Bahlil Lahadalia dan Pengusaha By Nasib

Gaya berbicaranya blak-blakan. Nada bicara dengan ritme cepat, ceplas-ceplos diiringi canda. Familiar di telinga saya, khas Papua. Namun, pesan yang disampaikan Bahlil Lahadalia bukanlah urusan biasa.

Di pelbagai kesempatan, sudah menjadi tugas Bahlil selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menceritakan tentang rancangan pemerintah guna menarik sebanyak-banyaknya investasi asing dan menggairahkan kembali penanaman modal dalam negeri.

https://www.bkpm.go.id/en/about-bkpm/timeline


Terakhir, di ajang Mandiri Investment Forum2020, Kepala BKPM mendapatkan kesempatan untuk memaparkan strategi peningkatan investasi di Tanah Air.

Investasi memang menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Tumbuh lebih besar adalah harapan, tak hanya Bahlil dan pejabat pemerintah lainnya. Semakin besar investasi, apalagi menyerap banyak tenaga kerja, tentu banyak orang akan senang.

Jika ada proyek, jumlah orang yang akan bekerja pun bertambah. Tahun lalu saja, berdasarkan data BKPM, realisasi investasi yang mencapai Rp809,6 triliun telah menyerap tenaga kerja sebanyak 1,03 juta orang.

Pada 2018, realisasi investasi yang mencapai Rp721,3 triliun hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 960.052 orang. Pada tahun sebelumnya, tenaga kerja yang berhasil diserap mencapai 1,17 juta, meskipun pencapaian investasi kala itu hanya menyentuh Rp692,8 triliun.

Turunnya tenaga kerja yang terserap itu tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi oleh korporasi. Investasi yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini cenderung memanfaatkan teknologi tinggi sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja sebanyak sebelumnya.

Hal ini diperparah dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cenderung rendah sehingga tidak banyak angkatan kerja Indonesia yang terserap.

Pekerjaan rumah dalam memaksimalkan investasi ternyata tak hanya bicara soal kesiapan pekerja dan penyerapannya. Bagi Keishi Suzuki, President Director of Jetro-Jakarta Office, berinvestasi di Indonesia sebenarnya menarik karena memiliki pangsa pasar (market scale) yang besar dibandingkan dengan negara tetangga.

Namun berdasarkan survei yang dilakukan pihaknya ke 1.200 perusahaan Jepang yang berlokasi di Asia dan Oseania, negara kita ternyata masih memiliki sejumlah catatan yang selalu dikhawatirkan calon pemodal asing.

Masalah stabilitas politik dan sosial, lalu kekurangan kemampuan bahasa atau komunikasi merupakan hal-hal yang harus pula dibereskan. Tak hanya itu, produktivitas perusahaan Jepang di Indonesia yang sebesar 74,4% masih kalah dibandingkan dengan pencapaian rata-rata 80% oleh korporasi Jepang lain yang berlokasi di Thailand dan Vietnam.

Karena itu, terobosan atraktif mungkin harus terus dibuat oleh pemerintah. Insentif dan kemudahan regulasi bisa jadi sweetener yang menggugah minat pemodal asing.

Salah satu pembicara di Mandiri Investment Forum tersebut, Margaux Constantin, Associate Principal, Mckinsey & Company menilai Indonesia perlu mengajak investor duduk bersama memikirkan kebijakan-kebijakan yang dapat ditawarkan ke investor.

Dia mencontohkan Tunisia yang bisa memberikan jaminan dari bank untuk investor di negaranya. Ada pula Kolombia yang mampu menyediakan izin penggunaan lahan yang menarik investor, seperti grup Marriott untuk membangun hotel di negara tersebut.

Selain itu, rasanya yang harus diperhatikan pemerintah kita adalah penerapan hukum dan konsistensi implementasi regulasi tersebut. Pasalnya selama ini, tidak ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga menghambat minat orang berinvestasi.

Sebenarnya pemerintah tak tinggal diam dengan segala kondisi tersebut. Reformasi struktur secara bertahap terus dilakukan. Banyak kebijakan dan regulasi yang menjadi penyumbat pun disingkirkan dengan tegas.

Perizinan pun lebih sederhana. BKPM kini tak hanya berperan sebagai lembaga promosi investasi, sekaligus koordinator semata. Bahlil dan timnya kini mendapatkan peralihan kewenangan dari instansi-instansi terkait.

Hal itu sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 yang mengamanatkan kepada BKPM untuk mengevaluasi seluruh perizinan dan memerintahkan kepada kementerian untuk mendelegasikan beberapa kewenangan perizinan kepada BKPM.

Tak hanya soal perizinan, pemerintah juga tengah mengebut penyelesaian Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Dua beleid sapu jagat ini memiliki semangat yang sangat baik. Hal ini diharapkan bisa menjawab kepentingan pemerintah, pebisnis dan tentu saja masyarakat.

Progres penyusunan RUU Omnibus Law sampai saat ini sudah pada tahap menetapkan substansi final Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang mencakup 11 klaster mulai dari Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Dukungan Riset dan Inovasi, hingga Pengadaan Lahan.

Tentu masih banyak hal yang harus segera diselesaikan pemerintah, terutama oleh tim BKPM.

Namun, saya terus teringat dengan salah satu komitmen Bahlil saat berjumpa dengannya pertengahan Desember 2019.

Dia katakan sebagai Kepala BKPM, dia ingin investor-investor asing juga mengajak dan bekerja sama dengan pengusaha di daerah. “Saya ingin ada konglomerat baru di daerah,” begitu tekad Bahlil.

Komitmen sang Kepala BKPM untuk mencetak konglomerat daerah itu seperti membawa kita untuk kisah hidup Bahlil yang muncul tidak begitu saja. Kerja keras, ketekunan dan pantang menyerah menjadi modalnya sejak zaman hidup susah dulu, hingga menjadi pejabat negara saat ini.

Tanda-tanda bintang Bahlil akan terang benderang sebenarnya tak hanya ketika Presiden Joko Widodo memberikan isyarat menjadikannya sebagai Menteri, saat membuka Munas Hipmi XVI di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Jika membuka file lama, sinar Bahlil sudah menyeruak ke tingkat nasional. Pada 5 tahun lalu misalnya pria kelahiran Banda, Papua ini menjadi ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).

Di organisasi para pengusaha muda paling diperhitungkan di Indonesia itu, Bahlil— seorang pria yang pernah menjadi sopir angkot dan penjual koran, yang lahir dari pasangan ayah seorang kuli bangunan dan ibu tukang cuci— menggantikan Raja Sapta Oktohari.

Pria humoris ini mengisahkan jatuh bangun yang berkali-kali dialaminya sejak kanak-kanak hingga menjadi salah satu pengusaha muda nasional yang diperhitungkan.

Lahir dari keluarga yang tidak mampu membuat Bahlil kecil tergerak untuk ikut membanting tulang demi membantu finansial keluarga. Saat di bangku SD dia menjajakan kue di sekolah, naik ke tingkat SMP sempat menjadi kondektur dan saat SMA menjadi part timer sopir angkot. Namun, di tengah segala keterbatasan, Bahlil selalu menunjukkan prestasi akademik dan menjadi ketua OSIS.

"Pengusaha itu ada dua. Pertama, by nasab. Kedua, by nasib. Kalau by nasab itu melanjutkan usaha keluarga. Kalau by nasib itu yang karena kepepet lalu nekat bikin usaha,” ujar Bahlil, suatu ketika.

“Keduanya bagus, tetapi kita butuh pengusaha yang by design yang merupakan perpaduan by nasab dan by nasib, sehingga para pelajar kita didik tidak hanya sebagai pekerja, tapi sebagai pengusaha," kata Bahlil. Sederhana tetapi ide brilian.

Bahlil mengaku perjuangan untuk menjadi ‘pengusaha by nasib’ tidak mudah. Jatuh bangun berkali-kali sempat dia rasakan. Pukulan paling telak dirasakannya saat perusahaan tempatnya bekerja dengan gaji Rp35 juta per bulan harus jatuh di usia tujuh bulan.

Perlahan-lahan Bahlil membangun kembali bisnisnya. hingga pada 2008 lahirlah PT Rifa Capital, holding dari 10 perusahaan a.l. PT Ganda Nusantara (shipping), PT Pandu Selaras (pertambangan emas), PT MAP Surveilance (pertambangan nikel), dll. Dia pun aktif bergabung dengan HIPMI sejak 2003.

Bahlil mengakui kerja keras dan daya juangnya transpirasi sang Ayah. Seseorang bisa saja punya kecerdasan pemikiran dan jaringan kuat. Namun, semua itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki daya juang.

Baginya, daya juang, pantang menyerah, dan berkeyakinan teguh merupakan karakter yang wajib dan tidak bisa tidak harus dimiliki oleh seorang pengusaha.

Di sisi lain, pengusaha juga harus cerdas dan cerdik dalam membaca  dan memanfaatkan peluang, serta mampu meyakinkan orang lain.

Kini kita berharap BKPM di bawah kepemimpinan Bahlil berkoordinasi dengan instansi lainnya, bekerja keras memanfaatkan peluang dan meyakinkan para investor. Sisanya, biar nasib yang akan menentukan hasilnya.



(Tulisan ini terbit di Bisnis Indonesia 28 Feb 2020)

https://koran.bisnis.com/m/read/20200228/270/1206904/beranda-investasi-dan-pengusaha-by-nasib

Comments

Yaudah said…

poker online dengan pelayanan CS yang baik dan ramah hanya di AJOQQ :D
ayo di kunjungi agen AJOQQ :D

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi