Tiki-taka masih menggoyang bursa efek

Oleh Fahmi Achmad
Wartawan Bisnis Indonesia

Pesta sepakbola sejagad telah 2 pekan usai. Rutinitas kembali berjalan seperti sedia kala, dan begitu pula dengan aksi jual beli dalam perdagangan saham. Investor kembali memainkan dananya di bursa.

Selama sebulan terakhir, indeksi harga saham gabungan (IHSG) seakan lesu. Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan selama perhelatan Piala Dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan, 11 Juni-11 Juli 2010, membawa imbas pada terjadinya penurunan rata-rata nilai transaksi harian di pasar modal Tanah Air dari target yang ditetapkan tahun ini sebesar Rp4,5 triliun.

“Selama Piala Dunia rata-rata nilai transaksi sebesar Rp4,2 triliun, masih kurang dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp4,5 triliun. Bahkan transaksi harian pernah sempat di bawah Rp3 triliun. Tapi kami tidak akan mengubah target tahun ini,” ujar Ito awal pekan ini.

Seiring dengan berakhirnya Piala Dunia 2010, Ito pun berharap rata-rata nilai transaksi harian di pasar modal Tanah Air bisa kembali menguat. “Sehingga target rata-rata nilai transaksi harian Rp4,5 triliun bisa tercapai. Tapi itu tergantung dari investor. Jadi tidak bisa pastikan kapan.”

Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan sebenarnya pergerakan indeks pada Piala Dunia 2010 menunjukkan trend yang berbeda dengan kondisi bursa domestik pada Germany 2006.

Di sela-sela penonton sepakbola dunia, terkagum-kagum dengan aksi Tiki-taka yang diperagakan tim Spanyol yang dimotori Xavi Hernandez, David Villa dkk, indeks bursa Indonesia merambat naik 0,5% dari posisi 2.801 pada 11 Juni menjadi 2.943 pada 9 Juli.

Sebagai perbandingan pada pelaksanaan Piala Dunia 2006, indeks melemah sejak pertengahan Mei hingga pertengahan Juni 2006. Setelah itu, indeks bergerak relatif stabil. Dalam sebulan Piala Dunia, indeks turun 20% dari posisi tertinggi di level 1.553,06 pada 12 Mei 2006 ke posisi terendah di 1.234,2 pada 10 Juni 2006. Total penurunan indeks periode Mei-Juli 2006 mencapai 8,5 %.

Pada tahun ini, ketidakstabilan indeks bursa Indonesia tetap terjadi meski trend-nya tetap naik. Contoh ketika Brasil versus Belanda pada 2 Juli dinihari, IHSG terkoreksi tipis dari 2.874 menjadi 2.871 di penutupan sorenya.

Koreksi itu bisa saja karena Jumat memang sering terjadi aksi ambil untung oleh para pemodal, dan tentu bukan karena Wesley Sneijder dan Belanda membuat Brasil dan Kaka harus pulang kampung.

Namun, selera investor asing memang tak bisa ditebak dengan mudah. Sepekan menjelang Spanyol menjadi negara kedelapan yang juara dunia, transaksi asing di IHSG melonjak.
Pada 5 Juli, transaksi asing senilai Rp2,8 triliun dengan volume 2,73 miliar saham sehingga IHSG hanya di posisi 2.877. Pada 8 Juli yang kebetulan tak ada pertandingan, transaksi asing melonjak menjadi Rp4,02 triliun dan naik menjadi Rp4.14 triliun pada 9 Juli di mana IHSG menjadi 2.943.

Tak hanya saham, dana investor pun rasanya beralih dari taruhan bola dan menuju ke surat utang.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Wan Wei Yiong mengatakan pihaknya juga mematok target rata-rata nilai transaksi harian obligasi korporasi dan surat utang negara (SUN) tahun ini bisa menyentuh angka Rp6 triliun, atau naik 100% dari tahun lalu yang sebesar Rp3 triliun. “Sekarang ini transaksi harian obligasi sudah mencapai Rp4 triliun-Rp5 triliun,” ujarnya.

Investor asing memang selalu dominan dan kita hanya menjadi penonton bagaimana para pemain Spanyol memainkan Tiki-taka di layar televisi kita.(fahmi.achmad@bisnis.co.id)

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi