Gesek Kartu Kredit dan Masa Depan Penggunaan EDC

Saat ini, mayoritas penduduk di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor pasti telah mengenal kartu pembayaran. Kemajuan zaman yang diikuti dengan teknologi yang kian canggih membuat semua layanan kini mudah ditransaksikan melalui sekeping kartu.

Fungsi dan peran uang tunai tetap penting tetapi tak bisa dipungkiri, sedikit demi sedikit, kartu baik kartu pembayaran, kartu kredit ataupun kartu debit kini tampil sebagai penuntas transaksi berbagai layanan. Dompet pun kian tebal, penuh dengan sejumlah kartu yang kian canggih dengan chip berisi fungsi beragam fitur.



Dampak kecanggihan teknologi dalam layanan barang dan jasa membuat perpindahan data, terutama informasi pribadi pun begitu mudah terjadi. Memang keamanan data kian ditingkatkan, tetapi kebocoran tetap saja menjadi kekhawatiran.

Belum lama ini, polisi juga telah menangkap sindikat penjual data pribadi yang membuat masyarakat resah. Bayangkan, data kita dijual secara paket yang beragam dari Rp300.000 hingga Rp1,2 juta-an.

Salah satu yang ditenggarai menjadi titik kebocoran adalah perpindahan data pribadi melalui kartu-kartu yang digunakan masyarakat, terutama milik nasabah perbankan.

Kekhawatiran itu pula yang saya kira membuat Bank Indonesia akhirnya menegaskan kembali aturan penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu (AMPK). Kartu kredit dan kartu debit kini hanya boleh digunakan di mesin electronic data capture (EDC) dan tak boleh dua kali digesek (double swipe) di mesin kasir.

"Pelarangan penggesekan ganda tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pencurian data dan informasi kartu," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam pernyataan resmi, Selasa (5/9/2017).

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/05/161644426/bi-larang-gesek-ganda-kartu-kredit-dan-debit-di-komputer-kasir

Aturannya apa?

Pengaturan mengenai penggesekan ganda kartu nontunai telah tercantum dalam Peraturan BI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

Pada Pasal 34 huruf b, BI melarang penyelenggara jasa sistem pembayaran menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data dan informasi transaksi pembayaran selain untuk tujuan transaksi pemrosesan pembayaran.

"Tercakup di dalamnya adalah larangan pengambilan data melalui mesin kasir di pedagang," ujar Agusman.



Salah satu pihak dalam pemrosesan transaksi pembayaran adalah acquirer, yaitu bank atau lembaga yang bekerja sama dengan pedagang. Acquirer ini yang dapat memproses data alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) yang diterbitkan oleh pihak lain. Untuk mendukung perlindungan data masyarakat, acquirer wajib memastikan kepatuhan pedagang terhadap larangan penggesekan ganda.

Acquirer juga diharapkan mengambil tindakan tegas, antara lain dengan menghentikan kerja sama dengan pedagang yang masih melakukan praktik penggesekan ganda. Untuk kepentingan rekonsiliasi transaksi pembayaran, pedagang dan acquirer diharapkan dapat menggunakan metode lain yang tidak melibatkan penggesekan ganda.

Terus kita sebagai masyarakat harus bagaimana? Soalnya kasirnya kan harus gesek biar mesin kasirnya terbuka dan struk belanjanya keluar?

Bagi BI, kita sebagai pemilik kartu harus senantiasa menjaga kehati-hatian dalam transaksi nontunai, dan tidak mengizinkan pedagang melakukan penggesekan ganda.

"Apabila masyarakat mengetahui atau mengalami praktik penggesekan ganda, masyarakat dapat melaporkan ke Bank Indonesia Contact Center (BICARA) 131,dengan menyebutkan nama pedagang dan nama bank pengelola yang dapat dilihat di stiker mesin EDC," jelas Agusman.

Acquirer atau bank atau lembaga yang bekerja sama dengan pedagang juga harus tegas.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ahmad Baiquni menyatakan, bank mengimbau kepada merchant atau toko untuk tidak menggesek kartu nasabah di mesin kasir. Kartu hanya boleh digesek pada mesin EDC. "Kalau ada merchant minta (gesek) dua kali ya tidak perlu dilayani," kata Baiquni di Gedung DPR/MPR, Rabu (6/9/2017).

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/06/141031326/bank-akan-tarik-mesin-edc-jika-toko-lakukan-gesek-kartu-dua-kali

Namun, jika masih ada merchant yang melakukan praktik gesek ganda, maka perbankan bisa mencabut mesin EDC pada merchant tersebut.

"Kalau sudah ditemukan ya kita peringatkan ya langsung dicabut saja (mesin EDC)," ujar Baiquni.

Senada dengan Baiquni, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Suprajarto mengungkapkan, pihaknya melarang merchant untuk menggesek kartu pembayaran pada mesin kasir.

BRI pun akan mengonfirmasi kepada merchant apabila melakukan gesek ganda. (Baca: Ini Risikonya jika Kartu Pembayaran Digesek di Mesin Kasir)

"Untuk merchant saya pasti tarik kalau perlu EDC-nya. Kalau ketahuan kita akan pertanyakan," ungkap Suprajarto.

Wajar, BRI bersikap keras, karena bank inilah yang kini memiliki mesin EDC terbanyak. Bahkan BRI, BNI dan Bank Mandiri memiliki pangsa lebih dari 60% terhadap jumlah mesin EDC di Tanah Air.

So kalau sudah demikian ketatnya aturan, apakah EDC masih memiliki masa depan di sistem pembayaran? Bukankah sekarang sudah ada layanan lewat handphone?

