ANTASARI vs SBY: transkrip pertemuan 9 Oktober 2008 (bag-2)

Transkrip ini diedarkan guna membantah tudingan mantan Ketua KPK Antasari Azhar bahwa dirinya pernah memimpin pertemuan soal penyertaan modal sementara untuk Bank Century pada tanggal 9 Oktober. Pada tanggal tersebut, pertemuan itu dihadiri, antara lain, Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Koordinator Perekonomian ad interim Sri Mulyani, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Ketua BPK Anwar Nasution, dan Ketua BPKP Didi Widayadi.



Berikut ini adalah lanjutan Transkrip Pertemuan 9 Oktober (II):

Kepala Kepolisian RI

Terima kasih Bapak Presiden. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang kami hormati Bapak Menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu, Pak Jaksa Agung, Bapak Ketua KPK, Bapak ketua BPK dan Bapak Ketua BPKP.

Ada dua hal yang akan kami sampaikan pada Bapak Presiden berkaitan dengan direktif Bapak Presiden, besok pagi dalam rangka “commander wish” kami kepada seluruh Pati, kami akan juga sampaikan direktif Bapak Presiden kepada jajaran untuk menyikapi tindak lanjut sampai dengan di daerah, apa yang akan dikerjakan oleh para Kapolda. Dan nanti pada hari berikutnya sampai dengan tataran AKBP-AKBP kami kumpulkan, sehingga semua jajaran memiliki sense of crisis dengan apa yang dihadapi oleh bangsa dan Negara.

Menyikapi apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden, kami ingin menyarankan di direktif yang kelima di sini tentunya dalam menyikapi untuk melakukan mencari peluang dalam perdagangan dan kerja sama ekonomi dan kemudian tentunya yang kedua di dalam direktif yang keenam tentang insentif dan disinsentif.

Kemudian yang kaitannya dengan direktif yang keenam tadi untuk mencegah masuknya barang produk-produk dari luar ke Indonesia, tentunya nantinya ada kebijakan dari menteri terkait yang akan dikeluarkan. Yang mungkin Bapak akan sampaikan tadi secara normatif, ini tentunya masih melalui suatu proses kebijakan-kebijakan yang dalam bentuk sementara.

Nah untuk itu kami menyarankan Bapak Presiden agar kami bisa mengawal kebijakan itu tentunya, yang pertama, agar kebijakan tadi juga tidak dibijaksanakan lagi oleh kepala-kepala daerah di daerah. Sehingga nanti tidak terjadi perbedaan persepsi. Dan kami berusaha karena sudah amanat dalam direktif ini harus saling sinergi antar semua aparat. Begitu kebijakan itu dikeluarkan, mohon oleh menteri terkait bisa didistribusikan kepada kami aparat penegak hukum.

Sehingga bisa kami ke bawah bisa mensosialisasikan dan kemudian mengamankan apa yang menjadi kebijakan, sehingga kalau ada indikasi-indikasi yang berkait dengan peristiwa ini akan mengarah suatu pelanggaran hukum, kita sudah bisa mencoba meluruskan. Berkait dengan itu, ini saran dari kami Bapak Presiden, untuk bisa ditindaklanjuti oleh kami semua, sehingga nantinya tidak saling menyalahkan dan bahkan saling menuding bahwa adanya kebijakan ini tidak diamankan oleh aparat penegak hukum. Ini yang pertama Bapak Presiden.

Yang kedua, kami menyarankan untuk tentunya mewaspadai dengan harus kita berdayakan lembaga-lem­baga yang sudah ada seperti lembaga penjamin simpanan yang sudah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 untuk tentunya menghindari ada kepa­nikan sehingga trust, sehingga tentu di sini bagaimana lem­baga ini ikut berperan. Ini saran dari kami.

