Skip to main content

Perlukah safeguard untuk impor plastik dan terpal?

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) secara resmi memulai penyelidikan tindakan pengamanan (safeguard) terhadap kenaikan volume barang impor terpal, awning dan kerai matahari dari serat sintetik.

Dalam pengumuman kepada publik hari ini 22 Maret 2011, Ketua KPPI Halida Miljani mengatakan pihaknya telah menerima permohonan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAplas) yang mewakili industri dalam negeri untuk melakukan tindakan pengamanan.

INAplas meminta safeguard terhadap kenaikan volume barang impor terpal, awning dan kerai matahari dari serat sintetik (tarpaulins, awnings and sunblinds of synthetic fibres).

Pihak pemohon, kata Halida, telah menyampaikan data yang menunjukkan industri dalam negeri yang bersangkutan telah mengalami kerugian sebagai akibat dari kenaikan volume barang impor tersebut yang memiliki nomor HS 6306.12.00.00.

Dampaknya, menurut INAplas, industri dalam negeri mengalami kerugian serius. "Berdasarkan hal tersebut, KPPI memutuskan untuk mulai melakukan penyelidikan terhadap permohonan tersebut pada tanggal pengumuman ini [22 Maret]," kata Halida.

Dia menambahkan KPPI tidak memungut biaya apapun dalam rangka penyelidikan.

Berdasarkan data Bisnis, ketergantungan produsen plastik dalam negeri terhadap bahan baku impor kian tinggi, seiring dengan terhentinya pasokan bijih plastik dari produsen terbesar yakni PT Polytama Propindo.

Impor plastik dan barang dari plastik pada Januari mencapai US$480,1 juta, melonjak 48,5% dibandingkan dengan realisasi pada Januari 2010 sebesar US$323,3 juta, diduga akibat belum beroperasinya PT Polytama Propindo.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (INAplas) Fajar A.D. Budiyono mengatakan lonjakan impor itu merupakan imbas dari terhentinya operasi pabrik polipropilena (PP) milik Polytama sejak Agustus 2010.

Menurut dia, konsumsi PP nasional tahun ini diperkirakan mencapai 960.000 ton atau 80.000 ton per bulan. Pada kondisi normal, tuturnya, pasokan PP diperoleh dari PT Tri Polyta dan PT Pertamina sebanyak 33.000 ton dan sekitar 20.000 ton per bulan dari Polytama.

Akibat terhentinya operasi pabrik PP milik Polytama, kata Fajar, impor PP melonjak dari sekitar 30.000 ton per bulan menjadi 50.000 ton per bulan.

"Lonjakan impor ini dipastikan karena tambahan impor yang diperlukan untuk mengisi kebutuhan yang selama ini dipasok oleh Polytama sekitar 15.000-20.000 ton per bulan. Ini jelas merupakan kerugian devisa bagi negara dan memperburuk kondisi industri kecil," jelasnya baru-baru ini.

Fajar mengatakan sebenarnya masalah utang piutang Polytama dan Pertamina telah diselesaikan secara business to business dan tinggalmenyisakan masalah administrasi. Menurut dia, seharusnya Pertamina bisa memasok kembali propilena untuk Polytama agar pabrik tersebut bisa beroperasi normal.

"B to B sudah selesai tinggal mengurus beberapa dokumennya. Dalam kondisi ini, seharusnya Pertamina bisa mengalah dengan memasok kembali bahan baku ke Polytama ixii sudah ada jaminan kepastian pembayaran utangnya."

(please read Bisnis Indonesia Newspaper)

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...