Tantangan Status Upper Middle Income Indonesia

 Baru-baru ini Bank Dunia menaikkan posisi Indonesia dari negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income), ke posisi negara upper middle income.

Hal itu karena Bank Dunia mencatat nilai gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia pada 2022 sebesar US$4.580, atau berada dalam rentang klasifikasi upper middle income US$1.136—US$4.465.

Jika merujuk data Bank Dunia, pendapatan nasional bruto Indonesia pada 2022 berada di level US$4.580 per kapita. Jika dikonversi ke rupiah dengan asumsi nilai tukar Rp15.000 per dolar AS, nilai pendapatan itu setara dengan Rp68,7 juta.

Posisi Indonesia bersanding dengan 54 negara lain yang masuk dalam negara berpendapatan menengah atas. Di Asia Tenggara, Indonesia satu kelompok dengan Thailand dan Malaysia. Posisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Timor Leste.

Namun, perlu diingat GNI per kapita Indonesia pada 2022 sebenarnya hanya peringkat ke-5 dari 11 negara di Asia Tenggara. Bahkan, Indonesia tercatat hanya menempati peringkat ke-121 dari 196 negara dalam publikasi Bank Dunia.

Negara kita sebenarnya sempat masuk dalam klasifikasi negara upper middle income pada 2019. Saat itu, GNI Indonesia sebesar US$4.070. atau berada dalam threshold kelompok upper middle income kala itu antara US$4.046—US$12.535.

Hanya saja, berselang 1 tahun kemudian, klasifikasi Indonesia kembali masuk dalam klasifikasi kelompok negara lower middle income. Satu pemicunya yakni dampak dari situasi pandemi Covid-19.

Jika belajar dari pengalaman sebelumnya, posisi negara kita dalam status upper middle income masih rawan dan belumlah stabil. 

Sejauh ini pendapatan per kapita yang naik tak lepas dari booming harga komoditas yang dipicu krisis global akibat perang Rusia-Ukraina.

Sejumlah tantangan juga harus menjadi perhatian pemerintah, seperti ketersediaan infrastruktur yang memadai, kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas, dan perkembangan teknologi digital.

Ada urgensi khusus untuk memperhatikan kualitas sumber daya manusia di masyarakat kita. Sebagai pembanding, tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia masih rendah yaitu hanya 74,4%. Padahal, rata-rata produktivitas tenaga kerja Asean berada di level 78%.

Kita mendukung upaya pemerintah untuk lebih giat lagi memperbaiki kualitas SDM baik melalui aspek pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, perlindungan sosial, hingga infrastruktur pendidikan.

Kita harus memiliki kelas menengah yang kokoh atau true middle class yang benar-benar mendominasi struktur pasar nasional.

Keberadaan true middle class ini dibutuhkan ketika terjadi kontraksi ekonomi, baik di level global maupun nasional. Segmen masyarakat ini akan menjadi penopang perekonomian nasioanl.

Selain itu, Indonesia juga harus berpacu dengan waktu untuk menjadi negara maju seiring dengan berakhirnya periode bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada 2035. 

Apabila gagal, Indonesia berisiko terjebak sebagai negara middle income trap. Tentu tak ada yang mau terjebak kondisi tersebut.

Selain itu, tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini juga bersumber dari daya saing nasional. Pada 2023 indeks daya saing Indonesia sudah bergerak naik pada peringkat ke-34, tetapi masih jauh di bawah Thailand (30), Malaysia (27), dan Singapura (4).

Oleh karena itu, peningkatan daya saing menjadi prioritas dalam mencapai target Indonesia 2045, termasuk melalui kebijakan penghiliran.

Tentu kita berharap dan mendukung komitmen dan upaya serius pemerintah dan pemangku kepentingan untuk membereskan segala banyak tantangan tersebut agar tercapai tujuan dari Visi Indonesia Emas 2045.

Comments

Popular posts from this blog

PREMAN JAKARTA: Siapa bernyali kuat?

Dengan Vaksinasi, Ekonomi Bertumbuh, Ekonomi Tangguh

Preman Jakarta, antara Kei, Ambon, Flores, Banten dan Betawi