Skip to main content

Bakrie Life, Transaksi Vallar, nasib nasabah

"Saya selalu berdoa kepada Tuhan dan berusaha dengan berbagai cara agar kasus gagal bayar Bakrie Life dapat dibayarkan sesuai dengan surat kesepakatan bersama. Semoga Tuhan mengetuk dan memberkati pemilik Grup Bakrie agar bersedia menyelesaikan kewajiban kepada nasabah."

Itulah sepenggal doa nasabah produk Diamond Investasi PT Asuransi Jiwa Bakrie Yoseph melalui layanan pesan singkat (short message services/SMS) yang dikirimkan kepada Arief Novianto (Wartawan Bisnis Indonesia), baru-baru ini.

Yoseph merupakan salah satu investor dari sekitar 250 nasabah produk Diamond Investa yang digarap PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life). Dia kecewa, karena tidak dapat menikmati hasil investasi dari uang yang dikumpulkan dengan jerih payah dan tetesan keringat.

Mantan pegawai bank swasta di Jakarta yang kini memilih berwiraswasta itu mengaku berinvestasi lewat produk Diamond Investa Bakrie Life dengan nilai lebih dari Rp1 miliar sejak 2007.

Alasan klasik penempatan dana tersebut, yaitu imbal hasil yang ditawarkan mencapai 13%, lebih tinggi dibandingkan dengan deposito berjangka yang saat itu dipatok sekitar 8% per tahun.

Selain itu, produk Diamond Investa Bakrie Life merupakan produk resmi asuransi berbasis investasi yang mendapat izin dari Kementerian Keuangan.

"Saya dulu pegawai bank, tetapi memilih investasi pada produk Diamond Investa Bakrie Life terkait dengan imbal hasil. Produk itu juga resmi dan dikelola perusahaan di bawah naungan Grup Bakrie. Siapa yang tidak kenal nama itu? Kami berada di posisi yang benar. Orang benar pasti dibela Tuhan," katanya.

Investasi itu juga diharapkan menjamin kehidupan yang baik bagi keluarganya, terutama saat Yoseph memutuskan menjadi wiraswasta dengan penghasilan bulanan yang tidak menentu.

Harapan tinggal harapan. Jangankan bisa menikmati hasil investasi itu, dia justru terancam kehilangan dana akibat kegagalan investasi yang dialami Bakrie Life, menyusul krisis global 2008.

"Ketika kami bersedia memahami dan mengerti kesulitan manajemen Bakrie Life, seharusnya mereka juga mau memahami penderitaan yang dialami nasabah," katanya.

Kasus gagal bayar Bakrie Life produk Diamond Investa terjadi sejak 2008 dengan total Rp360 miliar. Upaya penyelesaian kasus itu disepakati melalui skema pembayaran cicilan dan bunga bulanan yang dituangkan dalam surat kesepakatan bersama.

Skema pembayaran cicilan itu meliputi 25% pada 2010, 25% pada 2011, dan 50% pada Januari 2012. Pembayaran sebesar 25% untuk 2010 dan 2011 itu disepakati sebanyak empat kali, yaitu pada Maret, Juni, September, dan Desember.

Namun, pembayaran cicilan pokok Bakrie Life pada 2010 baru dilakukan untuk jatuh tempo Maret dan Juni, sedangkan cicilan untuk September dan Desember hingga kini belum dibayar.

Selain itu, pembayaran bunga bulanan juga baru dibayarkan untuk cicilan Januari hingga Juni, sedangkan cicilan Juli hingga Desember belum dibayar.

Manajemen Bakrie Life sempat berjanji untuk membayar bunga bulanan yang tertunggak selama 6 bulan itu pada pekan terakhir Januari 2011. Namun, janji itu tak kunjung ditepati hingga awal Maret ini.

Manajemen juga sempat menjanjikan pembayaran cicilan pokok dua periode yang tertunggak untuk periode September dan Desember 2010 akan dibayarkan pada akhir Maret 2011.

Direktur Utama Bakrie Life Timoer Sutanto saat dikonfirmasi perihal kegagalan pembayaran bunga itu sempat mengaku hal itu akibat kesalahan teknis dalam sistem manajemen dan menghambat aliran dana dari grup.

Timoer menyoroti adanya masalah likuiditas yang terjadi pada PT Bakrie & rothers Tbk.

Meski demikian, proses transaksi tukar guling saham salah satu perusahaan Grup Bakrie, yaitu PT Bumi Resources Tbk, dengan perusahaan investasi milik Rothschild Vallar Plc. senilai US$3 miliar di Inggris diasumsikan Timoer, itu bakal berdampak positif terhadap kondisi likuiditas Bakrie Life.

Nilai transaksi itu mencapai US$3 miliar, atau jauh lebih besar dibandingkan dengan kasus gagal bayar Bakrie Life yang menyisakan utang pokok sekitar Rp300 miliar.

"Transaksi itu tidak berhubungan dengan Bakrie Life, tetapi dengan grup. Kami berasumsi transaksi itu dapat membantu likuiditas grup dan berujung pada pembayaran kepada nasabah," kata Timoer.

Namun, Bayu Nimpuno, Head of Public Relations PT Bakrie & Brothers Tbk secara tegas mengatakan, "Kami sampaikan di sini bahwa PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) secara struktur perusahaan tidak berhubungan dengan Bakrie Life, sehingga secara operasional maupun kinerja juga tidak berhubungan,"

Dan sekali lagi, Bayu Nimpuno berkata "Kami tegaskan di sini bahwa transaksi yang sedang dilakukan BNBR dengan Vallar, karena penjelasan kami di poin 1 di atas, tidak akan terkait dengan operasional Bakrie Life,"

Apapun, Timoer mengungkapkan pihaknya tetap berkomitmen untuk mengembalikan dana nasabah, meski perseroan terancam pencabutan izin usaha apabila belum bisa memenuhi ketentuan modal pada akhir Maret 2011.

Pasalnya, Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Isa Rachmatawarta mengatakan Bakrie Life merupakan salah satu perusahaan yang belum memenuhi modal minimum berdasarkan PP No. 81/2010, yaitu Rp40 miliar.

Ibarat jatuh tertimpa tangga. Mungkin itulah yang dirasakan nasabah saat ini. Sebaris SMS doa kepada Tuhan pun lagi-lagi terkirim...

(silahkan berkorespondensi dengan arief.novianto@bisnis.co.id)

Comments

Popular posts from this blog

A Story of Puang Oca & Edi Sabara Mangga Barani

Mantan Wakapolri M. Jusuf Mangga Barani mengaku serius menekuni bisnis kuliner, setelah pensiun dari institusi kepolisian pada awal 2011 silam. Keseriusan itu ditunjukan dengan membuka rumah makan seafood Puang Oca pertama di Jakarta yang terletak di Jalan Gelora Senayan, Jakarta. "Saya ini kan hobi masak sebelum masuk kepolisian. Jadi ini menyalurkan hobi, sekaligus untuk silaturahmi dengan banyak orang. Kebetulan ini ada tempat strategis," katanya 7 Desember 2011. Rumah makan Puang Oca Jakarta ini merupakan cabang dari restoran serupa yang sudah dibuka di Surabaya. Manggabarani mengatakan pada prinsinya, sebagai orang Makassar, darah sebagai saudagar Bugis sangat kental, sehingga dia lebih memilih aktif di bisnis kuliner setelah purna tugas di kepolisian. Rumah makan Puang Oca ini menawarkan menu makanan laut khas Makassar, namun dengan cita rasa Indonesia. Menurut Manggabarani, kepiting, udang dan jenis ikan lainnya juga didatangkan langsung dari Makassar untuk menjamin ke...

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi

BERDIRI menelepon di pintu pagar markasnya, rumah tipe 36 di Kaveling DKI Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Umar Ohoitenan Kei, 33 tahun, tampak gelisah. Pembicaraan terkesan keras. Menutup telepon, ia lalu menghardik, “Hei! Kenapa anak-anak belum berangkat?” Hampir setengah jam kemudian, pada sekitar pukul 09.00, pertengahan Oktober lalu itu, satu per satu pemuda berbadan gelap datang. Tempat itu mulai meriah. Rumah yang disebut mes tersebut dipimpin Hasan Basri, lelaki berkulit legam berkepala plontos. Usianya 40, beratnya sekitar 90 kilogram. Teh beraroma kayu manis langsung direbus-bukan diseduh-dan kopi rasa jahe segera disajikan. Hasan mengawali hari dengan membaca dokumen perincian utang yang harus mereka tagih hari itu. Entah apa sebabnya, tiba-tiba Hasan membentak pemuda pembawa dokumen. Yang dibentak tak menjawab, malah melengos dan masuk ke ruang dalam.Umar Kei, 33 tahun, nama kondang Umar, tampak terkejut. Tapi hanya sedetik, setelah itu terbahak. Dia tertawa sampai ...

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Saya paling suka cerita dan film tentang thriller, mirip mobster, yakuza, mafia dll. Di Indonesia juga ada yang menarik rasa penasaran seperti laporan Tempo 15 November 2010 yang berjudul GENG REMAN VAN JAKARTA. >(http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/INT/mbm.20101115.INT135105.id.html) TANGANNYA menahan tusukan golok di perut. Ibu jarinya nyaris putus. Lima bacokan telah melukai kepalanya. Darah bercucuran di sekujur tubuh. "Saya lari ke atas," kata Logo Vallenberg, pria 38 tahun asal Timor, mengenang pertikaian melawan geng preman atau geng reman lawannya, di sekitar Bumi Serpong Damai, Banten, April lalu. "Anak buah saya berkumpul di lantai tiga." Pagi itu, Logo dan delapan anak buahnya menjaga kantor Koperasi Bosar Jaya, Ruko Golden Boulevard, BSD City, Banten. Mereka disewa pemilik koperasi, Burhanuddin Harahap. Mendapat warisan dari ayahnya, Baharudin Harahap, ia menguasai puluhan koperasi di berbagai kota, seperti Bandung, Semaran...