Izin Usaha Asuransi Dicabut & Nasib Pemegang Polis

Sepanjang tahun 2023 ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perasuransian telah mencabut izin usaha 3 perusahaan asuransi. Mereka yaitu PT Asuransi Purna Artanugraha, PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) dan PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (Asuransi Jiwa Indosurya Sukses).

Ketiga perusahaan asuransi tersebut dicabut izin usahanya karena beragam alasan. Salah satu alasan utama pencabutan izin usaha adalah tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas, ekuitas, dan rasio kecukupan investasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Pencabutan izin usaha perusahaan asuransi dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi. 

Tentu ketegasan sikap OJK tersebut layak untuk diapresiasi karena sebagai bentuk penegakan hukum dalam pengawasan industri jasa keuangan terutama sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun.

Ketegasan OJK ini juga perlu didukung karena industri jasa keuangan sangat highly regulated sehingga komitmen pelaku industri harus terwujud pada tata kelola perusahaan yang baik dan mengedepankan tanggung jawab terhadap masyarakat terutama para pemegang polis.

Publik tentu akan terus mendukung ketegasan dan konsistensi sikap dan kebijakan OJK dalam menjaga dan mengembangkan industri perasuransian. 

Apalagi, selain ketiga perusahaan yang kena sanksi dicabut izin usahanya, OJK juga masih mengurus tujuh perusahaan asuransi yang masuk dalam radar pengawasan khusus.

Sebanyak lima dari tujuh perusahaan asuransi yang diawasi tersebut sudah mengajukan rencana penyehatan keuangan (RPK). Sementara itu, dua perusahaan lainnya masih dalam proses pengawasan khusus.

Untuk itu kriteria yang tegas memang harus terus diterapkan oleh OJK sehingga ada upaya dari pemilik dan pelaksana perusahaan asuransi bermasalah tersebut untuk dapat diselamatkan kembali ke pengawasan normal, atau malah terkena status cabut izin usaha.

Saat ini, ada dua dari perusahaan asuransi yang bermasalah yang telah mendapatkan kembali status pengawasan normal.

Meski begitu, kita berharap OJK terus memantau implementasi dari rencana kerja terukur dari manajemen perusahaan asuransi bermasalah, terutama dari sisi upaya penyehatan keuangan dan permodalan.

Bukan rahasia pula jika salah satu isu utama industri perasuransian adalah permodalan. Perusahaan asuransi wajib memiliki permodalan sesuai dengan standar risk-based capital (RBC) yang ditetapkan minimal 120% sesuai POJK No. 71/POJK.05/2016.   

Per Oktober 2023, RBC industri asuransi umum dan reasuransi tercatat sebesar 340,54%. Adapun RBC untuk asuransi jiwa berada di level 435,98% atau sedikit turun dari posisi Agustus 2023 di level 452,31%.

Kita tentu tidak ingin permasalahan industri asuransi jiwa seperti kasus gagal bayar polis dan kondisi kesehatan perusahaan yang kronis, akan terus menerus menjadi momok disoroti oleh publik. Hal itu akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap bisnis asuransi.

Secara keseluruhan pendapatan premi sektor asuransi selama Januari-Okober 2023 mencapai Rp264,23 triliun, atau bertumbuh 3,54% secara tahunan.

Namun, pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa masih terkontraksi sebesar 6,93% (YoY) dengan nilai sebesar Rp146,52 triliun per Oktober 2023.

Kita berharap ketegasan sikap dan komitmen kuat OJK akan meningkatkan kembali trust masyarakat terhadap industri perasuransian. Biar bagaimanapun, industri asuransi tetap memegang peran penting dalam memajukan ekonomi nasional.


Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi