Anda sering ditawari KTA?
Tri Sugiarti sudah kehilangan akal untuk menghentikan teror telepon dari orang yang tidak dikenal, yang menderanya saban hari.
"Setiap hari empat sampai lima orang telepon ke handphone saya untuk menawarkan KTA [kredit tanpa agunan), kartu kredit hingga asuransi yang katanya bekerjasama dengan bank yang saya gunakan sekarang," cerita pegawai BUMN yang ditempatkan di Semarang, Jawa Tengah.
Para telemarketing itu tetap menelepon walaupun sudah tidak terhitung beberapa kali penolakan yang terucap dari mulut Tri untuk segala produk yang ditawarkan.
"Pernah saya kesal lalu matikan handphone agar mereka tidak bisa menelepon lagi. Namun mereka malah telepon ke kantor saya. Saya tidak habis pikir bagaimana mereka bisa dapat nomor handphone bahkan nomor kantor saya," jelasnya.
Dia hanya ingat penawaran itu mulai mendera seusai dirinya memiliki kartu kredit dari bank swasta dan makin menggila ketika dia menambah jumlah kartu kredit dari sebuah bank BUMN.
Namun, Tri tidak pernah mendapatkan penawaran produk perbankan itu lewat layanan pesan singkat (short message service/sms) seperti yang dialami oleh Anthony.
Wartawan di salah satu grup media ini, harus memendam emosi ketika fasilitas inbox layanan pesan singkat di handphone miliknya penuh akan spam dari SMS marketing.
"Setiap hari sekitar 4 hingga 5 sms masuk menawarkan KTA, ada yang ngaku dari Susi, ada yang ngaku Jessica, Jennifer, Clara dll," kata dia
Berbeda dengan Tri, Anthony tidak memiliki kartu kredit. Layanan perbankan yang dia nikmati hanya tabungan pada dua bank dan kredit pemilikan rumah (KPR) pada sebuah bank swasta.
"Saya gak tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan nomor handphone saya, tapi melihat dari jenis SMS sepertinya itu dikirim oleh orang yang sama," curiga dia.
Dalam penelusuran bisnis, data pribadi nasabah memang diperjualbelikan didunia maya. Pada situs www.kaskus.us, yang diklaim sebagai komunitas maya terbesar di Indonesia, database dari calon nasabah dijual oleh beberapa member dengan harga bervariasi.
Pihak pengirim SMS diduga memegang data pribadi berupa 25 juta nomor pengguna ponsel aktif di Indonesia.
Database semacam ini pernah digunakan oleh Libi, mantan telemarketer kartu kredit dari sebuah bank swasta. "Saya gak tahu nomor itu darimana tapi bos saya pernah bilang dia dapat itu dari kantor-kantor lain,"cerita dia.
Dalam bekerja, Libi dibekali sejumlah handphone yang berisi kartu telepon dengan provider yang berbeda-beda demi menekan biaya pulsa dengan menelpon pada satu provider yang sama.
Tidak jarang calon klien yang dia hubungi marah-marah. Namun berhubung pendapatannya berkaitan dengan jumlah nasabah yang dia bisa raih, teror telepon itu terus dilakukan hingga berhenti bekerja beberapa waktu lalu.
"Mereka sering marah-marah dan bilang, mbak pagi-pagi kok sudah nawarin kartu kredit, atau tawarin saja ke bapak, ibu dan nenek kamu," ujarnya sambil menambahkan 90% orang yang dia telepon mengaku sudah memiliki kartu kredit.
Di luar praktik jual beli data nasabah, Bisnis Indonesia juga menemukan didalam formulir pengajuan kartu kredit pada beberapa bank, ada klausul yang berkaitan dengan penyebaran informasi pribadi.
Misal pada sebuah bank pelat merah disebutkan bahwa data pribadi dari nasabah bisa digunakan atau diserahkan kepihak lain demi tujuan komersial atau non komersial.
Pada sebuah bank swasta yang merupakan anak usaha dari induk yang beroperasi di luar negeri juga ditemukan hal yang serupa.
Dengan klausul ini nasabah tidak bisa menuntut bank yang menyerahkan data pribadi kepada pihak lain demi tujuan pemasaran produk.
Terkait hal ini, Tri mengaku tidak sadar terhadap klausul itu ketika mengisi formulir kartu kredit. "Mungkin hurufnya kekecilan sehingga tidak terbaca. Saya dulu setelah isi formulir langsung tanda tangan,"ujarnya
Namun dia sadar sebagian dari telemarketing yang gencar meneror memang menawarkan produk asuransi yang merupakan anak usaha dari sebuah bank BUMN.
Teror penawaran produk perbankan, khususnya KTA dan kartu kredit memang makin mengkhawatirkan sejak akhir tahun lalu. Kondisi ini direspons oleh Bank Indonesia (BI) dengan membuka nomor pengaduan sejak 26 Januari lalu.
Pengaduan bisa disampaikan melalui SMS atau surat. Nasabah bisa menyampaikan keluhannya ke Koordinasi Humas dan Direktorat Investigasi Mediasi Perbankan BI dengan nomor 085888509797.
Dalam dua pekan, yakni 26 Januari hingga 9 Februari masuk 11.515 SMS pengaduan yang sebagian besar mengeluhkan pemasaran KTA. "Dari total sms yg masuk 83% tidak menyebut nama bank secara khusus. SMS yang menyebut nama bank ada 1.807 SMS," kata Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah.
Terkait penggunaan data pribadi, Difi mengatakan bank sentral tidak bisa melarang bank untuk menggunakan data pribadi atau menyerahkan kepada perusahaan sub kontrak dalam memasarkan produk.
"Sebenarnya secara implisit ada larangan pada peraturan BI yang menyatakan bank harus transparan dalam melakukan pemasaran. Namun sulit untuk melarang penggunaan data pribadi, karena kami membolehkan pemasaran lewat surat atau email. Sedangkan lewat SMS atau telepon tidak ada aturan tegas yang melarang,"jelasnya.
Menurut Difi yang dilakukan oleh bank sentral adalah menegur bank yang menggangu ketenangan masyarakat akibat penawaran KTA. Dia mengatakan ada dua bank asing yang mendominasi pengaduan dan telah ditegur.
Namun sayangnya nomor pengaduan ini hanya menerima pengaduan bagi masyarakat yang terusik dengan penawaran KTA lewat SMS seperti yang dialami Anthony. Sedangkan untuk penawaran via telepon, bank sentral belum memberikan solusi.
Menurut sumber Bisnis Indonesia, dua bank yang ditegur itu adalah Standard Chartered Indonesia yang mendominasi pengaduan sebesar 65,36% dan PT Bank DBS Indonesia sebesar 16%.
ketika dikonfirmasi kepada Difi namun yang bersangkutan menolak berkomentar. Sedangkan Country Head of Consumer Banking Standard Chartered Sajid Rahman tidak mengakui pihaknya masih memasarkan KTA melalui SMS pada tahun ini.
"Masalah pemasaran KTA dengan SMS itu bukan hanya Standard Chartered saja tapi juga dilakukan oleh bank lain. Kami sudah menghentikan pemasaran dengan SMS sejak November tahun lalu," ujarnya beberapa waktu lalu.
Sajid menambahkan dalam melakukan pemasaran KTA, pihaknya menyubkontrakan kepada PT Price Solution Indonesia. "Namun itu dalam pengawasan tim sales Standard Chartered,"jelasnya.
Hingga saat ini tidak ada solusi pasti bagi nasabah yang ketenangannya terusik akibat teror marketing seperti yang dialami Tri dan Anthony. "Saya hanya bisa berharap nomor handphone saya hilang dari database mereka, karena saya tidak bisa mengganti nomor ini," keluh Anthony.
(silahkan korespondensi dengan redaksi@bisnis.co.id)
"Setiap hari empat sampai lima orang telepon ke handphone saya untuk menawarkan KTA [kredit tanpa agunan), kartu kredit hingga asuransi yang katanya bekerjasama dengan bank yang saya gunakan sekarang," cerita pegawai BUMN yang ditempatkan di Semarang, Jawa Tengah.
Para telemarketing itu tetap menelepon walaupun sudah tidak terhitung beberapa kali penolakan yang terucap dari mulut Tri untuk segala produk yang ditawarkan.
"Pernah saya kesal lalu matikan handphone agar mereka tidak bisa menelepon lagi. Namun mereka malah telepon ke kantor saya. Saya tidak habis pikir bagaimana mereka bisa dapat nomor handphone bahkan nomor kantor saya," jelasnya.
Dia hanya ingat penawaran itu mulai mendera seusai dirinya memiliki kartu kredit dari bank swasta dan makin menggila ketika dia menambah jumlah kartu kredit dari sebuah bank BUMN.
Namun, Tri tidak pernah mendapatkan penawaran produk perbankan itu lewat layanan pesan singkat (short message service/sms) seperti yang dialami oleh Anthony.
Wartawan di salah satu grup media ini, harus memendam emosi ketika fasilitas inbox layanan pesan singkat di handphone miliknya penuh akan spam dari SMS marketing.
"Setiap hari sekitar 4 hingga 5 sms masuk menawarkan KTA, ada yang ngaku dari Susi, ada yang ngaku Jessica, Jennifer, Clara dll," kata dia
Berbeda dengan Tri, Anthony tidak memiliki kartu kredit. Layanan perbankan yang dia nikmati hanya tabungan pada dua bank dan kredit pemilikan rumah (KPR) pada sebuah bank swasta.
"Saya gak tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan nomor handphone saya, tapi melihat dari jenis SMS sepertinya itu dikirim oleh orang yang sama," curiga dia.
Dalam penelusuran bisnis, data pribadi nasabah memang diperjualbelikan didunia maya. Pada situs www.kaskus.us, yang diklaim sebagai komunitas maya terbesar di Indonesia, database dari calon nasabah dijual oleh beberapa member dengan harga bervariasi.
Pihak pengirim SMS diduga memegang data pribadi berupa 25 juta nomor pengguna ponsel aktif di Indonesia.
Database semacam ini pernah digunakan oleh Libi, mantan telemarketer kartu kredit dari sebuah bank swasta. "Saya gak tahu nomor itu darimana tapi bos saya pernah bilang dia dapat itu dari kantor-kantor lain,"cerita dia.
Dalam bekerja, Libi dibekali sejumlah handphone yang berisi kartu telepon dengan provider yang berbeda-beda demi menekan biaya pulsa dengan menelpon pada satu provider yang sama.
Tidak jarang calon klien yang dia hubungi marah-marah. Namun berhubung pendapatannya berkaitan dengan jumlah nasabah yang dia bisa raih, teror telepon itu terus dilakukan hingga berhenti bekerja beberapa waktu lalu.
"Mereka sering marah-marah dan bilang, mbak pagi-pagi kok sudah nawarin kartu kredit, atau tawarin saja ke bapak, ibu dan nenek kamu," ujarnya sambil menambahkan 90% orang yang dia telepon mengaku sudah memiliki kartu kredit.
Di luar praktik jual beli data nasabah, Bisnis Indonesia juga menemukan didalam formulir pengajuan kartu kredit pada beberapa bank, ada klausul yang berkaitan dengan penyebaran informasi pribadi.
Misal pada sebuah bank pelat merah disebutkan bahwa data pribadi dari nasabah bisa digunakan atau diserahkan kepihak lain demi tujuan komersial atau non komersial.
Pada sebuah bank swasta yang merupakan anak usaha dari induk yang beroperasi di luar negeri juga ditemukan hal yang serupa.
Dengan klausul ini nasabah tidak bisa menuntut bank yang menyerahkan data pribadi kepada pihak lain demi tujuan pemasaran produk.
Terkait hal ini, Tri mengaku tidak sadar terhadap klausul itu ketika mengisi formulir kartu kredit. "Mungkin hurufnya kekecilan sehingga tidak terbaca. Saya dulu setelah isi formulir langsung tanda tangan,"ujarnya
Namun dia sadar sebagian dari telemarketing yang gencar meneror memang menawarkan produk asuransi yang merupakan anak usaha dari sebuah bank BUMN.
Teror penawaran produk perbankan, khususnya KTA dan kartu kredit memang makin mengkhawatirkan sejak akhir tahun lalu. Kondisi ini direspons oleh Bank Indonesia (BI) dengan membuka nomor pengaduan sejak 26 Januari lalu.
Pengaduan bisa disampaikan melalui SMS atau surat. Nasabah bisa menyampaikan keluhannya ke Koordinasi Humas dan Direktorat Investigasi Mediasi Perbankan BI dengan nomor 085888509797.
Dalam dua pekan, yakni 26 Januari hingga 9 Februari masuk 11.515 SMS pengaduan yang sebagian besar mengeluhkan pemasaran KTA. "Dari total sms yg masuk 83% tidak menyebut nama bank secara khusus. SMS yang menyebut nama bank ada 1.807 SMS," kata Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah.
Terkait penggunaan data pribadi, Difi mengatakan bank sentral tidak bisa melarang bank untuk menggunakan data pribadi atau menyerahkan kepada perusahaan sub kontrak dalam memasarkan produk.
"Sebenarnya secara implisit ada larangan pada peraturan BI yang menyatakan bank harus transparan dalam melakukan pemasaran. Namun sulit untuk melarang penggunaan data pribadi, karena kami membolehkan pemasaran lewat surat atau email. Sedangkan lewat SMS atau telepon tidak ada aturan tegas yang melarang,"jelasnya.
Menurut Difi yang dilakukan oleh bank sentral adalah menegur bank yang menggangu ketenangan masyarakat akibat penawaran KTA. Dia mengatakan ada dua bank asing yang mendominasi pengaduan dan telah ditegur.
Namun sayangnya nomor pengaduan ini hanya menerima pengaduan bagi masyarakat yang terusik dengan penawaran KTA lewat SMS seperti yang dialami Anthony. Sedangkan untuk penawaran via telepon, bank sentral belum memberikan solusi.
Menurut sumber Bisnis Indonesia, dua bank yang ditegur itu adalah Standard Chartered Indonesia yang mendominasi pengaduan sebesar 65,36% dan PT Bank DBS Indonesia sebesar 16%.
ketika dikonfirmasi kepada Difi namun yang bersangkutan menolak berkomentar. Sedangkan Country Head of Consumer Banking Standard Chartered Sajid Rahman tidak mengakui pihaknya masih memasarkan KTA melalui SMS pada tahun ini.
"Masalah pemasaran KTA dengan SMS itu bukan hanya Standard Chartered saja tapi juga dilakukan oleh bank lain. Kami sudah menghentikan pemasaran dengan SMS sejak November tahun lalu," ujarnya beberapa waktu lalu.
Sajid menambahkan dalam melakukan pemasaran KTA, pihaknya menyubkontrakan kepada PT Price Solution Indonesia. "Namun itu dalam pengawasan tim sales Standard Chartered,"jelasnya.
Hingga saat ini tidak ada solusi pasti bagi nasabah yang ketenangannya terusik akibat teror marketing seperti yang dialami Tri dan Anthony. "Saya hanya bisa berharap nomor handphone saya hilang dari database mereka, karena saya tidak bisa mengganti nomor ini," keluh Anthony.
(silahkan korespondensi dengan redaksi@bisnis.co.id)
Comments