Apakah kita masih akan menggunakan kartu 10 tahun mendatang?

Bagi saya sih, teknologi tidak datang tiba-tiba, tetapi dia pasti datang.

Selama teknologi terbaru belum datang, rasanya penggunaan kartu sebagai alat pembayaran masih relevan. Entah sampai kapan?

Namun, marilah sejenak kita lihat data-data kartu dan mesin terkait dengan jasa pembayaran di Tanah Air yang dilansir Bank Indonesia;

Selama ini memang jumlah kartu alat pembayaran memang kian banyak. Bayangkan, jumlah kartu kredit itu terus naik dalam 7 tahun terakhir.



Jika 2010 ada 13,574 juta keping, maka 2011 ada 14,785 juta keping, lalu 14,817 juta keping (2012), 15,091 juta keping (2013), 16,043 juta keping (2014), 16,863 juta (2015), 17,406 juta keping pada 2016 dan hingga Juli 2017 udah ada 16,885 juta keping kartu kredit yang beredar di masyarakat.

Bagaimana dengan kartu ATM + Debit?

Jumlahnya juga meningkat pesat dari 48,873 juta (2010), 59,761 juta (2011), 73,219 juta (2012), 83,170 juta (2013), 98,638 juta (2014), 112,948 juta (2015), 127,786 juta dan kini per Juli 2017 ada 143,128 juta keping. Banyak benar.

Kenaikan juga terlihat di mesin layanan.

Jumlah mesin ATM di Tanah Air memang juga terus tumbuh. Jika pada 2013 ada 75.877 mesin, lalu 90.678 (2014), 99.286 (2015), 103.419 (2016) dan kini per Juli 2017 ada 103.953 mesin ATM.

Begitu pula dengan mesin EDC yang terus naik dari 634.729 (2013), 842.651 (2014), 1.005.193 (2015), 1.050.248 (2016), hingga 1.106.632 per Juli 2017.

Maklum saja, jumlah merchant atau toko pemakai EDC juga melesat dari 343.215 (2013), 462.327 (2014), 567.554 (2015), 602.460 (2016), menjadi 652.204 pada Juli 2017.

Namun, apakah angka tersebut memperlihatkan makna bahwa ekonomi kita kian bertumbuh? Bisa jadi iya seperti itu, bisa pula dipertanyakan.

Apakah bisnis e-commerce dan toko-toko online yang menjamur sekarang membuat penggunaan kartu kredit dan debit menjadi sering digesek orang? hmmm....Bisa jadi begitu, bisa jadi bukan.

Namun, mari kita lihat penggunaan kartu ATM/Debit selama ini.



Di data BI, Jika pada 2016 ada Rp5.623,912 triliun nominal transaksi dari kartu ATM dan debit, maka angka tersebut telah jauh meningkat dibandingkan dengan 2010 yang hanya Rp2.001,853 triliun.

Pada Juli 2017 saja tercatat Rp524,794 triliun. Itu masih data per bulan loh. Tiap bulannya, nominal transaksi kartu ATM/Debit rata-rata memang sekitar Rp500 triliun. Hitung aja sendiri kalau 12 bulan.

Data BI tersebut membagi penggunaan kartu debit/ATM untuk 4 bagian, yaitu tarik tunai, belanja, transfer intrabank, dan transfer antarbank.
Kegiatan tarik tunai memang paling banyak, nyaris 50% transaksi kartu ATM/debit memang untuk tarik tunai. Apalagi kalau di atas tanggal 27 pas gajian....

Yang menarik, data transaksi belanja pakai kartu ATM/Debit mencapai Rp251,846 triliun, dan konsisten tumbuh rata-rata Rp30 tiliun-Rp40 triliun sejak 2010 yang hanya mencatatkan nominal transaksi belanja Rp65,317 triliun.

Nah bagaimana dengan data penggunaan kartu kredit yang biasanya memang untuk belanja-belanji....?

Data BI memperlihatkan ada grafik kenaikan secara konstan dari total nominal transaksi kartu kredit.

Jika pada 2010, nominal transaksi kartu kredit baru mencapai Rp163,208 triliun dengan 199,036 juta gesekan kartu, maka pada 2016 mencatatkan ada 305,052 juta gesekan dengan nominal Rp281,020 triliun.

Per Juli 2017, ada 26,935,758 gesekan dengan nilai nominal transaksi Rp25,158 triliun. Tahun 2017 ini, gesekan kartu kredit terbanyak terjadi pada Mei dengan 28,551,737 gesekan, dan nilai nominalnya mencapai Rp26,082 triliun. Mungkin saat itu orang mau Lebaran dan sanggup membayar cicilan kartunya dengan uang THR kali ya?

Apalagi bunga kartu kredit efektif per 2 Juni 2017, bunga kartu kredit turun menjadi 2,25% per bulan atau 26,95% per tahun. Sebelumnya bunga kartu kredit itu 2,95% per bulan dan mencapai 35,4% per tahun.

So, kembali lagi soal keamanan data kartu, rasanya sudah saatnya kita lebih peduli dengan kehati-hatian dalam bertransaksi. Jangan mudah memberikan nomor PIN ke petugas bank sekalipun!

Jangan mau kartunya digesek dua kali!

Ingat, kartu kredit bukanlah alat untuk berutang ke bank! Sekali berutang, bunganya tetap tinggi loh, meski udah diturunkan.

Dan yang terpenting, pastikan isi rekeningnya Anda cukup jika ingin menggesek kartu ATM/Debit Anda!

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi