Skip to main content

aah pak Moerdiono...

Masih ingat Moerdiono? Ya mantan Mensesneg era Presiden Soeharto itu. Akhir-akhir ini ia menjadi buah bibir lantaran menggugat cerai istrinya, Maryati. Gugatan tersebut sudah disidangkan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Moerdiono yang diingat publik dengan gaya bicaranya yang terbata-bata itu kini sudah sepuh, usianya 76 tahun lebih. Demikian pula sang istri. Keduanya pun sama-sama sudah sakit. Moerdiono menderita kanker paru-paru. Sementara Maryati menderita Parkinson. Maka anak-anaknya pun terkaget-kaget begitu tahu sang ayah menggugat cerai sang ibu.

"Tiba-tiba kita dapat surat pemberitahuan untuk menghadiri sidang gugatan itu. Kedua orang tua kita umurnya sudah tua semua. Apalagi keduanya kondisinya sakit," kata Novianto Prakoso, anak menantu Moerdiono kepada detikcom.

Pernikahan Moerdiono dan Maryati sudah berlangsung selama 52 tahun. Moerdiono menikahi Maryati pada 13 April 1959. Saat menikah, Moerdiono masih berkarier di Angkatan Darat, sementara Maryati adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Dalam Negeri. Keduanya berkenalan saat sama-sama kuliah di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Malang.

Moerdiono yang lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 19 Agustus 1934 selesai kuliah dari APDN pada 1957. Pada awal Orde Baru, Moerdiono berkarier di Sekretariat Negara, mendampingi Sudharmono. Awalnya Moerdiono menjadi sebagai Staf Sekretariat Negara pada 1966. Lalu enam tahun kemudian dia menjadi Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Khusus.

Setelah 15 tahun berkarir di Setneg, pria dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal itu dipercaya menjabat Sekretaris Kabinet. Pada Kabinet Pembangunan IV dia menjabat Menteri Muda Sekretaris Kabinet. Jabatan itu dipegang Moerdiono dari 1983-1988. Lalu ia menjadi Menteri Negara Sekretaris Negara selama dua periode pada Kabinet Pembangunan V dan VI. Moerdiono menjadu Mensesneg pada 1988 hingga 1993 dan dilantik kembali pada 1993 hingga 1998.

Mulanya pernikahan Moerdiono dan Maryati baik-baik saja. Pria yang gemar bermain tenis ini dianugerahi tiga anak dari Maryati yakni Mardiana Estilistiati atau yang dikenal sebagai Ninuk Mardiana Pambudy wartawan senior Kompas yang menikah dengan Novianto, Indrawan Budi Prasetyo, dan almarhum Baroto Joko Nugroho.

Namun seiring meningkatnya karier Moerdiono, percecokan mulai sering terjadi. Terlebih sebagai pejabat tinggi, Moerdiono dikelilingi banyak perempuan cantik. Sejumlah nama perempuan memang acap dikaitkan dengan Moerdiono, salah satunya Machicha Mochtar misalnya.

Pada tahun 1985, mungkin karena percekcokan sudah memuncak, Moerdiono keluar dari rumah yang ditinggali bersama Maryati dan empat anaknya di Jalan Kertanegara nomor 17, Jakarta. Anak-anak Moerdiono tidak tahu apa penyebab sebenarnya percekcokan ibu dan ayahnya.

"Yang kita tahu ini soal cekcok rumah tangga biasa, kalau selalu terjadi lama kelamaan ya meledak juga dan berkerak. Itu saja yang kami tahu dari ibu," kata Novianto.

Namun meski tidak lagi tinggal serumah, Moerdiono tidak bercerai dari Maryati. Bahkan ketika menikah siri dengan Machica pun, Moerdiono pun tetap masih menjadi suami Maryati. Maryati tidak pernah meminta cerai dari Moerdiono meskipun mendengar sang suami dikabarkan menikah dengan wanita lain.

Maryati berprinsip menikah hanya satu kali untuk seumur hidup. Mau seperti apapun kondisi rumah tangganya ia tidak akan mau bercerai. Meskipun berpisah, Moerdiono pun tetap bertanggungjawab memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Komunikasi di antara mereka pun baik. Moerdiono masih sering datang di acara keluarga untuk kumpul dengan anak dan cucu.

"Bapak selalu datang, terutama kalau ada anaknya yang nikah atau saudara yang meninggal. ?Bahkan tahun 2009 bapak masih komunikasi dan bertemu kita, apalagi kalau cucunya pada liburan, semua komunikasi masih jalan dan normal," tutur Novianto.

Namun setelah 25 tahun berpisah, Moerdiono lantas menggugat cerai sang istri. Bagi anak-anaknya gugatan itu sungguh aneh. Terlebih ayah dan ibu mereka sudah sama-sama tua dan sakit-sakitan."Ibu dan kita kaget semua. Kenapa baru sekarang? Ibu dan kami berharap ya jangan cerai," kata Novianto.


Rumah bernomor 17 yang terletak di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terlihat mulai kusam warnanya. Padahal rumah di kawasan elit itu bukan milik orang sembarangan. Rumah itu milik Moerdiono, mantan Mensesneg di era Presiden Soeharto.

Namun rumah tersebut tidak dihuni Moerdiono lagi. Saat ini rumah tersebut dihuni istri Moerdiono, Maryati, bersama anaknya, Ninuk Mardiana Pambudi dan Novianto Prakoso. Sementara Moerdiono telah 25 tahun lalu meninggalkan rumah tersebut.

Meski tidak tinggal serumah lagi komunikasi antara Moerdiono dan Maryati serta anak-anaknya berjalan lancar. "Komunikasi kami selama itu baik-baik saja. Hanya setahun terakhir hubungan komunikasi kami terputus," ujar Novianto Prakoso, anak Moerdiono saat berbincang-bincang dengan detikcom.

Seingat Novianto, hubungan Maryati dan anak-anaknya dengan Moerdiono terputus sejak Juli 2010. Keluarga baru tahu soal Moerdiono Agustus 2010, saat itu keluarga mendapat kabar kalau Moerdiono sakit dan dirawat di University National Hospital, Singapura.

Mendengar kabar tersebut, anak-anak Moerdiono berusaha membezuk ke rumah sakit tersebut. Namun berulang kali mereka ingin membezuk selalu tidak bisa. Soalnya penjaga melarang mereka masuk dengan alasan yang menunggui pasien tidak mengizinkan.

Keluarga menduga mereka dihalang-halangi oleh Poppy Darsono, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jawa Tengah yang selama ini dekat dengan Moerdiono. Anak-anak Moerdiono pun melakukan berbagai upaya agar bisa membesuk sang ayah."Akhirnya kami diperbolehkan membesuk ketika kami ancam rumah sakit itu akan kami bakar," terang Novianto.

Setelah diperbolehkan masuk, mereka melihat Poppy di ruangan itu sedang menunggui Moerdiono yang terkena penyakit kanker paru-paru. Pihak Poppy membantah menghalang-halangi anak Moerdiono untuk bertemu ayahnya.

RS semata ingin menjaga kondisi kesehatan Moerdiono. Poppy diakui memang yang selalu menunggui Moerdiono di rumah sakit. Bahkan pihak Poppy mengaku yang membiayai perawatan Moerdiono selama di sana.

"Selama Moerdiono sakit Poppy yang selalu menunggui dan membiayainya. Sedangkan pihak keluarga Moerdiono lepas tangan," tutur kuasa hukum Poppy Darsono, Andi Simangunsong kepada detikcom.

Tapi yang membuat keluarga merasa heran, dua bulan setelah menengok Moerdiono, keluarga malah dikejutkan dengan datangnya surat panggilan dari Pengadilan Negeri Agama Jakarta Selatan (PA Jaksel). Surat itu datang 7 Oktober 2010. Dalam surat itu, Maryati diminta datang ke PA Jaksel untuk mendengarkan gugatan cerai yang dilakukan Moerdiono terhadap dirinya.

"Kami jadi merasa aneh. Selama ini kami tidak mendengar adanya rencana itu. Tapi kenapa begitu bapak (Moerdiono) dirawat di Singapura gugatan cerai itu muncul?" tanya Novianto.

Gugatan yang diajukan Moerdiono dilakukan pada 4 Oktober 2010. Pihak PA Jakarta Selatan kemudian mencatatkannya perkara dengan nomor perkara 2000/Pdt.G/2010 tertanggal 7 Oktober 2010.

Pada sidang perdana yang dilakukan pada 20 Oktober 2010, sebenarnya ada upaya mediasi antar kedua belah pihak yang dilakukan majelis hakim PA Jaksel, Ahsin Abdul Hamid, Noor Jannah, dan Muslim. Namun ternyata mediasi itu gagal.

"Pak Moerdiono tetap bersikukuh untuk melakukan cerai. Jadi persidangan akhirnya berlanjut hingga sekarang. Saat ini sidang sudah memasuki agenda duplik," jelas Humas PA Jaksel, Tamah.

Sementara kuasa hukum Maryati, Tika Yosodiningrat mengatakan, yang jadi alasan gugatan Moerdiono, lantaran dirinya merasa sudah berbeda pola pikir dan prinsip dengan istrinya, Maryati. Selain itu Moerdiono juga menjadikan dalil telah pisah ranjang selama 25 tahun dengan istrinya.

Ditambahkan Tika, kuasa hukum Moerdiono menggunakan Pasal 19 ayat (b), PP No 9 Tahun 1975 Tentang Perkawinan, yang berbunyi, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

Selain itu, Moerdiono juga menggunakan ayat (f) di Pasal 19 PP No 9 Tahun 1975 yang menyatakan, antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Namun semua dalil gugatan tersebut dianggap tidak mendasar. "Kalau soal meninggalkan rumah selama bertahun-tahun, harusnya pihak istri yang melakukan gugatan. Sebab dia yang telah ditinggalkan. Bukan pihak yang meninggalkan," jelas Tika.

Begitu juga dengan dalil telah terjadi perselisihan yang terus-menerus. Menurut Tika, selama ini perselisihan antara Moerdiono dan Maryati hanya temporer sifatnya. Tidak terus-menerus. Dan selama ini komunikasi keduanya lancar-lancar saja, sebelum Moerdino dirawat di Singapura.

Nah, dengan lemahnya dalil yang digunakan, Tika Yosodingrat menilai, gugatan yang dilakukan Moerdiono terkesan sangat dipaksakan. "Kami melihat gugatannya terlalu dipaksakan," ujar Tika.

Dengan gugatan yang dipaksakan tersebut, anak-anak Moerdiono pun merasa curiga. Mereka menduga kalau gugatan tersebut karena ulah pihak ke tiga. Tudingan itu kemudian mengarah kepada Poppy Darsono yang sudah lama dikabarkan memiliki hubungan khusus dengan Moerdiono.

(ddg/iy)

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...