saat tahun pemilu. Ini menunjukkan adanya pengeluaran cukup tinggi. 

Selain dari parpol dan para caleg, sumber pengeluaran lain yang dapat mengungkit ekonomi di masa pemilu yakni kegiatan belanja Komisi Pemilihan Umum (KPU), terutama untuk kebutuhan pencetakan kertas suara dan lain sebagainya.

Adapun anggaran KPU pada 2024 ditetapkan senilai Rp28,4 triliun, lalu anggaran untuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) senilai Rp13,03 triliun.

Secara umum, pemerintah telah mematok anggaran Rp 70,5 triliun untuk Pemilu 2024, yang dikucurkan dengan skema multiyears. Pada 2022, pemerintah menyalurkan Rp 3,1 triliun, kemudian Rp 30 triliun pada 2023 dan Rp 37,4 triliun pada tahun depan.

Total alokasi anggaran keseluruhan digunakan untuk menetapkan jumlah kursi penugasan penyelenggaraan Pemilu, pemutakhiran data pemilih, penyusunan daerah pemilihan, pengelolaan dan pengadaan dokumentasi dan logistik.

Dengan kucuran uang puluhan triliunan rupiah tersebut, pelaksanaan pesta demokrasi cukup positif untuk perekonomian Indonesia, setidaknya untuk beberapa sektor seperti konveksi, percetakan, media, transportasi, logistik, makanan dan minuman, jasa hiburan, dan kampanye dengan berbagai panggung rakyat dan lain-lainnya.

Secara langsung, imbas pemilu terhadap produk domestik bruto (PDB) terlihat dari konsumsi pemerintah yang diperkirakan meningkat antara 0,7%—1%.

Dampak tidak langsung lainnya yaitu konsumsi rumah tangga masyarakat yang diperkirakan ikut terdorong naik, sehingga diharapkan ada tambahan sekitar 0,2%—0,25% terhadap PDB 2023 maupun 2024.

Tentunya, kita berharap dana-dana yang begitu besar dikeluarkan dalam rangka hajatan politik tersebut bisa ditangkap sebagai kesempatan untuk menggairahkan sekaligus menjadi pengungkit roda perekonomian dalam negeri.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi