Siapa di Pohon Beringin ?

Orang suka mengutip Shakespeare untuk mengatakan betapa tidak pentingnya sebuah nama, seolah-olah mengatakan pujangga Inggris ini menganggap nama tidaklah penting.

Orang-orang yang suka asal mengutip tidak tahu ungkapan ini memiliki konteks berbeda. Shakespeare menggunakan ungkapan ini karena Romeo dan Juliet tidak bisa bersatu berhubung nama belakang keduanya menunjukkan nama dua keluarga yang sudah bermusuhan selama bertahun-tahun.

Nama bahkan bagi sebagian orang adalah mahkota, dan tidak sembarang orang memanggil nama seseorang dengan panggilan seenaknya. Aburizal Bakrie, mungkin jadi tokoh yang menganut prinsip itu.

Sang tokoh ini punya cerita sendiri soal nama panggilan. Hampir setahun silam, dia pernah menegur wartawan ketika disapa dengan sebutan ‘Pak Ical’.

"Nama saya Aburizal Bakrie," ketusnya pada wartawan usai penandatangan MoU dengan Kadin dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sela rakornas Kadin, Hotel Sahid, Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (21/10/2008).

Dalam laporannya, Suhendra dari detik.com mengungkapkan Aburizal Bakrie yang saat itu mengenakan baju batik warna coklat, langsung menghindar dari seluruh pertanyaan wartawan. "Saya tidak pernah bilang seperti itu," tegasnya, kesal hanya karena soal nama.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua Umum Kadin MS Hidayat menyapa Aburizal Bakrie dengan sebutan Pak Ical. Dalam forum diskusi Rakornas Kadin, Hidayat pun sempat memberikan banyolan segar soal pria berkacamata ini.

"Pak Ical ini, orang terkaya yang disuruh mengurusi orang-orang miskin," katanya berseloroh yang disambut tawa hadirin.

Menanggapi banyolan tersebut, Aburizal kembali membalas MS Hidayat dengan sindiran, bahwa MS Hidayat pernah menolak ajakannya dalam kunjungan kerja ke masyarakat yang paling terbelakang di pedalaman Papua.

"Pak Hidayat sayangnya menolak ajakan saya," ujarnya.

Kali ini, Aburizal Bakrie jadi perhatian saya BUKAN karena soal nama semata. Siang ini, di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional Ke V Partai Golkar di Slipi , saya terkesima dengan iklan Terus Berkarya Demi Masa Depan tentang Aburizal Bakrie.

Bukan rahasia kalau beliau jadi kandidat ketua umum Golkar menggantikan Jusuf Kalla, bersaing dengan Surya Dharma Paloh.

Garis tangan putera sulung pengusaha H Achmad Bakrie kelahiran Jakarta 15 November 1946 ini memang bikin iri.

Profesinya cuma tiga yakni Pengusaha, Politisi, Pejabat. Sang insinyur ini memiliki isteri Taty Murnitriati dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Anindya Novyan Bakrie yang menikah dengan Firdani Saugi, lalu ada Anindhita Anestya Bakrie yang menikah dengan Taufan Nugroho dan si bungsu Anindra Ardiansyah Bakrie.

Aburizal mempunyai tiga adik yaitu Roosmania Odi Bakrie, menikah dengan Bangun Sarwito Kusmulyono (mantan bos PNM), Indra Usmansyah Bakrie yang menikah dengan Gaby Djorgie, dan Nirwan Dermawan Bakrie yang menikah dengan Indira (Ike).

Aburizal punya latar pendidikan SD, SLTP, dan SMA di Jakarta (1958-1967) dan kuliah di Fakultas Elektro, Institut Teknologi Bandung, lulus pada 1973.

Dari sisi bisnis, Aburizal punya karir yang jelas bukan dari management trainee. Pada 1972 – 1974 jadi Asisten Dewan Direksi PT Bakrie & Brothers dan dilanjutkan jadi Direktur pada 1974-1982.

Jabatan naik lagi pada 1982 menjadi wakil direktur utama dan sejak 1988 menjadi big bos hingga 1992 termasuk jabatan direktur utama di PT Bakrie Nusantara Corporation.

Soal organisasi, Aburizal punya segudang pengalaman. Jadi Ketua Umum, HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pada 1977 – 1979. Masuk Golkar pada 1984.

Aburizal juga menjadi anggota MPR 2 periode dari 1988 hingga 1998. Begitu pula dengan ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) selama 2 jabatan pada 1994-2004.

Di bawah kepercayaan Jusuf Kalla, Aburizal menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam perombakan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.

Dia juga dinobatkan Globe Asia sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara. Kabarnya, kekayaan Ical pernah mencapai US$9,2 miliar dolar atau sekitar Rp92 triliun.

Kekayaannya di atas harta Robert Kuok (Malaysia,US$7,6 miliar), Teng Fong (Singapura,US$6,7 miliar), Chaleo Yoovidya (Thailand, US$3,5 miliar), dan Jaime Zobel de Ayala (Filipina, US$2 miliar).

Namun, bukankah kapasitasnya sebagai pejabat tinggi negara bisa berpengaruh dalam memuluskan target-target bisnis-bisnisnya? "Saya akan bersikap profesional. Kepentingan negara tetap saya utamakan," katanya suatu ketika.

Mantan Presiden of Asean Chamber of Commerce & Industry ini, memang masih menghadapi masalah dengan salah satu perusahaannya (PT Lapindo Brantas) terkait meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur.

Namun, hal tersebut tidak membuat bisnis yang dijalankan keluarga Bakrie terhenti. Tampaknya, grup perusahaan Bakrie terlalu tangguh untuk bisa dilumpuhkan hanya dengan semburan lumpur panas. Dengan gagah, grup perusahaan Bakrie tetap melangkah, maju ke depan.

Kini, status Aburizal menjadi komisaris utama/Chairman kelompok usaha Bakrie yang mempunyai beragam bidang usaha: pertambangan batubara, perkebunan, minyak, properti, telekomunikasi, dan media massa.

Soal bisnis dan politik, Surya Dharma Paloh juga punya cerita tersendiri. Pria berkulit sawo yang selalu memelihara brewok hitam tebal membalut pipi dan dagu itu membuat saya menjuluki sebagai Luciano Pavarotti.Dia orator yang selalu bicara berapi-api dihadapan massa.

Dia lahir 16 Juli 1951 di Kutaraja (Banda Aceh) di Tanah Rencong, di daerah yang tak pernah dijajah Belanda.

Surya Paloh besar di kota Pematang Siantar, Sumut, di daerah yang memunculkan tokoh-tokoh besar semacam TB Simatupang, Adam Malik, Parada Harahap, A.M. Sipahutar, Harun Nasution.

Jika dieksplorasi ke belakang, Surya Paloh sesungguhnya adalah seorang pebisnis yang sudah lama malang melintang di pentas politik nasional. Kartu Tanda Anggota (KTA) miliknya di Golkar lebih tua usianya dibanding milik Akbar Tandjung, Ketua Umum DPP Golkar. Pengusaha dan politisi sudah menjadi trade mark-nya sejak masa muda di Serbelawan. Dan kedua merek dagang ini selalu jalan beriringan, saling topang, saling isi, saling pengaruh-mempengaruhi.

Suatu ketika pada 1965, Surya Paloh berkenalan dengan Sofyan, seorang asisten perkebunan di Dolok Merangir. Tempat ini jauhnya lima kilometer dari rumah tinggalnya di Serbelawan. Sofyan lalu memperkenalkan Surya, remaja yang masih 14 tahun kepada A Gu, seorang grosir teh di Pematang Siantar.

Perkenalan inilah yang membuahkan awal mula keterlibatannya sebagai leveransir yang menyuplai berbagai kebutuhan ke para pekerja perkebunan yang ada di Dolok Merangir. Seperti ikan asin, teh, tembakau dan minyak goreng.

Dia menjadi pengusaha di kota Medan, daerah yang membesarkan tokoh PNI dan tokoh bisnis TD Pardede. Aktifitas politiknya yang menyebabkan Surya Paloh pindah ke Jakarta, menjadi anggota MPR dua periode. Justru di kota metropolitan ini, Surya Paloh terkenal sebagai seorang pengusaha muda Indonesia.

Awalnya, di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil. Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumatra Utara, Medan.

Karir politik dimulai sebagai salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) di Medan. Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar.

Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PP-ABRI Sumut. Di tingkat nasional, organisasi ini dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).

Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas. Dia pun kerja sama dengan Achmad Taufik menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, Surya Paloh bekerja sama dengan T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia.

Atas persetujuan Yously sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh memboyong Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk logo surat kabar ini dibuat seperti Almarhum Prioritas.

Di samping Media Indonesia dan Vista yang terbit di Jakarta, Surya Paloh bekerja sama menerbitkan sepuluh penerbitan di daerah.

Dia bersaing dengan Penerbit Gramedia Group yang dipimpin oleh Jakob Oetama. Dia berhadapan dengan Kartini Grup yang sudah puluhan tahun memasuki bisnis penerbitan. Dia tidak segan pada Pos Kota Group yang diotaki Harmoko, mantan Menpen RI.

A Keng, pengusaha Medan yang teman sepermainan Surya semenjak SD, mengatakan, sohibnya memang seorang eksentrik. Menurut dia, Surya adalah tokoh yang langka.

Surya Paloh pernah bikin heboh, tak segan dia keluarin duit Rp1 Miliar hanya untuk pidato kampanye 15 Menitdi sebuah lapangan sepakbola, di Mandailing Natal, Sumatra Utara.

Ceritanya, kata Akhmad Kusaeni dari Antara, Selasa (17 Maret 2009) pukul 07.00 pagi Surya bertolak dari Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, dengan pesawat jet pribadinya, jenis BAe, yang katanya pesawat bekas milik Ratu Inggris Elizabeth. Tujuannya, Lapangan sepakbola Aekgodang, Mandailing Natal.

Yang menemani Surya di pagi hari itu antara lain Sekretaris Dewan Penasihat Partai Golkar Hatta Mustafa dan Chairuman Harahap, calon anggota legislatif untuk Daerah Pemilihan Mandailing Natal. Tentu saja dia membawa kameramen Metro TV, stasiun televisi milik Surya.

"Ini pesawat paling aman. Jet lain mesinnya cuma dua, yang ini empat. Kalau dua mesin mati, masih ada dua mesin yang bekerja. Tapi karena empat mesin, jadi boros," katanya sesaat setelah "boarding".

Surya membeli pesawat buatan Inggris itu pada tahun 2004 ketika akan keliling Indonesia untuk Konvensi Partai Golkar. Kini, dengan pesawat yang sama, Surya akan keliling Indonesia lagi untuk berkampanye.

"Pesawat ini pas untuk jelajahi Indonesia karena bisa mendarat di bandara perintis dengan landasan pendek, seperti Bandara Tapanuli Selatan yang akan kita datangi," katanya lagi.

Saat pesawat bergambar kepala elang, lambang Media Group, itu menjelajah langit dengan ketinggian 27.000 kaki, Surya menyiapkan materi pidatonya. Dia berfikir tidak banyak yang bisa disampaikan pada kampanye terbuka di lapangan yang terik pada pukul dua siang dengan hadirin yang asyik berjoget dan berdangdut ria.

Dia memilih satu pesan moral kampanye yang akan menjadi "soundbite". "Saya akan ingatkan para elite untuk tidak lagi membohongi rakyat. Rakyat harus dicerdaskan, bukan dibodoh-bodohi! " katanya dengan suara keras dan mata membelalak.

Setelah mendarat di Bandara Perintis Tapanuli Selatan, Surya harus naik helikopter lagi selama 30 menit untuk bisa ke panggung kampanye.

Dia menyewa helikopter jenis Bell yang hanya bisa dimuati empat penumpang. Terapung-apung di antara bukit dan gunung, Surya manggut-manggut menyadari betapa luasnya wilayah Sumatra Utara. Jika naik angkutan darat, dari Medan ke Mandailing Natal bisa memakan waktu 12 jam sampai 14 jam.

"Tidak heran banyak warga sini yang meminta pemekaran," katanya merujuk pada tewasnya Ketua DPRD Sumatera Utara Azis Angkat dari Partai Golkar saat unjuk rasa yang anarkis ketika massa meminta rekomendasi dibentuknya Provinsi Tapanuli Selatan.

Surya hanya beristirahat sejenak untuk makan siang sebelum diboyong ke lapangan sepakbola yang sudah dipenuhi massa.

Pilot helikopter sudah mewanti-wanti agar kampanye tidak lama-lama karena pergerakan awan yang menggumpal hitam menandakan hujan akan segera turun.

"Makin sore makin berbahaya. Cuaca di kawasan pegunungan begitu cepat berubah," kata pilot mengingatkan.

Akibatnya, Surya tidak bisa berlama-lama di atas panggung kampanye. Setelah pidato dan teriakan hidup Golkar yang menggelegar selama 15 menit, lelaki berperawakan tinggi besar mirip penyanyi opera Luciano Pavarotti itu segera pamit.

Dia harus buru-buru kembali di Tapanuli Selatan sebelum hujan turun sore itu.

Meski hujan belum turun, angin berhembus kencang. Helikopter beberapa kali berguncang-guncang. Untuk menghindari guncangan, pilot menurunkan ketinggian sehingga helikopter berwarna biru itu menyelusup lembah-lembah di antara bukit dan gunung.

Gerakan helikopter itu mirip dengan yang biasa dilihat dalam film tentang perang Vietnam. Berkelok-kelok dengan suara mesin dan baling-baling yang menderu-deru.

"Kalau terjadi apa-apa pasti kita selesai. Karena di antara bukit dan gunung, tidak ada tempat untuk mendarat darurat," kata Hatta Mustafa yang tampak lega akhirnya bisa mendarat dengan selamat di Bandara Tapanuli Selatan meski mengaku sempat tegang dan stres.

Saat melanjutkan perjalanan ke Bandara Polinia Medan, Surya menceritakan mengapa dirinya rela menghabiskan uang miliaran dan menghadapi risiko keselamatan terbang dengan helikopter dalam cuaca buruk hanya untuk berpidato selama 15 menit di panggung kampanye.

Menurut dia, perjalanan kampanye hari pertamanya menghabiskan lebih dari Rp1 miliar, antara lain untuk avtur dan kru jetnya, menyewa helikopter, akomodasi hotel, dan biaya logistik lainnya.

"Gila. Ini gila. Tidak masuk logika orang mengeluarkan Rp1 miliar hanya untuk pidato 15 menit," katanya.

Jika tidak untuk kecintaan kepada bangsa ini, jika tidak untuk sesuatu yang berarti bagi rakyat negeri ini, lanjut Surya, dia tidak akan segila ini.

Dia pun mengaku menyadari ada orang yang yang menuduhnya memiliki motif-motif dan ambisi kekuasaan tertentu di balik segala yang dilakukannya. Sejumlah kritik yang dialamatkan ke dia antara lain, Surya berambisi menjadi Ketua Umum Golkar dan kemudian menjadi calon Presiden pada Pemilu 2014.

"Silakan menuding seperti itu. Saya terima dan jalani saja. Tetapi yang saya protes, kalau orang menilai apa yang saya lakukan itu tidak ikhlas. Itu yang tidak benar," katanya.

Surya mengatakan, boleh dibilang dia sudah memiliki segalanya, harta dan kehormatan sudah ada dalam genggamannya.

Kalau dia mau, katanya, dia bisa seperti konglomerat lain yang tinggal menikmati hidup dan bersenang-senang dengan kekayaannya.

"Kalau semua orang berfikir begitu, lalu siapa yang memikirkan bangsa dan rakyat ini? Hancurlah bangsa ini jika semua orang begitu," katanya sambil mengusap rambut-rambut yang lebat di pipi dan dagunya.

Mari kita tunggu siapa yang menjadi Juragan Pohon Beringin.

Written last Thursday · ·
Arif Gunawan Sulistiyono
Arif Gunawan Sulistiyono
mantabs!!! kenapa hanya berakhir di FB, dan bukannya di koran yak.. :D
August 13 at 10:22pm · Delete
Fahmi Achmad
Fahmi Achmad
Sori Argun, ini artikel tak masuk dalam standard Bisnis Indonesia yang cukup tinggi dan berkualitas
August 13 at 11:45pm · Delete
Hotnida Sibarani
Hotnida Sibarani
@Fahmi : Bukan nya di pohon beringin biasa nya banyak kuntilanak........????? Hee...3x
August 14 at 8:46am · Delete
Fahmi Achmad
Fahmi Achmad
@mbak Nida, iya hihihi lol
August 14 at 9:41am · Delete
Frentianik Widodo
Frentianik Widodo
Dua - duanya memiliki kelebihan ..., dan kekurangan ...., para pemilih harus jeli dan tentunya harus sesuai dengan nurani .... Hasilnya ...? Kit tunggu saja nanti ...!
Sun at 3:28pm · Delete

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi