Pengen tahu asuransi syariah?
Premi bruto asuransi syariah mencapai Rp3,23 triliun pada 2010 atau tumbuh sekitar 35% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu Rp2,38 triliun.
Persentase pertumbuhan asuransi umum dan reasuransi syariah menunjukkan peningkatan lebih tinggi dibandingkan asuransi jiwa syariah. Meski demikian, asuransi jiwa syariah mendominasi pertumbuhan secara kuantitas.
Berdasarkan data Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), premi asuransi umum dan reasuransi syariah tumbuh 55% menjadi Rp699,94 miliar dari posisi 2009 sebesar Rp449,52 miliar.
Adapun, pendapatan premi bruto asuransi jiwa syariah mendominasi perolehan selama 2010 mencapai Rp2,53 triliun, atau tumbuh 31% dibandingkan dengan posisi 2010 sebesar Rp1,93 triliun.
"Kinerja industri asuransi syariah membukukan hasil yang signifikan sepanjang tahun lalu akibat sejumlah faktor, khususnya kondisi makroekonomi yang terus membaik," ujar Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata.
Menurut dia, faktor makro ekonomi nasional yang memengaruhi pertumbuhan tersebut a.l. iklim investasi yang mendorong permintaan pasar terhadap produk asuransi syariah.
Selain itu, regulator juga turut berperan mendongkrak kinerja industri asuransi syariah melalui pembenahan regulasi, seperti penerbitan peraturan mengenai pencadangan dana dan pengukuran rasio modal berbasis risiko (risk based capital) perusahaan asuransi syariah.
Dia memaparkan regulator juga berencana untuk menggalakkan ketentuan mengenai penerapan polis standar asuransi syariah, meliputi asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti.
"Keberadaan polis standar tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri syariah, mengingat pelaksanaan bisnis asuransi syariah benar-benar dapat dilakukan sesuai dengan akad syariah yang ada," katanya.
Adapun, aset industri asuransi syariah posisi hingga akhir 2010 tercatat Rp4,46 triliun, tumbuh sebesar 48% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp3 triliun.
Aset industri asuransi jiwa syariah mendominasi total premi industri, yaitu Rp3,27 triliun, naik 54% dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp2,12 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi syariah sebesar Rp1,19 triliun, tumbuh 32% dari posisi 2009, yaitu Rp902,62 miliar.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Yudha Pratama mengungkapkan aset industri asuransi syariah pada 2011 diperkirakan bisa tumbuh menjadi sekitar Rp6,5 triliun-Rp7 triliun.
Proyeksi pertumbuhan tersebut itu, menyusul sejumlah rencana penyiapan produk standar dan model pengelolaan dana yang sedang digarap oleh kalangan asosiasi dan pelaku usaha.
Menurut dia, pihaknya sedang mempersiapkan standarisasi polis beberapa produk kepada Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, seperti kecelakaan diri, dan alat berat.
Dia menambahkan saat ini asosiasi juga tengah menggagas beberapa model pengelolaan dana kontribusi (premi) asuransi syariah, terutama yang menyangkut kumpulan dalam jumlah besar.
Hal tersebut mengingat bisnis syariah yang sangat unik, dengan prinsip sharing risiko dari seluruh peserta, sehingga harus dieksplorasi pengembangannya untuk membedakan dengan produk konvensional.
"Untuk model pengelolaan dana tersebut, kami masih minta rambu-rambu dari Bapepam-LK, serta ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Modelnya sendiri juga masih terus dibahas," jelasnya.
Persentase pertumbuhan asuransi umum dan reasuransi syariah menunjukkan peningkatan lebih tinggi dibandingkan asuransi jiwa syariah. Meski demikian, asuransi jiwa syariah mendominasi pertumbuhan secara kuantitas.
Berdasarkan data Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), premi asuransi umum dan reasuransi syariah tumbuh 55% menjadi Rp699,94 miliar dari posisi 2009 sebesar Rp449,52 miliar.
Adapun, pendapatan premi bruto asuransi jiwa syariah mendominasi perolehan selama 2010 mencapai Rp2,53 triliun, atau tumbuh 31% dibandingkan dengan posisi 2010 sebesar Rp1,93 triliun.
"Kinerja industri asuransi syariah membukukan hasil yang signifikan sepanjang tahun lalu akibat sejumlah faktor, khususnya kondisi makroekonomi yang terus membaik," ujar Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Isa Rachmatarwata.
Menurut dia, faktor makro ekonomi nasional yang memengaruhi pertumbuhan tersebut a.l. iklim investasi yang mendorong permintaan pasar terhadap produk asuransi syariah.
Selain itu, regulator juga turut berperan mendongkrak kinerja industri asuransi syariah melalui pembenahan regulasi, seperti penerbitan peraturan mengenai pencadangan dana dan pengukuran rasio modal berbasis risiko (risk based capital) perusahaan asuransi syariah.
Dia memaparkan regulator juga berencana untuk menggalakkan ketentuan mengenai penerapan polis standar asuransi syariah, meliputi asuransi kendaraan bermotor dan asuransi properti.
"Keberadaan polis standar tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri syariah, mengingat pelaksanaan bisnis asuransi syariah benar-benar dapat dilakukan sesuai dengan akad syariah yang ada," katanya.
Adapun, aset industri asuransi syariah posisi hingga akhir 2010 tercatat Rp4,46 triliun, tumbuh sebesar 48% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp3 triliun.
Aset industri asuransi jiwa syariah mendominasi total premi industri, yaitu Rp3,27 triliun, naik 54% dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp2,12 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi syariah sebesar Rp1,19 triliun, tumbuh 32% dari posisi 2009, yaitu Rp902,62 miliar.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Yudha Pratama mengungkapkan aset industri asuransi syariah pada 2011 diperkirakan bisa tumbuh menjadi sekitar Rp6,5 triliun-Rp7 triliun.
Proyeksi pertumbuhan tersebut itu, menyusul sejumlah rencana penyiapan produk standar dan model pengelolaan dana yang sedang digarap oleh kalangan asosiasi dan pelaku usaha.
Menurut dia, pihaknya sedang mempersiapkan standarisasi polis beberapa produk kepada Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, seperti kecelakaan diri, dan alat berat.
Dia menambahkan saat ini asosiasi juga tengah menggagas beberapa model pengelolaan dana kontribusi (premi) asuransi syariah, terutama yang menyangkut kumpulan dalam jumlah besar.
Hal tersebut mengingat bisnis syariah yang sangat unik, dengan prinsip sharing risiko dari seluruh peserta, sehingga harus dieksplorasi pengembangannya untuk membedakan dengan produk konvensional.
"Untuk model pengelolaan dana tersebut, kami masih minta rambu-rambu dari Bapepam-LK, serta ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Modelnya sendiri juga masih terus dibahas," jelasnya.
Comments