Kedua, berkaitan dengan peran pengawas Bank Indonesia Pak, karena apapun kita menyadari bahwa dengan adanya peristiwa seperti ini tidak tertutup kemungkinan adanya pihak-pihak perbankan yang nakal memang, dia sudah dalam posisi yang sulit, dianggap ini kredit macet dan lain-lain, sehingga ini perlu adanya peran dari BI. Kami sudah ada MoU dengan Bapak Jaksa Agung untuk tentunya peran dari lembaga pengawas perbankan dari BI itu sendiri diperankan. Sehingga kami dari awal sudah bisa mengawal apa yang kira-kira ada indikasi bank-bank yang nakal, yang memang akan mencari kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini.

Kemudian yang ketiga, tentunya juga kami berharap peran dari Badan Pengawas Pasar Modal Bapak Presiden, dengan lembaga keuangan yang berasal Undang-Undang 8 Tahun 1985 tadi, untuk memberikan suatu kepastian hukum tentang processing apa yang berkaitan dengan pasar modal, dengan saham, sehingga jangan sampai ini juga dijadikan peluang. Sehingga dengan demikian kami aparat penegak hukum di awal sudah diberikan green light, sehingga dari awal kita sudah bisa mengawal dan mengamankan.

Ini saran kami Bapak Presiden yang dapat kami laksanakan. Dan direktif Bapak Presiden besok sudah kami distribusikan, dan kami arahkan langsung dengan kami break down apa yang harus dilakukan oleh petugas-petugas di lapangan. Demikian Bapak Presiden. Terima kasih.

Presiden Republik Indonesia

Terima kasih Kapolri. Terima kasih pula besok akan dijelaskan kepada perwira tinggi Kepolisian tentang situasi yang berkembang.

Yang pertama, itu penting para menteri, kecepatan menyampaikan kepada jajaran kepolisian tentang regulasi, tentang policy. Sering ada kasus di lapangan, polisi menjalankan tugas atas sesuatu yang barangkali bulan lalu ada perubahan, tidak disampaikan kepada kepolisian, bukunya masih buku yang lalu, terus ada isu, menjadi masalah begitu. Saya kira sangat penting masalah penjaminan tadi LPS itu. Memang ini kemarin juga ada pikiran-pikiran para dunia usaha untuk mendapatkan blanket guarantee seperti dulu. Tetapi semangat kita itu kan moving away dari blanket guarantee nanti moral hazard-nya akan tinggi sekali. Nah kalau sekarang dianggap kurang jumlahnya dibicarakan tetapi konsepnya bukan lagi konsep blanket guarantee.

Kemudian yang ketiga, yang pasar modal Bu Ani. Yang pasar modal, tolong dengarkan, supaya nyambung nanti apa yang saya sampaikan. Yang disampaikan Kapolri itu juga betul, berkaitan masalah pengawasan ini jangan sampai menggunakan buku yang berbeda. Nanti ada saja satu, dua jadi berita yang tidak sinkron, bisa menambah paniknya pasar dan tambah paniknya nanti masyarakat. Jadi any single policies, single regulation, tolong segera dikomunikasikan dengan yang lain. Jadi bukan hanya Kapolri karena saya sudah mengundang beliau-beliau, dan nice-lah kalau BPK, KPK semua juga mendapatkan. Terima kasih Kapolri. Kepala BPKP saya persilakan.

Kepala Badan Pengawasan dan Pemeriksa Keuangan

Yang terhormat Bapak Presiden, Bapak dan Ibu Menko, Ketua BPK, KPK, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri BUMN, Mensesneg dan Seskab.

Mengacu pada PP 60 yang kebetulan kami bagikan ini pak yang sudah ditandatangani resmi tanggal 28 Agustus, yaitu sistem pengendalian intra pemerintah. Maka BPKP auditor yang bertanggung jawab kepada Presiden di dalam mengawasi akuntabilitas pengawasan keuangan yang sifatnya financial maupun yang non financial.

Kami anggap bahwa 10 direktif dan perintah kebijakan dari Bapak Presiden kalau kita melihat daripada Undang-Undang yang dikatakan Pak Jaksa Agung, baik Undang-Undang 45 pasal 4 Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemegang Undang-Undang Dasar.

Demikian juga Undang-Undang 17 pasal 6 dan pasal 7, Presiden memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian kekuasaan pemerintah untuk mencapai tujuan bernegara dan juga Undang-Undang Nomor 1/2004 pasal 58 ayat 1, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan mengatur dan menjalankan sistem pengendalian intern Pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang transparan.

Maka kalau kita mendalami apa yang dikatakan keuangan negara, objeknya adalah semua hak dan kewajiban warga Negara yang dapat dinilai dengan uang, di dalamnya masalah moneter, fiskal, keuangan negara yang dipisahkan dan segala sesuatu yang dapat dijadikan milik negara. Subjeknya adalah seluruh objek yang dimiliki, dikuasai pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD dan badan lain yang terkait. Prosesnya dalam keuangan negara ini perumusan kebijakan dan pertanggungjawaban dan juga makro perspektif pun juga ada di sini semua.

Maka tentunya rule and regulation terhadap kebijakan 10 direktif ini, sebetulnya tidak ada masalah kerugian Negara, sepanjang aturan sudah ada yang dikatakan oleh Pak Jaksa Agung, dan ini sudah ada semua di sini di dalam abstraksi buku ini semua.

Permasalahan adalah di dalam proses manajemen pengawasan bagaimana implementasi 10 ini betul-betul bisa optimal, dalam arti penerimaan Negara ini bisa dioptimalkan tapi juga bisa dilakukan spending atau efisiensi dan juga percepat pencapaian target-target program.

Oleh karena itu, masalah manajemen pengawasan menjadi sangat penting sekali dan kebetulan ini sudah keluar 4 tahun bahwa, Undang-Undang dari konstitusi sampai 3 paket Undang-Undang Keuangan sudah keluar, maka se­be­tulnya apa Bapak Presiden, bahwa kita sudah merubah suatu rezim yang dulu berorientasi kepada complain audit rechts matigheid wet matigheid, ketaatan yang khususnya ditangani oleh Bapak BPK maka sekarang harus dituntut untuk mampu melakukan performance audit. Di bidang akuntan dikenal dengan substance over form.

Artinya misi itu diutamakan, performance, outcome. Bisa saja ada kerugian negara, saya ulangi, ada tidak ada kerugian Negara tapi melawan hukum, tapi untuk kemaslahatan yurisprudensi, kami sudah MoU dengan KPK, maka dalam ajaran hukum doel matigheid bahwa hukum itu tidak hanya sekadar salah benar, tetapi tujuan ekonomi, sosial, Triple Bottom Line itu menjadi tolok ukur daripada performance audit Pak. Jadi menurut kami fungsi peng­awasan di dalam implementasi 10 directive Bapak Presiden, akan menjadi permasalahan di tingkat operasional, yaitu masalah diskresi Pak.

Memang discretion atau kebijakan yang kalau kebanyakan pun juga menjadi salah. Sekarang siapa yang menjustifikasi bahwa ini kemaslahatan. Maka sebetulnya perintah Bapak Presiden tanggal 7 Januari kepada BPKP untuk menyusun suatu clearing house terhadap masalah dispute, apakah ini tataran kebijakan administrasi, apakah kalah lelang terus kemudian apakah dilaporkan, dibuat opini oleh BPK di website atau di koran, terus kemudian Polisi, Jaksa, Penyidik melakukan pemeriksaan, padahal ini baru salah dalam administrasi pelelangan.

Maka di sini clearing house kita pakai dan ini sudah bersama dengan tanda tangan dengan Kapolri dan Jaksa Agung, dan kami juga dengan KPK sudah kita lakukan. Dengan Pak Anwar pun juga kami sudah melakukan rekonsiliasi Pak, kayak masalah BOS itu kami back up, bantu tenaga BPKP ke BPK Pak. Kami sudah lakukan cantik seperti itu, jadi tidak ada permasalahan karena memang pisau analisanya adalah akunting, publik akunting,tinggal masalah internal atau eksternal.

Jadi kami menyarankan bahwa masalah kegamangan dispute, ketakutan, ini sudah dijabarkan sampai ke tingkat wilayah clearing house. Kemudian di situ akan kita lihat apakah ini tataran kebijakan atau tindak pidana korupsi yang harus dilakukan gelar perkara ke penyidik. Itu sudah kita lakukan suatu mekanisme gelar kasus demikian.

Yang kedua, adalah masalah acquitted charge Pak. Jadi pada saat sekarang ini kita memang di dalam permasalahan mengambil suatu keputusan yang mungkin tidak populer tapi harus diambil keputusan, meskipun untuk kemaslahatan. Tapi siapa yang menjustifikasi, perlu ada suatu lembaga dan clearing house, itu kita lakukan. Tetapi setelah, bahwa tidak selamanya kita menjabat di sini, proses manajemen pelepasan tanggung jawab, termasuk diskresi yang diputuskan di dalam sektor publik, ini belum Pak. Kalau di corporate ada acquitted charge, kalau itu sudah dilaporkan pada RUPS, diterima atau tidak, selesai, tidak ada tuntutan.

Tapi di sektor publik, kita mengadopsi akuntansi sektor private ke publik, ini belum ada pelepasan. Kita laporkan kepada DPR, sudah diperiksa oleh BPK, bukan jaminan nanti setelah ini lepas tanggung jawab. Nah ini barangkali perlu ada suatu rule and regulation, juga aturan tentang pelepasan tanggung jawab acquitted charge di sektor corporate, di sektor publik ini perlu dilakukan, karena tentunya kita harus punya kepastian dalam mengambil keputusan diskresi, pada saat kita dalam keberadaan ada di sini.

Jadi kami telah melakukan break down 10 direktif ini Pak sesuai bahwa sebagai auditor Presiden, ada perangkat COSO dan ini memang peraturannya seperti itu. Satu contoh, kami sedang mapping tentang bagaimana masing-masing dari seluruh departemen dan pemerintah daerah ke bawah, untuk penajaman tujuan program-program target penajaman itu sendiri. Demikian juga penetapan dan rencana strategik yang relevan, kriteria dan ukurannya seperti apa.

Demikian juga identifikasi resiko termasuk metode, termasuk juga analisa risiko terhadap dampak pencapaian tujuan. Ini semua kami mulai fungsikan PP 60 ini, mudah-mudahan dengan terukur secara jelas ini parameternya, sehingga kami dalam fungsi pengawasan termasuk BPK nanti pun akan jelas mengukur kinerja atau performance daripada pengguna anggaran di lapangan dalam konteks akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Demikian kami laporkan Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia

Terima kasih Kepala BPKP. Saya hargai upaya untuk makin memantapkan penataan di lingkungan pemerintah, BPK tentu memiliki cakupan yang lebih luas karena negara. Tapi pemerintah pastikan betul bahwa kita juga comply dengan apa yang dilakukan. Sehingga BPK tentu pada posisi yang tidak harus menangani semua persoalan, itu di luar jangkauan BPK.

Oleh karena itu, saya ingin semua bekerja penuh, sehingga negara ini betul-betul makin tertib. Mestinya bukan hanya pemerintah, DPR-nya juga, DPD-nya juga, MPR-nya juga, BPK-nya, MA-nya, MK-nya, semua. Dengan demikian makin baguslah negara kita.

Nah yang pesan saya satu saja, untuk APBN tadi, karena instruksi saya yang bisa ditunda, ditunda, yang bisa dihemat, dihemat, kecuali yang untuk growth stimulation dan untuk social safety net itu jangan, karena untuk rakyat ini, sehingga bisa dilihat juga nanti mana yang menjalankan termasuk daerah-daerah, mana yang tidak itu. Baiklah kalau begitu saya senang sekali Bapak karena kita satu persepsi, satu perahu, dan mudah-mudahan ini menjadi pelajaran berharga, pengalaman masa lalu dan ini pun juga untuk ke depan.

Mari terus kita pelihara komunikasi supaya cepat untuk mengelola masalah. Sekian nanti para menteri ketemu saya, ada yang urusan tertentu tadi, terima kasih wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi